7 TAHUN KEMUDIAN
Rintikan hujan di malam itu membuat seseorang juga ikut meneteskan air matanya. Ia menoleh ke atas langit yang tampak gelap di malam dari malam-malam sebelumnya.
Tidak ada yang menarik bahkan bintang-bintang juga tak muncul di malam ini. Semuanya penuh kehampaan. Nara seorang anak sebatang kara korban dari pembantaian beberapa tahu yang lalu tumbuh menjadi anak yang cantik dan hidupnya selalu bersanding dengan kehidupan kelam.
Ayah dan ibunya sudah 7 tahun belakangan ini tidak menepati janji yang mereka buat sebelum akhirnya berpisah. Perpisahan itu membuat luka yang sangat besar di hati Nara.
Seakan dunianya hancur. Selama ini ia selalu memasang topeng di tempat ramai seolah-olah dirinya baik-baik saja. Padahal kenyataannya ia selalu menangis di malam hari setiap mengingat wajah kedua orangtuanya.
Tapi Nara sangat bangga kepada orang yang selama ini menemaninya. Sosok yang tanpa kenal lelah mendukungnya dan membuat Nara mengerti dengan arti kehidupan. Dan orang yang sedikit demi sedikit membuatnya percaya jika hidup ini banyak hal yang harus dilakukan dan ia tak boleh selalu larut dalam kesedihan.
Ia harus hidup bahagia agar orangtunya di atas bisa bahagia dengan melihat anak mereka yang menjalankan kehidupan dengan ikhlas dan perlahan keluar dari lingkaran hitam yang selalu membelenggunya.
"Nara."
Deg
Nara terkejut mendengar suara tersebut. Ia sangat mengenali suara itu. Pemilik suara tersebut adalah Alden yang selama ini yang terus menjaganya menjadikan orangtuanya yang kedua.
Cepat perempuan itu menghapus jejak air matanya sebelum Alden melihat. Nara melatih senyum lalu berbalik dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
Tampak tak ada beban sama sekali di raut wajah wanita itu. Tapi sekuat apapun Nara menyembunyikan kesedihan itu bagi seorang Alden tetap akan mengetahuinya.
Alden menarik napas panjang dan menatap Nara dengan cukup dalam yang membuat Nara tak bisa menerjemahkan tujuan tatapan itu. Ia menundukkan kepala namun tiba-tiba Nara merasakan sebuah pelukan hangat yang diberikan oleh Alden.
"Sudah tujuh tahun aku menjaga mu. Sekarang kau tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik. Nara, ku harap kau tak lagi meneteskan air mata mu. Akhiri lah tangisan mu ini. Kau tak pantas menangis tiap malam."
Deg
Nara segera mendongak. Ia menatap Alden tidak percaya. Bagaimana bisa Alden mengetahuinya selama ini ia selalu diam-diam menangis.
"Paman." Nara hendak menjauh tapi Alden malah mendekap Nara semakin kuat.
"Tetaplah seperti ini. Aku tahu kau selama ini membutuhkan sebuah pelukan kasih sayang. Maka aku memberikan pelukan ini untuk mu agar kau bisa menganggap jika aku adalah orang yang tak akan pernah meninggalkan mu."
Nara tak mampu menahan air matanya. Ia merasa terharu setiap mendengar kata-kata Alden yang sangat menginginkannya bahagia. Begitu tulusnya Alden kepadanya.
"Hiks, terima kasih Paman. Kau memang orang yang paling baik."
Alden tersenyum simpul. Ia melepaskan pelukannya dengan Nara. Kemudian Alden menghapus air mata Nara yang tersisa di pipinya.
"Kau adalah anak yang cantik Nara." Alden terdiam setelah itu sambil memperhatikan Nara dengan tatapan penuh arti.
Tak terasa baginya telah mengurus Nara sudah sangat lama. Nara adalah wanita tercantik yang pernah ia lihat. Alden merasa tak sia-sia sudah mengurus Nara.
Tanpa sadar ia menyeringai membuat Nara langsung terkejut saat melihat sosok lain dari tubuh Alden.
"Paman."
