Aku Menikahi Musuhku
Nara tersenyum lebar menatap teman-temannya yang ingin segera pulang dari rumahnya. Mereka sudah bermain seharian penuh hingga waktu pun tak disadari oleh mereka jika sudah menjelang Maghrib. Kebetulan orang tua mereka masing-masing sudah menjemput mereka di rumah Nara.
"Nara kami pulang dahulu. Jangan merindukan kami!" canda teman-temannya yang membuat Nara ikut tertawa pelan bersama mereka.
Ada tatapan tidak ikhlas di mata anak itu saat melihat temannya satu persatu telah dijemput oleh orangtua mereka. Nara merasa jika lagi-lagi rumahnya akan sepi. Ia tak memiliki lagi teman bermain dan Nara hanya diam di dalam kamar bersama bonekanya.
Orangtuanya terus bekerja dan Nara seorang diri tinggal di rumah bersama dengan pembantunya. Nara ingin sekali untuk berkumpul bersama mereka. Tapi dia sadar jika orangtunya tak akan bisa melakukan itu karena mereka selalu disibukkan oleh pekerjaan masing-masing.
"Nara!" Nara berbalik dan menatap ayah dan ibunya yang pulang bersamaan.
Bagaikan sebuah mimpi saat melihat mereka di sini. Nara dengan cepat menghampiri mereka dan menghambur dalam pelukan orangtuanya.
"Papa! Mama!!" teriak Nara dan mengecup pipi mereka. Ini adalah kejutan terindah untuknya. Ia tak menyangka jika mereka akan pulang.
Mata Nara berkaca-kaca karena saking bahagianya melihat mereka ada di sini. Seakan Tuhan mendengar permohonannya.
"Nara! Kamu baik-baik saja di rumah?" tanya sang ibu sambil mengusap kepala Nara penuh kasih.
Nara menggeleng lemah membuat kerutan di wajah pasangan suami istri itu. Mereka saling pandang dengan tatapan khawatir.
"Katakan ada apa?" tanya ayahnya yang mulai naik pitam karena berpikir jika ada orang yang sudah menyakiti putri kesayangannya.
"Nara tidak baik-baik saja karena Nara selalu merindukan kepulangan kalian. Apakah kalian tidak bisa tinggal di rumah bersama ku?" tanya Nara dengan mata penuh harap.
Pasangan suami istri itu diam tak berkutik saat mendengar permohonan yang keluar dari mulut sang anak. Mereka sangat ingin melakukan apa yang diharapkan Nara, tapi lagi-lagi mereka harus menelan kekecewaan saat banyaknya tugas yang mengantri hingga tak memiliki waktu istirahat dan bermain bersama anak tercinta.
"Nara! Ketika kamu besar kamu akan mengerti dengan kerasnya pahitnya kehidupan. Kita harus bertahan dan terus bekerja agar tetap memiliki kondisi keuangan yang baik dan hidup enak."
Nara kecewa dengan jawaban yang dilontarkan. Air matanya pun tumpah tapi sebisa mungkin ia menahannya. Nara menghapus air mata yang terlanjur membasahi pipinya.
Anak itu tersenyum getir seolah tak terjadi apapun. "Ma! Pa! Maafkan dengan permintaan ku."
"Anak Papa! Kamu berhak meminta itu. Jangan bersedih kami berdua akan berusaha untuk memberikan waktu luang kami untuk mu."
Nara pun tersenyum lebar dan mengangguk. Ia mengerahkan jari kelingkingnya di depan orangtuanya seolah tengah membuat janji dengan mereka.
"Janji?"
Sang ibu dan ayah pun tertawa dan mereka sama-sama menautkan kelingking mereka di kelingking kecil Nara.
"Anak mama sayang. Mama dan Papa bukan tidak mempedulikan mu. Tapi ini sudah keinginan waktu. Jika kami bisa kami akan meluangkan waktu untuk mu. Apapun demi Nara yang cantik ini pasti kami akan penuhi. Iya kan Pa?"
"Apa yang dikatakan oleh Mama benar sayang."
"Yey!!"
"Sekarang kita makan. Papa bawakan makanan kesukaan Nara."
"Asyik kita makan-makan."
Nara sangat bahagia melihat makanan kesukaannya yang ada di tangan sang ayah.
Meraka pun sama-sama menuju dapur dan duduk dengan semangat di depan meja menunggu makanan tersebut dihidangkan oleh sang ibu.
"Papa apa pekerjaan kalian?" tanya Nara amat serius.
Sang ayah diam beberapa detik sebelum menjawab pertanyaan anaknya.
"Kamu ingin tahu apa yang ayah kerjakan? Besar lah dulu baru kamu akan mengetahuinya dan mengerti."
