Malam Pertama

Setelah resepsi pernikahan usai dilaksanakan, Yuda pulang ke rumahnya Pak Antony. Sedangkan Pak Hendro dan keluarga besarnya berlibur bersama. Monas dan Ancol menjadi tujuan liburan mereka.

"Yuda, sekarang kamu sudah resmi menjadi suaminya Windy. Saya harap kamu bisa menjadi imamnya Windy. Saya harap kamu bisa menerima semua kekurangan Windy. Bisa mendidiknya dengan sabar. Kamu sudah tahu sendiri, selama ini Windy hidup dalam pasungan. Jadi, banyak hal yang harus Windy pelajari. Seperti menjadi seorang istri yang shalihah. Karena selama ini bapak tidak pernah mengajarinya shalat dan mengaji." Kata Pak Antony sambil duduk di sofa yang berada di ruang keluarga.

"Insha Allah sebagai seorang suami saya akan mengajari Windy dengan ikhlas dan sabar!"

"Terima kasih Yuda! Kamu sudah menerima Windy dengan tulus ikhlas. Seribu banding satu laki-laki sepertimu!" Puji Bu Lusiana.

"Saya juga laki-laki biasa, bu! Saya juga banyak kekurangannya! Kalau ada sikap saya yang tidak baik atau ada yang salah, bapak dan ibu jangan sungkan-sungkan untuk menasihati saya." Pintanya.

"Iya Yuda. Mulai hari ini, lebih baik kamu tinggal disini. Karena Windy itu anak tunggal kami. Jadi kalau Windy tidak tinggal disini, kita akan merasa kesepian. Walaupun selama ini Windy hidup terkekang." Kata Pak Antony.

"Insha Allah saya akan tinggal disini bersama dengan istriku."

"Terima kasih Yuda."

"Sama-sama bu. Mari kita shalat isya berjamaah pak, bu, Windy!" Ajaknya.

"Iya Yuda. Ruang shalatnya ada di lantai atas." Ucap Bu Lusiana.

"Kamu memang menantu yang pantas untuk Windy, Yuda!" Puji Pak Antony. Yuda hanya tersenyum. Mereka pun bergegas menunaikan ibadah shalat maghrib berjamaah. Yuda yang bertindak sebagai imam.

"Ya Allah Ya Tuhanku! Ampunilah dosa-dosaku selama ini! Dosaku sudah menggunung tinggi, sedalam lautan! Saya sudah dzalim pada anak kandungku sendiri, ya Allah! Hamba malu padamu ya Allah! Hamba ingin bertobat padamu ya Allah! Ampunilah segala dosa-dosa hamba ya Allah! Aamiin ya rabbal'alamiin." Air mata membasahi kedua pipi Pak Antony.

"Ya Allah! Syukur alhamdulilah aku panjatkan kehadirat-Mu yang telah memberikan jodoh Yuda untuk Windy! Terima kasih atas pertolongan-Mu! Sehingga suami saya mau bertobat dan kembali ke jalan-Mu!" Aamiin ya rabbal'alamiin." Doa Bu Lusiana. Ia merasa bersyukur dan bahagia.

"Ya Allah Ya Robb! Alhamdulillah hamba kini sudah menikah, untuk menyempurnakan ibadah hamba! Semoga pernikahan ini Engkau ridhoi ya Allah! Semoga Engkau menjadikan hamba dan keluarga hamba, selalu berada di jalan-Mu! Semoga kami diberikan keturunan yang shaleh dan shalihah. Aamiin ya rabbal'alamiin." Doa Yuda.

Selesai menunaikan shalat isya, mereka pun menikmati makan malam bersama. Keluarga harmonis tampak menghiasi meja makan. Senda gurau dan canda tawa terlihat mewarnai keluarga kecil itu yang duduk bersama di ruang keluarga sambil menikmati tayangan televisi. Rumah yang tadinya setiap hari diselimuti kesunyian, kini semenjak ada Yuda, menjadi ada kehangatan di rumah mewah itu.

"Sudah jam sembilan lebih! Lebih baik sekarang kalian istirahat, Yuda, Windy! Tadi seharian kan kalian cape menyambut tamu! Bapak sama ibu juga mau istirahat!" Pinta Bu Lusiana.

"Iya bu. Ayo kita ke kamar dek!" Ajak Yuda pada perempuan yang belum lama menjadi istrinya itu. Windy pun menganggukkan kepalanya.

"Pak, bu! Kita ke kamar dulu!" Yuda beranjak dari duduknya.

"Iya Yud!" Balas Pak Antony dan Bu Lusiana berbarengan. Yuda dan Windy berjalan perlahan menuju kamar mereka. Rasa gugup dan grogi menyelubungi tubuh pengantin baru itu.

Mereka memasuki kamar tidur yang berukuran besar. Seprei dan bedcover berwarna putih menyelimuti ranjang yang juga berukuran besar. Bunga mawar bertebaran di atasnya. Pada keempat sudut ranjang terdapat tiang kecil yang menopang bagian atas ranjang. Tirai transparan berwarna putih menghiasi bagian atas dan samping tempat tidur.

Setelah masuk ke dalam kamar, Yuda pun menutup dan mengunci pintunya. Lelaki itu mendekati tubuh istrinya yang berdiam diri. Kedua tangannya memegang jari-jemari Windy.

"Sayang! Sekarang kita telah resmi menjadi pasangan suami istri! Jadikan aku imammu! Aku akan membimbing dan mendidikmu! Apa kamu bersedia dek?" Windy pun menganggukkan kepalanya.

"Aku akan menerima segala kelebihan dan kekuranganmu. Aku mohon kamu juga mau menerima segala kelebihan dan kekuranganku, dek! Aku sangat mencintaimu! Apa kamu juga mencintaiku?" Lagi-lagi Windy menganggukkan kepalanya. Yuda pun mencium keningnya dengan penuh kasih sayang.

"Aku juga sangat mencintaimu mas! Kamu sudah membebaskan diriku dari pasungan yang selama ini menyiksaku. Kamulah pahlawanku, mas! Aku bersyukur pada Allah, karena Allah telah memberikan pertolongan-Nya melalui dirimu, mas!" Ucapnya dalam hati. Air matanya menetes di pipinya.

"Kenapa kamu menangis dek? Janganlah lagi kamu bersedih! Sekarang ada aku yang selalu menjagamu dan melindungimu! Aku akan membahagiakanmu, dek!" Yuda mengusap air matanya dengan jarinya.

Malam ini adalah malam pertama kita

Malam ini milik kita berdua

Malam ini kita jadikan sebagai malam penuh cinta

Jangan ada lagi kesedihan

Yang ada hanya kebahagiaan

Jangan lagi ada air mata

 Yang ada hanya senyum dan tawa

Yuda mengalunkan puisi cinta yang romantis. Membuat hati Windy berbunga-bunga. Begitu juga dengan Yuda. Ia sangat bahagia bisa memiliki istri secantik Windy. Iya berusaha ikhlas dan menerima kekurangan yang ada pada dirinya. Dengan penuh kemesraan, mereka pun mengarungi malam pertama mereka, dengan penuh cinta.

Sementara itu, di dalam rumahnya Pak Hendro dan keluarga besarnya sedang asyik menonton TV. Rumah itu terlihat sangat ramai.

"Tadi, pesta pernikahannya sangat meriah ya!" Seru Bulik Endang.

"Iya! Aku juga tidak menyangka pestanya akan meriah seperti itu! Apalagi dekorasinya super mewah! Makanannya komplit sudah kayak pasar malam!" Balas Budhe Herni.

"Tamu-tamunya juga kebanyakan dari kalangan atas! Naiknya saja mobil-mobil mewah!"

"Apalagi karangan bunganya berjajar sampai jalan! Sudah seperti pernikahannya artis!" Nuri ikut bersuara.

"Pak Antony kan anggota DPR! Wajar sekali kalau tamunya orang-orang berduit! Terus pelanggannya Yuda kan juga orang-orang kaya!" Sahut Pakdhe Arman.

"Kamu memang beruntung bisa mempunyai besan seperti Pak Antony dan Bu Lusiana, Bulik Erina!" Celoteh Budhe Herni.

"Alhamdulillah Budhe! Aku juga tidak pernah kepikiran akan punya besan seperti mereka!"

"Pasti habisnya sampai ratusan juta ya, Bulik?" Tanya Nuri.

"Kalau soal itu, aku tidak tahu, Nuri!" Balas Bu Erina.

"Sudah pasti habis ratusan juta, Nuri! Sewa gedungnya saja pasti mahal!" Sahut Budhe Herni yang merupakan ibu kandungnya.

"Terima kasih ya budhe, pakdhe, bulik, semuanya! Sudah bersedia jauh-jauh dari luar kota datang kesini untuk ikut memberikan doa dan restunya untuk Yuda dan Windy. Semoga mereka berdua menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, dan warahmah." Doa Bu Erina.

"Aamiin ya rabbal'alamiin." Jawab hampir semua orang yang ada di tempat itu.

"Kita semua juga mengungkapkan terima kasih sama Pak Hendro dan Bu Erina. Sudah mengajak kita semua jalan-jalan keliling Jakarta. Kalau tidak ada acara pernikahan begini, mana mungkin kita bisa kumpul seperti ini." Kata Budhe Herni.

"Iya Budhe! Tapi ini tidak bisa kumpul semua!" Sahut Bulik Endang.

"Semoga besok kalau nikahannya Angga, bisa kumpul semua ya!" Ucap Bu Erina.

"Aamiin! Semoga kita semua diberikan umur panjang." Doa Budhe Herni.

"Aamiin." Jawab mereka berbarengan.

"Kapan nih Angga mau nyusul Yuda?" Tanya Paklik Karsono.

"Doakan saja secepatnya Paklik!" Angga tersenyum.

"Pasti Paklik doakan. Semoga kamu mendapatkan jodoh yang cantik dan baik seperti Windy!"

"Paklik Karsono nggak tahu kalau Windy itu seorang tunawicara!" Celetuknya dalam hati.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!