Alden tersadar dan segera ia mengerjapkan matanya. Pria itu menghela napas sejenak dan memejamkan mata.
"Tidurlah."
"Aku tidak bisa tidur."
"Aku yang akan menemani mu tidur malam ini."
"Kau serius dengan ucapan mu itu Paman?" Alden mengangguk.
Nara yang masih memiliki sifat kekanak-kanakan pun menarik tangan Alden dan membawanya ke tempat tidur.
"Paman aku malam ini ingin memeluk mu hingga pagi."
"Kau bebas melakukan apapun."
Nara menganggap hubungannya dengan Alden sebagai seorang paman dan keponakannya. Sementara itu Alden mengaggap Nara sebagai seorang perempuan. Ia bahkan tertegun saat Nara memeluk tubuhnya.
"Aku tidak akan melepaskan mu Nara." Bisikan yang terdengar seperti sebuah obsesi.
"Paman apa yang kau katakan?" tanya Nara dan menatap Alden dengan pandangan sayu.
Alden menghela napas panjang dan menggeleng pelan.
"Aku tak mengatakan apapun."
"Tapi aku tadi mendengarnya."
"Aku mengatakan jika kau harus segera tidur."
"Siap Bos."
Dengan semangat Nara pun kembali memejamkan matanya dan berkelana di dunia mimpi. Sedangkan ia tak menyadari jika tengah ditatap dengan pandangan tajam.
_________
"Paman apa kau tidak akan menjemput ku lagi nanti?"
"Aku banyak urusan dan maafkan aku tidak bisa menjemput mu."
Nara mengercutkan bibirnya dan menatap kecewa ke arah Alden. Anak itu sangat menggemaskan dengan tatapan yang tampak kesal. Alden bahkan tidak menyangka jika wanita yang di depannya adalah anak yang kemarin baru saja berulang tahun ke 10.
"Paman. Padahal aku ingin mengajak mu pergi. Aku sangat ingin jalan-jalan dengan mu sore ini."
"Maafkan aku." Alden mengusap kepala Nara yang membuat anak itu langsung diam seribu bahasa merasakan usapan lembut di kepalanya.
"I..iya."
"Masuklah."
"Baik Paman."
Nara pun pergi. Di depan gerbang ia melihat ada temannya yang memanggil namanya.
"Nara!"
"Iya?"
"Paman mu lagi yang mengantar?"
"Hm."
"CK dia sangat tampan. Andai aku bisa memiliki suami seperti Paman mu itu. Atau aku saja yang bersamanya." Nara tampak tak setuju dengan ucapan temannya tersebut.
"Apa yang kau katakan? Kau sungguh membuat ku jengkel. Aku tak ingin memiliki Tante seperti mu."
Mereka pun terus bertengkar hingga sampai di dalam kelas.
Setelah melihat Nara yang sudah masuk ke dalam sekolahnya membuat Alden pun memutuskan untuk masuk ke dalam mobil.
Ketika ia hendak menjalankan mobil tersebut, Alden melihat ada seorang wanita yang tengah menyantap makanannya di kursi belakang.
Ia hanya menatap datar wanita tersebut. Sementara itu sang wanita hanya menyeringai dan menyilangkan kakinya.
"Kau tahu drama mu selama ini membuat ku takjub. Akting mu sangat bagus, tampaknya kau lebih cocok untuk menjadi aktor. Ah sudahlah. Kau memang aktor terbaik."
Alden diam dan tak mempedulikan wanita tersebut. Ia pun menjalankan mobil itu menuju kantornya.
"Kenapa kau hari ini ikut dengan ku? Apakah si ba.jingan itu tidak bersama mu?"
"Hey siapa yang kau bilang baj.ingan itu?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul di bagian garasi.
"Kau ada di sini rupanya. Kalian berdua hanya memberatkan mobil ku saja."
"Oh No, kau pikir kami ini adalah beban mu?"
"Hm."
"Yang benar saja. Aku tidak terima dengan ucapan mu itu."
"Aku tidak peduli."
"Dasar pria kaku!" umpat Monica dengan pandangan bosan.
___________
TBC
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments