Suasana malam di diskotik Shangrila terlihat sangat ramai. Alunan musik terdengar sangat keras. Kerumunan orang terlihat berjoget bersama dengan penuh kegembiraan menikmati malam. Sorot lampu kelap-kelip mewarnai ruangan yang cukup gelap itu. Seorang bartender tampak sibuk melayani pengunjung yang memesan minuman yang sebagian besar mengandung alkohol.
Pada salah satu meja, terlihat seorang perempuan muda berwajah manis bertubuh montok. Pada jari tangan kanannya terdapat sebatang rokok yang beberapa saat selalu dihisapnya. Di atas meja di hadapannya terdapat sebuah gelas berisi minuman beralkohol berwarna merah. Beberapa kali kedua matanya menatap ke arah pintu diskotik. Ia terlihat sedang menunggu seseorang.
Setelah menunggu sekitar 20 menit, seseorang yang ditunggunya akhirnya datang juga. Seorang laki-laki berumur lebih dari 60 tahunan, muncul dari arah pintu diskotik. Sebuah topi dan kacamata hitam menghiasi kepalanya. Ia mengenakan kaos berwarna hitam dan jaket jeans berwarna biru. Pada bagian bawahnya, ia mengenakan celana jeans panjang berwarna biru. Melihat sosok laki-laki itu, perempuan muda itu melambaikan tangan kanannya. Begitu melihat kode lambaian tangannya, lelaki itupun bergegas menghampirinya.
"Selamat malam Pak Jenderal! Gimana kabarnya?" Sapa perempuan itu.
"Di tempat begini, jangan sebut-sebut aku sebagai jenderal!" Pinta lelaki yang bukan lain adalah Pak Hendro.
"Siap sayang!" Sahut perempuan itu.
"Rinda, darimana kamu bisa mengenali diriku? Padahal aku pakai topi dan kacamata!"
"Walaupun mas pakai kacamata sama topi, bahkan kalau perlu jubah sekalian, aku bisa mengenali kalau itu adalah Mas Hendro! Karena aku sudah tahu setiap lekuk tubuh Mas Hendro yang gagah perkasa!" Jawab perempuan yang bukan lain adalah Rindarti. Janda muda yang belum lama dikenal oleh Pak Hendro.
"Cepat katakan apa maumu, sampai mengirimkan tespeck ke istriku? Apa kamu mau menghancurkan keluargaku?"
"Santai saja mas! Aku nggak sejahat yang kamu pikirkan! Aku hanya ingin kita kerjasama yang saling menguntungkan!"
"Kerjasama apa maksudmu?"
"Aku siap melayani mas kapanpun mas menginginkan! Tapi mas juga harus memberikan aku uang tiap bulan! Maka, aku akan tutup mulut dan merahasiakan hubungan kita! Apa mas bersedia?"
"Sudah berapa banyak lelaki yang tidur denganmu? Mengapa aku yang disuruh bertanggung jawab atas kehamilanmu?"
"Apa maksudnya mas bertanya seperti itu? Mas pikir aku jual diri? Tega kamu mas! Aku cuma tidur dengan Mas Hendro! Aku masih bisa mencari uang halal! Jadi buat apa jual diri segala? Anak yang ada dalam perutku memang anakmu mas!" Seketika air matanya menetes di pipinya.
"Terus mengapa waktu itu, kamu dengan gampangnya, rela memberikan tubuhmu secara cuma-cuma padaku? Padahal waktu itu, kita baru saja berkenalan!"
"Itu semua karena aku mencintaimu mas!"
"Lupakan saja perasaan cintamu itu! Aku masih mencintai istriku! Dan aku belum bisa berpoligami!"
"Aku juga nggak menuntut mas untuk menikahiku! Aku terima kenyataan kalau aku tidak bisa menikah denganmu mas! Karena cinta kan nggak harus memiliki! Aku juga sadar diri mas! Aku ini cuma janda miskin! Sedangkan Mas Hendro seorang purnawirawan TNI! Jadi, kita nggak mungkin bisa bersatu!" Air matanya mengalir semakin deras.
"Jangan berkata seperti itu, Rinda!" Pak Hendro merasa iba melihatnya.
"Kalau memang Mas Hendro nggak mau menafkahi anak ini, lebih baik aku gugurkan saja bayi dalam perutku ini!" Ancamnya.
"Jangan Rinda! Bayi itu sama sekali tidak berdosa! Lagi pula kalau kamu menggugurkan jabang bayi itu, kamu sama saja melakukan dosa besar! Karena kamu telah membunuhnya!" Nasihat Pak Hendro.
"Jadi Mas Hendro mau menafkahi anak ini?"
"Iya, aku mau! Tapi aku belum sanggup kalau untuk menikahimu!"
