Part 2

Nara dibawa oleh bodyguard ayahnya tersebut ke suatu rumah yang tak kalah mewah dengan rumahnya sebelumnya. Bisa saja Nara kembali tinggal di rumahnya yang dulu tapi begitu banyak kejadian buruk yang membuatnya tak berani untuk kembali ke tempat itu lagi.

Nara menarik napas pelan dan memandang bodyguard sang ayah dengan tatapan sendu. Biasnya ia melihat pria ini akan bersama ayahnya, akan tetapi kini kondisi mereka berbeda. Tak ada lagi sang ayah di samping pria itu. Hati Nara merasa sakit ketika mengingat wajah sang ayah melintas di wajahnya.

Tak ada lagi ayahnya dan ibunya. Ia pun tak tahu apakah mereka selamat atau tidak, tapi Nara meski sulit tapi ia yakin jika mereka sudah tak ada lagi. Jika pun selamat maka itu adalah hal mustahil.

Nara yakin jika orangtuanya sudah tidak ada lagi di dunia ini. Rasa rindu menghantui Nara. Ia berharap jika orangtunya mendapatkan tempat yang baik di sisi Tuhan agar mereka bisa melihat pertumbuhan Nara dari atas walau tak bisa melihatnya secara langsung.

"Nara ingin bertemu dengan Papa dan Mama."

"Nara," ucap sang bodyguard dengan siratan makna yang sangat dalam. Ia pun sangat sedih mendengar ungkapan Nara tersebut. Nara sekarang seorang anak yatim piatu.

Nara hanya tersenyum getir mengingat orangtuanya yang masih berusaha untuk tersenyum dan menyakinkan agar dirinya segera kabur pada malam itu.

"Apakah mama dan papa sudah tidak ada, Paman?" tanya Nara dengan tatapan sedih tapi berusaha untuk kuat.

Pria itu pun langsung mensejajarkan tingginya dengan Nara. Ia pun tersenyum tipis dan mengusap kepala Nara.

"Nara! Maafkan Paman sekali lagi yang tidak bisa menjaga mereka. Paman akan menjaga mu sebagai gantinya hingga kamu besar."

Nara mengangguk lemah. Terjawab sudah pertanyaannya. Meski bodyguard itu tak menjawab secara langsung apa yang sudah terjadi pada orangtuanya tapi kini Nara sudah tahu dengan makna kalimat yang dilontarkan sang bodyguard.

"Paman siapa nama mu?" Nara tak pernah tahu nama pembantu dan bodyguard mereka karena ia selalu memanggil mereka dengan sebutan paman atau bibi.

"Nara! Nama ku adalah Jonathan Alden Bakery. Panggil saja Alden atau paman Alden. Kau bebas memanggil ku apa saja."

Nara mengangguk beberapakali lalu tersenyum ke arah sang bodyguard.

"Karena kau sudah mengatakan nama mu maka aku juga akan mengatakan nama ku. Nama ku adalah Nara Randana Alendrik."

"Aku sudah tahu. Bagaimana mungkin aku tak mengetahui siapa anak majikan ku."

Nara tertawa kecil karena merasa konyol dengan jawaban dari sang bodyguard.

"Apakah setelah ini kau akan menjadikan ku majikan mu? Orangtua ku sudah tidak ada lagi. Apakah kasih sayang mu kepada ku masih sama saat aku masih menjadi anak majikan mu?" tanya Nara penuh arti. Ada siratan rasa sedih yang terpancar di matanya.

Alden menggendong tubuh Nara yang masih bergetar. Ia mengusap punggung Nara lalu membawanya pergi ke kamar Nara.

"Nara! Kamu tahu di mana kamar kamu?"

"Kamar Nara?"

"Kamar mu sangat indah dan tak jauh berbeda dengan kamar mu yang dulu. Kamu akan tinggal di sini dan perlakuan ku kepada mu sama. Tapi bukan lagi sebagai seorang bodyguard tapi sebagai paman mu."

Nara tersenyum lebar dan memeluk kepala Alden dengan kencang. Ia bahagia ayahnya memiliki bodyguard yang baik seperti Alden.

"Paman terimakasih kau sudah sangat baik kepada ku. Papa dan mama pasti sangat bangga kepada mu."

"Aku harap juga begitu." Ada senyum yang tak bisa dijelaskan dari wajah Alden.

Nara menatap ke arah kamarnya. Ia ternganga karena melihat kamar tersebut yang sangat indah dan benar apa yang dikatakan Alden jika kamarnya tak kalah indah dengan kamarnya yang dulu.

"Wah Paman apakah ini kamar untuk ku? Ini sangat indah."