Nara mengercutkan bibirnya. Kenapa ayah dan ibunya tak pernah ingin memberitahukan pekerjaan mereka. Nara selalu bertanya-tanya pekerjaan seperti apa yang membuat mereka tak ingin pulang.
"Hm baiklah."
"Makanannya sudah siap!!"
Sang ibu datang membawa makanan tadi ke atas meja.
"Yey!!" Nara bertepuk tangan senang. "Kita makan-makan."
Ayahnya tertawa melihat rekasi senang sang putri. Mereka pun mengusap kepala Nara penuh kasih sayang.
__________
Nara mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia pun perlahan membuka mata kecilnya tersebut lalu menguceknya.
"Mama! Papa! Nara ingin buang air kecil."
Nara pun mengusap kasur di sampingnya yang kosong. Ia langsung duduk dan mencari mereka yang tak ada di kamar.
Mata Nara kembali berair saat tak mendapatkan apapun di dalam kamarnya.
"Mama! Papa! Kalian di mana?" tanya Nara hendak menangis.
Prang!!
Tak!!
Prang!!
Dor
Suara-suara itu membuat Nara ketakutan. Ia memeluk bonekanya yang berada di dekapannya dengan tubuh yang bergetar.
"Sebenarnya ada apa?" tanya Nara kepada dirinya sendiri. "Apa yang sudah terjadi di luar? Kenapa sangat ribut?"
Nara pun memberanikan diri untuk keluar dari kamar dan berjalan mengendap-endap untuk melihat keadaan di luar yang penuh dengan keributan. Terdengar suara bantingan dan juga ada tembakan.
Air mata sudah tak terhalau lagi. Luruh begitu saja hingga Nara merasakan jika hidungnya tersumbat.
Saat menuruni tangga Nara pun bisa melihat di luar sana terdapat orangtuanya yang ditahan dengan beberapa orang yang berpakaian hitam dan topeng yang mencoba untuk menerobos masuk ke rumah mereka.
Nara terkejut. Ia mundur selangkah ke belakang. Anak itu dengan jelas melihat bagaimana orangtuanya yang penuh darah di depannya. Mereka menahan sakit dan Nara merasa sangat trauma melihat pemandangan yang sama sekali tak pernah dilihatnya seumur hidup anak itu.
Ternyata sang ibu melihat Nara yang berisi di atas tangga.
"Nara!! Pergilah dari sini! Pergi cepat!!"
Nara mengeratkan pelukannya pada boneka yang selalu dibawanya. Anak itu berusaha untuk tetap tenang dan tak akan meninggalkan orangtuanya dalam kondisi seperti itu.
"Nara dengarkan lah Papa! Pergi dari sini."
Deg
Nara menatap orang yang duduk di sofa dengan bibir yang tersenyum miring serta tatapnya yang tajam dan mematikan.
Sementara itu pistol berada di tangannya mengarah tepat pada kedua orangtuanya.
Nara pun melihat tatapan penuh mohon dari orangtuanya hingga ia pun terpaksa lari dan meninggalkan mereka.
Dor
Nara ingin menoleh ke belakang saat mendengar suara tembakan lalu diiringi dengan teriakan orangtuanya. Tapi ada bisikan yang membuat Nara memutuskan tak menoleh ke belakang.
Ia menangis kencang dan berusaha untuk mencari tempat persembunyian. Ia pun masuk ke dalam sebuah lemari dan memejamkan mata sambil memeluk bonekanya dengan kuat.
Suara yang ia baru saja dengar sudah menjelaskan kepada Nara jika mereka sudah tak ada lagi di dunia untuk menemani Nara tumbuh. Nara menahan penderitaan itu dengan mendekap boneka kesayangannya.
"Mama! Papa! Hiks, kalian tidak menepati janji kalian," ucap Nara sambil menahan tangis.
Nara berharap ada pertolongan yang dikirimkan Tuhan untuknya agar ia bisa keluar dari sini.
Krek
Dada Nara pun bergetar dan ia sudah memberikan ancang-ancang untuk memukul orang yang membuka pintu lemari tempatnya bersembunyi.
Nara menatap orang yang tengah tersenyum ke arahnya. Pria itu adalah asisten dan sekaligus bodyguard pribadi ayahnya.
"Paman!"
"Nara! Cepatlah keluar!"
"Kau akan menyelamatkan ku?" tanya Nara dengan senyum mengembang.
"Kau benar. Aku akan menyelamatkan mu. Cepatlah keluar."
Nara mengangguk lalu keluar dari persembunyiannya.
"Paman. Ayah ku."
"Aku tahu, aku akan berusaha untuk menyelamatkan mereka."
Ia menggendong tubuh Nara. Nara bahkan tak peduli lagi dengan tubuh bodyguard sang ayah itu yang penuh dengan bercak darah.
______
TBC
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
Laras Azfar
aku mampir thor
2022-11-07
2