Arash menarik paksa tubuh Helena masuk ke apartement mereka. Pria itu marah, karena kelakuan Helena.
"Arash lepas! Kau menyakitiku!" teriak Helena. Pria itu akhirnya melepaskan cekalan tangannya pada Helena. Dengan Helena yang langsung mengusap pergelangan tangannya yang memerah.
"Hentikan kebiasaan gilamu itu!" Arash mulai bicara.
"Tidak mau!" Helena menyahut cepat. Dia pikir kenapa semua orang selalu berpikiran negatif pada semua orang yang masuk ke klub malam.
"Helen....apa kau ingin orang lain menilai buruk padamu. Kau ingin mereka menganggapmu murahan, ****** atau sejenisnya,"
"Hei aku tidak seburuk itu. Lagi pula aku bisa menjaga diriku," bantah Helena.
"Itu kalau kau sadar. Kalau kau teler. Kau bisa apa?" tantang Arash.
"Apa kau pikir Papaku akan melepaskan diriku begitu saja. Kau tidak tahu bagaimana kerasnya papaku menjagaku. Jadi diam saja jika kau tidak bisa mengatasi kelakuanku," desis Helena.
Wanita itu berlalu dari hadapan Arash. Kembali, membuat Arash naik pitam. Pria itu merasa tidak dihargai sebagai seorang suami. Merasa diabaikan.
"Apa kau akan terus bersikap seperti ini? Membantah setiap ucapanku. Melawan semua perintahku?" Helena seketika membalikkan badannya. Kembali berhadapan dengan Arash.
"Kita tahu jelas kalau pernikahan ini sebatas di atas kertas. Jadi apa perlu kita bertingkah seperti pasangan suami istri pada umumnya. Tidak perlu kan Tuan Arash Tan?"
"Tapi kau melukai harga diriku sebagai seorang pria, sebagai seorang suami meski hanya di atas kertas,"
"Bukankah kau sendiri yang bilang untuk tidak menggunakan perasaan dalam "permainan ini".
"Helena, pernikahan ini bukan permainan," desis Arash penuh penekanan. Pria itu menatap tajam pada Helena, sang istri. Dari semua wanita yang pernah Arash temui. Helenalah, wanita yang paling sulit diajak berkompromi. Bahkan Faya Ayunda, cinta pertamanya tidak sekeras kepala seperti Helena.
"Lalu kau ingin aku menganggapnya betulan, jangan harap!" Helena kembali mempertegas sikapnya yang tidak sudi menerima pernikahan ini.
"Dan satu lagi, jika kau merasa aku melukai harga dirimu. Lalu bagaimana denganmu. Berapa kali kau menyebutku wanita murahan, ******....kau pikir aku tidak sakit hati mendengarnya. Kau tidak tahu siapa aku. Tapi kau seenaknya menyebutku dengan sebutan paling hina di muka bumi. Kau bukan hanya melukai harga diriku tapi kau membunuhku secara perlahan. Dan kau tahu apa artinya. Aku membencimu....sangat membencimu...," Helena berucap sembari jemarinya mengusap lembut dada Arash.
Arash seketika tercekat mendengar perkataan Helena. Dia tidak menyangka kalau ucapannya begitu melukai Helena. Pria itu bisa melihat Helena mengusap air matanya saat berlalu naik ke kamarnya. "Salahkah tindakanku?" Arash bertanya pelan.
***
Beberapa hari berlalu, baik Arash maupun Helena tetap dengan sikap masing-masing. Diam, tanpa bicara satu sama lain. Bahkan ketika keduanya saling bertemu tanpa sengaja. Tidak ada sapaan sebagai basa basi atau apapun itu.
Terlebih Helena, wanita itu terlihat begitu benci kala melihat Arash. "Kalian bertengkar lagi?" Ang yang bertanya kali ini. Wajah sendu Arash akhirnya menjadi jawaban atas pertanyaan asisten Arash tersebut.
"Kenapa lagi? Bukankah sudah kubilang untuk sedikit mengalah pada wanita?" Shan ikut nimbrung dalam perbincangan itu.
"Aku pikir kami hanya akan saling menyakiti dalam pernikahan ini," Arash berkata sendu.
"Maksudmu apa sih? Kami tidak paham" Ang berucap tidak sabaran.
"Kami hanya bertengkar, saling menghina, saling memaki. Kami hanya sibuk mempertahankan ego masing-masing. Aku pikir kami tidak akan berhasil dalam pernikahan paksa ini,"
Shan dan Ang saling pandang, mendengar curhatan sang atasan merangkap sahabat mereka itu.
"Arash, karena semua diawali dengan kata "terpaksa", aku pikir di situlah masalahnya. Kalian hanya memikirkan kalian yang terpaksa terikat dalam pernikahan ini. Kalian tidak membiarkan diri kalian secara alami masuk ke dalam pernikahan ini. Berusaha saling menerima, berusaha saling mengerti, misalnya," Ang berucap sangat hati-hati.
"Ang, bagaimana kami bisa melakukan saling.....saling entahlah apa itu. Jika tiap bertemu aku, dia seperti singa yang siap mencabik mangsanya. Belum lagi bibirnya yang kaya petasan meledak kalau memaki orang," Arash memperagakan singa yang tengah mengaum.
Sesaat Shan dan Ang kembali saling pandang. Mereka pikir Helena bukanlah tipe wanita seperti itu. Tapi untuk Arash mungkin kasusnya berbeda. Siapa sih yang tidak kesal dengan sikap Arash hari itu. Di tambah lagi Arash yang enggan minta maaf, membuat Helena makin marah tidak ketulungan.
"Aku pikir kau belum tahu siapa Helena yang sebenarnya deh, Rash. Dia itu baik, nggak asal njeplak maki orang. Kecuali dia punya alasan tersendiri. Seperti kau misalnya. Sejak awal, pertemuan kalian sudah dimulai dengan salah paham," ucap Shan tanpa sadar.
"Jadi menurutmu, ini semua salahku, begitu?"
"Ammppuuun, aku salah ngomong," batin Shan tersenyum kecut pada Ang.
"Nggak begitu juga sih. Maksudku...maksudku...."
"Alah bilang saja kau mau membela Helena," potong Arash cepat.
"Mati aku!" lagi Shan membatin. Dia malah membuat masalah makin ruwet saja.
"Bukan begitu maksud Shan, Rash. Begini Helena itu kan perempuan. Jadi dia merasa paling dirugikan dalam pernikahan paksa ini. Padahal tidak kan. Kalian sama-sama dirugikan. Kecuali kalian sudah melewati malam pertama kalian. Itu akan beda lagi ceritanya,"
"Beda di mananya?" lagi....Arash memotong perkataan Ang.
"Ya bedalah, setidaknya kau sudah dapat tubuhnya....aduuuhhhh sakit tahu!" keluh Shan yang mendapat tendangan di tulang keringnya dari Ang.
"Bahasamu itu lo. Mbokya, diperhalus sedikit. Kesannya Helen yang jual diri," Ang menjelaskan.
"Memang dia tidak...."
"Enak saja main tuduh. Ya jelas tidak. Helen belum tersentuh oleh pria manapun. Palingan bibir doang yang habis ma Evan...aduuhhh kenapa lagi sih," protes Shan. Kali ini sebuah keplakan mendarat di lengan kekar pria itu.
"Disensor napa tu mulut. Nggak kasihan apa kamu sama Arash. Dia yang suami sah tapi jatah nggak pernah dapat," seloroh Ang.
"Wah....Rash ini lebih sadis dari omonganku," kompor Shan.
"Uppppssss, sorry salah ngomong," Ang langsung nyengir begitu Arash melemparkan tatapan membunuhnya pada Ang.
"Jadi sekarang aku harus bagaimana?" tanya Arash lesu. Ang dan Shan hanya bisa menatap iba pada Arash. Pria itu terlihat begitu putus asa. Bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
Sementara di sisi lain, Helena juga mengalami hal yang sama. Namun bedanya. Helena kali ini berani mengambil keputusan. Keputusan yang mungkin akan membuat dua keluarga mereka marah besar. Tapi Helena tidak peduli. Dia tidak mau berlama-lama berada dalam sebuah ikatan yang hanya membuatnya sakit. Sakit hati, sakit pikiran lama-lama sakit fisik pun bisa ia rasakan.
"Maafkan Helen, Pa.Tapi Helen sudah tidak bisa bertahan lagi," batin wanita itu.
Sejurus kemudian, jemari Helena mulai menghubungi nomor Arash. Nomor yang baru dia dapat dari Shan. Lama tidak terhubung. Hingga akhirnya panggilannya terhubung. Dan suara Arash yang menjawabnya.
"Ya, halo.....dengan siapa?"
"Ini aku, Helen. Aku ingin bicara satu hal padamu. Aku harap kau bisa mengabulkannya tanpa banyak protes atau membantah," suara Helen terdengar jelas dan tegas di telinga Arash.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" tanya Arash penasaran. Sebenarnya ada rasa bahagia dalam diri Arash, saat tahu Helena menghubungi dirinya.
"Aku ingin kita berpisah," kata Helena singkat, padat dan jelas. Meski begitu. Arash diujung sana malah ngebug mendengar perkataan Helena.
"Maksudmu?"
"Ceraikan aku!" ulang Helena. Demi apapun, Arash merasa seperti sebuah petir menyambar dirinya. Dia tidak percaya pada apa yang Helena minta darinya.
"Kau dengar aku Tuan Arash Tan. Ceraikan aku! Aku akan bicara pada papaku. Dan kau bisa mulai membicarakannya dengan papamu," ulang Helena.
"Tapi Helen...Helen...Helena!" Arash nyaris berteriak ketika Helena malah mematikan panggilannya. Arash, pria itu sesaat limbung. Dengan Ang dan Shan yang menatap bingung pada sang sahabat.
"Ada apa? Apa yang Helena katakan?" Ang memberanikan diri bertanya.
Arash terdiam. Sebagian dari dirinya masih mencerna ucapan Helena.
"Helena ingin berpisah dariku," jawab Arash sendu.
"Bercerai? Dia ingin bercerai darimu?" tanya Shan. Arash mengangguk pasrah. Shan dan Ang saling melempar pandang penuh arti. "Apalagi sekarang?" batin keduanya. Ikut pusing dengan masalah yang dihadapi oleh Arash.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments