Part 8

Nara menatap pada orang aneh di depannya. Ia mengerutkan kening tatkala mereka terus menatap ke arahnya seolah tengah terjadi sesuatu padanya. Nara tak mengerti kenapa mereka melayangkan tatapan seperti itu kepadanya.

"Kalian siapa dan kenapa kalian ada di sini? Apakah kalian temannya Paman?" Nara menatap mereka dengan tatapan yang ramah walau dalam hatinya ia juga merasa sangat ketakutan ketika ditatap tajam seperti itu. Mereka sangat menakutkan, ada aura yang mengerikan dari keduanya.

"Ya."

Mendengar jawaban dari si pria membuat bulu kuduk Nara berdiri. Bisa-bisanya ia tampak sangat mengerikan padahal hanya berbicara sepatah kata.

"Paman sedang tidur. Sebentar aku akan memanggilnya."

"Hm," jawab si wanita. Ternyata wanita yang ia kira ramah juga tak jauh bedanya dengan laki-laki di sampingnya.

Nara berusaha untuk tetap menyambut ramah dengan senyuman. Wanita itu pun segera masuk ke dalam rumah memanggil Alden.

Monica menatap rekannya, Edgar. Edgar hanya menaikkan satu alisnya ditatap seperti itu oleh Nara.

"Kenapa?"

"Kau membuatnya takut."

"Apa bedanya dengan mu?" tanya Edgar sembari mendelik.

"Aku terbawa cara mu."

"Siapa suruh selalu mengikuti ku."

"Kau memang kurang ajar." Monica dan Edgar jarang terlihat berteman baik. Mereka seperti kucing dan tikus yang selalu berkelahi jika sudah bertemu.

"Kau pikir apa pria itu tidak akan marah jika kita datang ke sini. Terlebih kita muncul di depan Nara. Aku khawatir sedetik lagi kepala ku akan hilang."

"Sepertinya dugaan mu bisa aku kabulkan," ucap seseorang yang baru saja datang. Tatapannya sangat tajam dan juga mematikan.

Monica dan Edgar mendengar suara itu, lantas dalam sekejap mereka langsung bersikap ramah dan tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Aku hanya bercanda bos. Jangan dianggap serius."

"Apakah aku menerima candaan? Kalian muncul di depan Nara dan berani-beraninya datang ke sini tanpa memberi tahu ku. Nyali kalian benar-benar kuat. Aku salut dengan itu. Rupanya kalian cari mati, bagaimana jika Nara akan curiga kepada ku?" tanya Alden sembari berdesis di telinga keudanya tanpa bisa didengar oleh Nara.

Edgar dan Monica saling pandang. Mereka sudah salah memprediksi. Mereka pikir Alden sudah berubah pikiran dan tak akan marah jika mereka datang, tapi rupanya Alden tetap sama, kekeh jika ia tak menginginkan Nara mengetahui teman-temannya.

Hanya ada hembusan napas penyesalan dari keduanya. Mereka menunduk saat mendengar amarah yang keluar dari Alden.

"Maafkan kami. Kami anggap saja jika kami datang karena salah rumah," ucap Monica dengan enteng.

"Kalian mau ke mana?" tanya Nara yang melihat keduanya hendak keluar. Nara baru saja membawakan air untuk mereka. "Kalian akan pulang?" tanya Nara tak mengerti.

Monica dan Edgar saling pandang. Mereka sama-sama mengirimi singnyal dari tatapan masing-masing.

Monica memberanikan diri untuk memandang Alden. Pria itu diliputi dengan emosi yang tak ditunjukkannya secara langsung.

"Sayang, kau kenapa ke sini?"

"Bukankah seorang tamu adalah raja? Aku harus memberikan mereka minum kan minimal?" Tidak ada yang salah dengan Nara. Apa yang ia katakan benar adanya. Memang itu yang harus dilakukan terhadap tamu.

Tapi bagi Alden mereka bukanlah tamu tapi hanyalah pengacau.

"Tidak perlu. Aku tidak menganggap mereka tamu."

"Karena kami sudah akrab jadi bukan lagi seperti tamu." Monica tanpa sadar menjawab. Bukannya sadar diri wanita itu malah tak tahu diri.

