Part 4

Alden menatap dingin orang yang tersungkur di depannya dengan tubuh yang terantai. Tidak ada senyum di wajahnya ketika melihat pria itu yang sangat memprihatikan tak ada juga rasa simpati yang ia tunjukkan.

Bahkan teman-temannya sendiri melihat Alden yang sangat kejam membuat mereka terdiam dan tak berani untuk mencari masalah dengan pria itu. Alden sangat mengerikan jika sedang marah. Nafsu membunuhnya sangat tinggi dan tak akan mengenal lawan maupun kawan.

"Apa yang sudah kau lakukan?" tanya Alden dengan mata lurus menatap ke depan. Siapapun yang bertatapan langsung dengan pria itu maka akan merinding sendiri.

"Bukan kami yang melakukan itu. Kau salah orang. Apakah kau pantas disebut orang baik jika telah membuat seseorang menderita dan kau tidak peduli dengannya." Mereka berusaha untuk mencari cara agar bisa lepas dari rantai yang mengikat tubuh mereka.

"Aku memang orang yang sangat kejam. Apa semua yang telah aku lakukan kurang jelas di mata mu? Apakah kau ingin aku melakukannya sendiri agar kau diam dan tahu jika aku adalah pencabut nyawa mu?"

Dor

Tembakan pun didapatkan di kaki pria tersebut. Ia menggerang kesakitan merasakan timah panas yang menjalar di kakinya. Kini ia pun tahu jika ajalnya adalah hari ini.

Alden hany tersenyum miring dan menatap pria itu dengan padangan meremehkan. Mereka berani melawan dirinya dan tak ingin mematuhi ucapannya. Maka inilah yang akan didapatkan oleh pria itu. Kematian yang sangat menggenaskan.

"Apakah semuanya sudah jelas? Apakah kau melihatnya sendiri aku baru saja menembak mu."

"Kau memang pisikopat," ujarnya dengan sisa nyawa yang sudah diujung tenggorokan.

"Jika kau tahu kenapa kau masih terkejut. Apa kau ingin aku membuktikannya sekali lagi?" tanya Alden penuh dengan suara yang sangat dalam dan terdengar sangat mengerikan.

"Kau! Kau sangat jahat sudah membunuh majikan mu sendiri. Kau adalah musuh yang ingin merebut semua kekayaan majikan mu. Semua harta yang kau dapatkan adalah harta yang tidak pernah sah. Bagaimana jika Nara tahu bahwa orang yang sudah membunuh orangtuanya adalah orang yang paling sok peduli kepadanya. Padahal kaulah musuh sesungguhnya."

Napas Alden memburu saat mendengar ucapan pria itu yang memancing amarahnya. Ia mengangkat pistol di depan pria tersebut. Dadanya kembang kempis menunjukkan jika tak ada lagi rasa simpati kepada pria itu. Bahkan sepeserpun tak pernah ada.

"Kau sudah melewati batas mu."

Dor

Setelah terdengar suara tembakan itu maka pria tersebut pun sudah tak lagi bernyawa. Alden masih merasa sangat emosi dengan ucapan yang baru saja dikatakan oleh pria itu. Ia merasa tidak puas jika hanya menembaknya sekali.

Alden menembaknya beberapa kali hingga tubuhnya pun tampak rusak. Alden memejamkan mata dan menjatuhkan tangannya. Beberapa kali terdengar suara tarikan napas dari pria tersebut.

Ia pun berbalik dan pergi dari ruang eksekusi. Kemudian anak buah nya yang lain pun mengikuti Alden.

"Bersihkan mayat mereka."

"Baik Tuan."

"Woah kau benar-benar membuatnya mati dengan cara menggenaskan," ucap Monica merasa takjub.

Edgar pun menyenggol Monica yang sudah terlalu banyak berbicara.

"Hentikan omong kosong tak berguna mu itu. Kau tidak melihat jika dia sangat mengerikan. Apakah kau ingin diri mu selanjutnya yang akan dia bunuh?" bisik Edgar memperingati Monica.

Monica terdiam dan menatap Alden yang terus berjalan dengan penuh wibawa. Tapi syukurlah pria itu tak menganggap serius ucapannya tadi.

"Dia benar-benar sangat mengerikan?"

"Apakah kau masih memiliki waktu untuk bertanya seperti ini. Konyol sekali padahal kau sudah mengikutinya bertahun-tahun."

Edgar kemudian pergi meninggalkan Monica yang terlalu banyak berbicara.

Sedangkan Alden menatap meja kerjanya cukup lama. Ia pun duduk di kursi kebesarannya setelah menarik napas panjang.

"Jangan biarkan Nara mengetahui hal ini."

"Dia tidak akan tahu jika kau tidak memberitahu dia," sindir Monica dengan senyum meremehkan

"Aku tidak pernah memberitahukan dia."

"Apakah kau tahu jika kau sering kali memberikan singnyal kepadanya seolah-olah kau adalah pembunuhnya. Dia tentu sangat mengingat jelas tatapan orang yang sudah membunuh orangtuanya."

Alden teridam cukup lama. Edgar mengacungkan jempol atas keberanian Monica yang sudah berani menyindir atasan mereka.

"Kau memang keren. Lebih keren lagi jika kau dibunuh oleh-nya."

____________

"Paman!"

Nara mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia pun mengusapnya dan menatap Alden yang menjulang berdiri di depannya.

"Kau tertidur lagi untuk menunggu ku?" tanya Alden pelan.

Nara mengangguk lugu. "Aku menunggu Paman."

"Bangunlah," ujar Alden dan menjulurkan tangannya kepada Nara.

Nara pun meraihnya dan tersenyum ke arah pria itu.

"Paman aku sudah belajar memasak. Aku ingin kau mencoba mencicipinya."

"Baiklah." Nara pun membawa Alden ke meja makan. Ia menunjukkan masakannya yang baru saja dibuatnya untuk Alden.

Alden duduk di meja makan lalu menyantap hidangan yang diberikan Nara. Nara dengan semangat menunggu reaksi Alden untuk mengomentari masakannya.

"Sangat enak. Kau memang pandai memasak. Besok-besok masak kan lah lagi untuk ku."

"Kau serius Paman? Kau sangat menyukainya?"

"Hm."

Nara menatap Alden berbinar. Ia pun menarik tangan pria itu lalu memeluknya.

"Kenapa kau masih seperti anak kecil?"

"Paman? Benarkah? Aku seperti anak kecil?"

"Menurut ku kau selalu kecil. Gadis kecil ku."

Nara mengangguk. Kemudian ia pun menatap dalam Alden yang selalu bersamanya.

"Kau adalah ayah kedua ku. Apakah ayah ku akan cemburu melihatnya?"

"Dia pasti bangga kepada ku." Tanpa ada rasa bersalah dia mengatakannya.

Nara merasa bahagia telah bersama Alden. Saat memandang Alden ia pun tak sengaja melihat ada bercak merah di baju putih Alden.

"Apa ini Paman? Darah? Kau terluka?" tanya Nara sangat khawatir kepada Alden. Ia menatap Alden dengan pandangan menuntut.

Tapi Alden hanya diam dan tak menjawab pertanyaan Nara. Hingga Nara tak bisa diam dan langsung mencari ke seluruh tubuh Alden.

"Aku tidak apa-apa. Hanya tadi menolong seseorang yang terluka." Padahal bercak darah itu sangat jelas milik orang yang telah ia habisi.

"Huh syukurlah. Aku takut jika paman kenapa-kenapa."

"Kau tidak perlu khawatir." Ia menarik sudut bibirnya ke atas.

Nara pun yang melihat hal itu langsung mundur selangkah, tubuhnya menegang. Melihat Alden seperti itu mengingatkannya dengan pembunuh ayahnya.

"Ada apa Nara?"

"Tidak apa-apa." Tubuh Nara sangat jelas menunjukkan rekasi ketakutan melihat wajah Alden.

"Kau berbohong. Tubuh mu menunjukkan rekasi yang lain."

"Aku hanya mengingat dengan orang yang telah membunuh orangtua ku."

Alden mengulum ludahnya. Ia kembali kelepasan.

"Kau hanya terlalu banyak berpikir. Aku tidak mungkin orang yang telah membunuh ayah mu."

"Maaf Paman. Bukan maksud ku menuduh mu."

"Anak pintar." Alden memeluk Nara dengan erat. Ia pun tersenyum devil tanpa diketahui oleh Nara.

"Aku hanya merasa dan bukan berarti kau pelakunya."

______

TBC

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA.

Terpopuler

Comments

Uswatun Khasanah

Uswatun Khasanah

hm.. musuhan nanti pada buciiinn.. aq suka.. 😁

2022-11-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!