Alden menurunkan Nara dari gendongannya. Nara pun berjalan ke arah tempat tidurnya dan mengamati tempat tidur itu dengan penuh makna.

Ia pun berbaring di kasur dan memejamkan matanya.

"Kemarin Nara masih berpelukan papa dan Mama di tempat tidur."

"Nara! Jangan bersedih lagi. Malam ini Paman yang akan tidur memeluk mu."

Alden menghampiri Nara dan tidur di samping anak itu. Ia kemudian mendekap tubuh Nara dan membisikkan kalimat hangat.

"Nara! Tidurlah yang nyenyak. Ingat besok kau harus memulai hidup baru. Jangan bersedih jika kau ingin mereka tenang di sana meninggalkan mu."

___________

Nara membuka mata. Tubuhnya bergetar dan ia sangat frustasi. Ingatan yang mengerikan itu membekas di benak Nara. Masih teringat dengan jelas orangtuanya yang dalam kondisi menggenaskan di malam mengerikan yang telah merenggut nyawa kedua orangtuanya.

Selain itu ia pun teringat akan tatapan tajam dan mengerikan seperti hendak membunuhnya. Dialah orang yang telah membunuh ayah dan ibunya. Nara di umurnya yang masih sangat kecil sudah memendam dendam yang sangat dalam dan hitam.

"Dia sangat jahat," ucap Nara sembari menangis.

Alden mengerjapkan matanya beberapa kali dan melihat Nara yang tengah menangis. Ia pun duduk dan memeluk tubuh Nara.

"Hey tenanglah. Ada aku di sini."

Nara menatap Alden penuh arti."

"Paman!"

"Hm."

Nara mengeratkan pelukannya seakan tak mau melepaskan pelukan hangat yang diberikan oleh Alden. Alden adalah orang yang saat ini yang Nara punya.

Pria itu adalah satu-satunya orang yang peduli padanya. Memang dari dulu Nara sangat dekat dengan Alden.

"Paman! Terima kasih sudah menerima Nara."

"Nara. Ini adalah bentuk pengabdian ku kepada mu. Kau tak perlu berterima kasih atas hal ini."

Alden pun membawa Nara ke balkon. Ia mengarahkan pandangan Nara ke luar yang dipenuhi dengan gedung pencakar langit.

"Kota Amerika sangat indah. Kau pasti akan bangga jika kau sudah mengitarinya. Apakah hari ini kau ingin berjalan-jalan bersama ku?"

Nara memandang Alden dengan dalam lalu mengangguk.

"Nara mau."

"Kita harus siap-siap dahulu. Paman akan memanggil Bibi."

Nara mengangguk.

"Paman!"

Alden yang hendak pergi mengurungkan niatnya saat mendengar panggilan dari Nara.

"Ada apa Nara?"

"Paman adalah orang kaya tapi kenapa kau masih bekerja untuk papa dan mama?"

"Semua kekayaan ini ku dapatkan dari orangtua mu. Jika aku berhenti bekerja pada mereka maka aku tak lagi memiliki penghasilan."

Nara pun mengangguk. Padahal Alden bisa berhenti bekerja dengan orangtuanya dan membuka pekerjaan baru.

"Begitu kah."

"Iya Nara."

Nara diam sesaat dan memandang Alden dengan cukup dalam. Alden bingung tapi ia menunggu Nara mengatakannya.

"Paman aku akan membalas dendam dan membunuh dengan kedua tangan ku orang yang telah menghancurkan keluarga ku. Maka dari itu ajarkan Nara untuk bela diri dan membunuh."

Alden terkejut. "Nara! Kau sangat kecil. Cara balas dendam terbaik adalah dengan mencapai kesuksesan mu bukan membunuhnya. Aku tak akan mengajari mu bela diri " Faktanya Alden tak akan pernah membiarkan Nara menjadi orang yang penuh dengan dendam dan kebencian. Ia sendiri yang akan mendidik Nara dan mengubah anak itu menjadi anak yang polos. "Ingatlah kata-kata ku."

Kemudian Alden meninggalkan kamar Nara dan Nara pun diam di kamarnya menunggu bibi yang akan datang.

Nara melihat jika ada orang yang hendak masuk ke dalam kamarnya.

Ia pun langsung tahu jika orang itu adalah bibi yang dimaksud oleh Alden.

"Non Nara. Kita akan mandi."

Nara pun mengangguk dan masuk ke kamar mandi lebih dulu.

________

TBC

JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN SETELAH MEMBACA. TERIMA KASIH SEMUANYA.

Terpopuler

Comments

Miyura Rajati

Miyura Rajati

aku mendukungmu othor ...semangat ..lanjut

2022-11-06

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!