Edgar bahkan sampai pusing melihat temannya yang satu ini. Sudah dapat dipastikan jika tingkat rada-rada nya sangat tinggi.

"Kau benar-benar," ucap Edgar di telinga Nara.

"Apa yang aku katakan salah?"

"Kau terlalu bodoh."

Monica tersadar dan hendak menyangkal. Tapi mulutnya terkatup seketika saat ia melihat aura marah yang terpancar pada Alden. Tapi bukan itu yang membuat ia bungkam akan tetapi kalimat yang keluar dari mulut Alden setelahnya.

"Ya benar mereka adalah teman ku. Tidak usah repot letakkan saja di sana. Mereka ada keperluan dan harus ke ruangan ku."

Alden berjalan lebih dulu. Monica yang sedikit lemot memandang Edgar yang hendak pergi dari tempatnya.

"Apa maksudnya? Apakah dia sudah tidak marah lagi pada kita?"

"Ikuti saja tuan kita. Kau terlalu naif, pantas saja kau sering mendapatkan amukan. Aku pikir nyawa mu tak lama lagi bertahan di dunia ini."

_____________

"Mereka adalah teman-teman mu, Paman?" tanya Nara dengan mata polosnya.

Saat ini ia tengah memeluk sang paman di ruang tengah sambil menonton tv. Tidak ada yang menarik dengan aktivitas mereka bagi Alden.

Tapi Nara merasa bahagia karena berada di dekat pamannya dan menonton siaran kesukaannya.

"Hm."

"Ada apa mereka kemari?"

"Hanya untuk membahas pekerjaan." Nara mengangguk paham.

Tapi percakapannya dengan Alden tak ada yang menarik baginya. Semuanya sangat monoton dan sangat singkat.

Nara juga tak mengerti akan hal itu. Ia berpikir jika dirinya merasa sangat penasaran terhadap sesuatu. Yaitu ia penasaran dengan pekerjaan Alden selama ini yang tak pernah dikatakan oleh pria itu kepadanya. Ia pikir Alden dan orangtunya memiliki kesamaan tak mau memberitahukan pekerjaan mereka.

"Apakah kau masih tak ingin memberitahukan ku apa pekerjaan mu?"

Alden berhenti memandang TV. Fokusnya teralihkan pada Nara. Ada sebuah tatapan penuh makna yang lagi-lagi menjawab pernyataan Nara yang sama.

"Kenapa kau ingin tahu?"

"Karena aku penasaran."

"Aku seorang pengusaha, apakah itu belum cukup menjawab pertanyaan mu?" Nara mengangguk mengiyakan.

Alden terdiam sejenak. Ternyata Nara sangatlah keras kepala dan tidak ada bedanya dengan wanita lainnya.

"Hm. Baiklah." Padahal Nara masih sangat penasaran tapi dia tetap diam untuk menyembunyikan rasa penasarannya itu.

Selama menonton bukanlah tv yang menjadi perhatiannya. Tetapi rasa penasarannya yang masih juga belum tertuntaskan.

Sebenarnya apa pekerjaan Alden. Ia tahu pria itu berbohong. Memang Alden seorang pengusaha tapi bagi dirinya sangat tahu jika ada yang disembunyikan oleh Alden.

"Aku benar-benar tidak mengerti," ucap Nara pelan.

Untungnya Alden tak mendengar ucapan Nara tersebut. Ia hanya melirik sekilas wanita itu lalu bersikap acuh.

"Nara. Ini sudah sangat larut malam apakah kau masih ingin menonton?" Nara tak menjawab karena dia tanpa sadar sudah tertidur.

Alden menghela napas panjang dan menatap ke arah wanita cantik tersebut. Benar rupanya dia tengah tertidur.

"Nara kau benar-benar cantik," ucap Alden sembari tersenyum miring. "Maafkan aku merebut anak mu dari ku," ucap Alden kepada orangtua Nara yang tengah menyaksikan dirinya dari atas. "Ku rasa aku akan lebih baik dari kalian."

____________

Tbc

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA.

Terpopuler

Comments

Salmah Maulida

Salmah Maulida

oi

2022-12-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!