"Iya mas, aku mengerti! Sebentar mas, biarkan aku pesankan minuman!" Rinda pun bangkit berdiri dan berjalan menuju bar. Tidak berapa lama, janda itu kembali menghampiri Pak Hendro sambil membawa segelas minuman beralkohol.
"Sebagai ucapan terima kasih! Mari kita minum bersama mas!" Rinda memberikan minuman itu pada Pak Hendro. Lalu ia mengambil gelas miliknya. Mereka saling menempelkan gelas di tangan masing-masing. Tanpa ragu-ragu, Pak Hendro menenggak minuman beralkohol itu.
Di dalam kamar sebuah hotel sederhana, terlihat Pak Hendro terbaring di atas ranjang yang diselimuti seprei dan duvet berwarna putih. Lelaki berkulit sawo matang itu perlahan membukakan kedua matanya. Begitu kedua matanya terbuka, ia melihat plafon kamar yang berwarna putih. Ia tampak bingung. Pak Hendro pun memandangi sekelilingnya. Sebuah tv LCD terlihat berada di atas meja di depan ranjang. Lalu ia mendengar suara gemericik air dari arah sebelah kanan. Pak Hendro sangat terkejut ketika melihat beberapa buah helai pakaian tercecer di atas lantai granit. Ia semakin bertambah kaget begitu suami Bu Erina itu menatap ke arah badannya.
"Aku dimana ini?" Pak Hendro memandangi bagian dada dan perutnya yang berada dalam tanpa baju. Disaat hatinya penuh tanda tanya, lelaki itupun mencoba memberanikan dirinya untuk membuka bedcover yang menutupi tubuhnya bagian bawah. Begitu bedcover berhasil disibakkan, ia melihat bagian tubuhnya bagian bawah tanpa sehelai benangpun menutupi ***********. Disaat ia dalam keadaan bingung dan gelisah, tiba-tiba saja pintu ruangan kecil di sebelah kanan, yang merupakan kamar mandi, terbuka dengan perlahan. Seorang perempuan muda berwajah manis bertubuh sintal tampak keluar dari dalam kamar mandi, hanya menggunakan sebuah handuk berwarna putih. Sehingga lekuk tubuhnya terlihat sangat jelas.
"Sudah bangun mas?" Tanya perempuan itu.
"Rinda! Kita sekarang ada dimana? Apa yang telah terjadi? Mengapa aku dalam keadaan tanpa pakaian begini?" Pak Hendro tampak syok.
"Mas Hendro masa lupa dengan semua yang telah kita lakukan tadi?" Tanya balik perempuan yang bukan lain adalah Rindarti.
"Memangnya kita melakukan apa? Aku benar-benar tidak ingat sama sekali! Terakhir kali yang aku ingat, kita minum di diskotik Shangrila!"
"Kita telah melakukan hubungan layaknya suami istri untuk yang kedua kalinya, mas! Mungkin karena Mas Hendro mabuk berat, jadi lupa dengan semua yang telah kita lakukan!"
"Apa kamu bilang? Jadi kita sudah melakukan hubungan terlarang lagi, Rinda?"
"Kenapa Mas Hendro tampak kaget? Bukankah sebelumnya kita sudah pernah melakukannya? Kita sama-sama sudah terlanjur terjun ke lembah dosa, tidak ada yang perlu disesali! Kita nikmati saja kenikmatan dunia ini, mas! Bukankah Mas Hendro lebih menyukai tubuh dan permainanku dibandingkan istrinya mas?"
"Kalau boleh jujur, tubuhmu lebih nikmat dibandingkan dengan istriku! Kamu juga sangat pandai melayaniku!" Pak Hendro kembali menyibakkan bedcover yang menutupi tubuhnya. Ia pun bergegas turun dari atas ranjang dan berkelebat ke arah Rindarti.
"Seriuskah yang kamu katakan mas?" Tanya Rindarti seolah masih tidak percaya dengan ucapannya.
"Aku berkata sejujurnya, Rinda!" Pak Hendro memegang kedua lengan Rindarti.
"Terima kasih mas! Walaupun usia kita jauh berbeda, tapi aku sangat mencintaimu mas! Kamu masih sangat gagah dan perkasa!"
"Karena tadi aku sama sekali tidak sadar telah bersenang-senang denganmu, aku ingin kita melakukannya lagi, Rinda!"
"Tapi, aku baru saja mandi, mas! Rambutku saja masih basah!" Jawabnya dengan manja.
"Itu bukan masalah, Rinda! Nanti kamu bisa mandi lagi!" Tanpa basa-basi lagi, Pak Hendro mencium bibir Rindarti yang tebal. Setelah puas berciuman, Pak Hendro melepaskan handuk yang melilit tubuh Rindarti. Kini sepasang dua manusia itu sama-sama tanpa sehelai benangpun. Mereka pun kembali melakukan hubungan terlarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments