Helena menggerakkan tubuhnya perlahan. Sebuah ringisan lirih seketika terdengar dari bibirnya. Perih terasa di area pribadinya. Ditambah lagi Helena baru menyadari kalau seluruh tubuhnya terasa sakit.
"Ini semua gara-gara Arash," maki Helena dalam hati. Wanita itu mengubah posisi tubuhnya. Di lihatnya kasur di sisinya sudah kosong. Itu berarti Arash sudah bangun. Helena mulai bangun. Melilitkan selimut Arash untuk menutupi tubuh polosnya.
Wanita itu baru saja akan masuk ke kamar mandi ketika Arash masuk ke dalam kamar itu. Oh iya, Helena lupa, itu adalah kamar Arash.
"Sudah bangun?" tanya sang suami. Pria itu tersenyum pada Helena. Sebuah senyum yang justru membuat Helena ingin meledakkan amarahnya.
"Kau pasti senang kan sekarang?" todong Helena. Arash terdiam mendengar kemarahan Helena. Sudah sepatutnya wanita itu marah padanya. Dia mengambil paksa hal paling berharga yang Helena miliki.
"Kenapa diam? Merasa bersalah?" cecar Helena.
"Helen, aku sungguh minta maaf untuk semalam. Aku tidak bermaksud kasar padamu. Aku tahu, aku salah. Tapi setidaknya berilah aku kesempatan untuk menebus kesalahanku padamu," balas Arash lirih.
"Aku tidak sudi menerima maafmu. Maafmu tidak bisa mengembalikan apa yang sudah kau ambil dariku. Kau tahu? Aku mati-matian menjaganya agar aku bisa memberikannya pada Evan. Tapi kau... malah mengambilnya lebih dulu," ucapan Helen kali ini cukup membuat Arash naik pitam. Dia tidak suka mendengar nama Evan ada diantara dirinya dan Helena. Tapi dia hanya diam. Tidak ingin berdebat dengan sang istri.
Melihat Arash hanya diam. Helena lantas berlalu masuk ke kamar mandi milik pria itu. Setidaknya dia akan meminjam bathrope pria itu untuk dia pakai.
Helena hanya mencuci wajahnya di kamar mandi Arash. Lantas keluar lagi, berlalu menuju kamarnya sendiri. Arash hanya bisa menarik nafasnya dalam. Melihat ranjangnya, di mana ada sebercak noda darah yang sudah mengering di sana. Sebuah bukti yang lagi-lagi menguatkan kalau Helena adalah wanita yang bersih. Mampu menjaga dirinya sendirinya.
Ada sebuah getaran dalam hati Arash manakala mengingat Helena. Getaran yang Arash yakini sebagai tanda kalau dia mulai memiliki rasa pada sang istri. Cinta itu nyata telah berkembang di hati Arash. Meski belum besar tapi rasanya mampu membuat Arash tidak bisa melawan mulut petasan Helena. Hingga pada akhirnya membuat pria itu lebih memilih mengalah dan diam.
****
Helena tampak menggosok beberapa kissmark yang terlihat jelas di lehernya. Wanita itu kesal. Karena bukannya hilang, tanda itu justru semakin merah. Dengan kulitnya yang terasa perih.
"Dia benar-benar tidak kira-kira," maki Helena. Merutuki tindakan Arash yang menurutnya keterlaluan. "Bisa tidak sih ini dihilangkan!" ucap Helena frustrasi. Dia jelas tidak bisa keluar rumah dengan bekas hicky bertebaran di leher putihnya. Satu, dia malu. Dua, dia akan dibully jika para staf melihatnya. Mau ditaruh di mana mukanya.
Mana siang nanti, dia harus mengantar keluarga Lendra ke bandara lagi. Bisa habis diledekin sepupunya, kalau sampai pria itu melihat kissmark di lehernya.
Ketika kebingungan itu melanda, tiba-tiba dia teringat sesuatu. Mengambil sesuatu dari deretan alat make up yang ada di depannya. Lantas mencoba mengoleskannya ke kulitnya. Wajah Helena langsung berbinar senang. Foundation-nya mampu menyamarkan bekas hicky di lehernya.
*****
"Ada yang mau kau jelaskan?" Rafael bertanya pada sang putri sambil melipat tangannya. Pria itu tidak habis pikir dengan pemikiran Helena. Bagaimana bisa, sang putri justru mempermalukannya di pesta pernikahannya sendiri. Untung saja kemarin, para pemburu berita berhasil di bungkam dengan pernyataan kalau Helena sedang tidak enak badan. Hingga terpaksa melakukan hal itu. Meski terdengar tidak masuk akal. Tapi terserahlah, mereka mau percaya atau tidak.
"Tidak ada. Helen tidak ingin menjelaskan apa-apa," jawab wanita itu.
"Berarti kau memang berniat mempermalukan kami sejak awal?" Rafael mulai menaikkan oktaf suaranya. Dia jelas marah ketika Helena mengakui sengaja membuat keonaran di pesta pernikahan mereka.
"Pa, sudahlah. Jangan menyalahkan Helen. Ini semua salahku," Arash yang menjawab ucapan Rafael. Helena langsung membulatkan matanya. Tidak percaya jika Arash justru membelanya.
"Ini pasti hanya akal-akalannya. Mau cari muka di depan Papa," batin Helena melirik tajam ke arah Arash.
"Kau jangan terlalu memanjakannya, Arash. Nanti dia ngelunjak," Rafael memperingatkan Arash.
"Jangan melihatku seperti itu," kata Arash saat melihat tatapan penuh kebencian dari Helena.
"Tidak ingin tinggal lebih lama?" Helena bertanya pada Lendra yang baru saja meminum kopinya. Mereka sudah berada di kafe bandara kota itu. Yang lain sudah check in, tinggal Lendra yang masih berada di luar. Toh pesawat mereka baru akan terbang satu setengah jam lagi.
"Andai bisa, aku tidak ingin kembali," jawab pria itu. Helena pun menarik nafasnya. Dia cukup tahu bagaimana tersiksanya Lendra dengan pernikahan bisnis yang terpaksa pria itu jalani.
"Kau ini kan bisa bicara pada Om Vi. Dia pasti akan mendengarkanmu," saran Helena.
"Masalahnya, akulah pembuat onar itu sejak awal lagi." Jawab Lendra frustrasi.
Suasana hening sejenak. "Lalu sekarang bagaimana?" tanya Helena.
"Entahlah. Semakin hari sikap Nathalie membuatku semakin tersiksa. Dia menuduhku selingkuh padahal aku tidak melakukannya. Belum lagi tuntutan Mama yang menginginkan cucu. Aku bisa gila jika lama-lama seperti ini terus,"
Keduanya berbincang cukup lama. Hingga kemudian mereka terpaksa berpisah. Sebuah pelukan menjadi tanda perpisahan dua sepupu itu. Sebuah doa Lendra bisikkan di telinga Helen. "Aku berharap kau bisa bahagia dengan pernikahan ini. Dia mencintaimu," Helena tertegun mendengar ucapan Lendra. Menatap punggung Lendra yang perlahan menghilang dari pandangannya.
"Arash mencintaiku? Yang benar saja?" Helena tergelak teringat perkataan Lendra. "Ooohh halo cantik, kenapa menangis?" tanya Helena ramah pada seorang gadis kecil yang menangis. Awalnya gadis kecil itu takut melihat Helena. Tapi setelah melihat senyum Helena. Rasa takut gadis itu menghilang.
"Aku menunggu Mama.....tapi dari tadi dia tidak datang," jawab gadis kecil itu imut.
Helena melihat ke kiri dan kanannya. Tampak seorang satpam berada di sana. Wanita itu lantas menghampiri satpam tersebut. Lalu menceritakan kejadian yang dialami gadis kecil itu. Petugas itu mengarahkan Helena untuk pergi ke bagian informasi, agar berita soal gadis kecil itu bisa disebarluaskan.
Cukup lama Helena menunggu, tapi Mama gadis kecil itu tidak kunjung datang. Bahkan Arash pun sudah sampai di sana untuk menjemput Helena. Ketika pria itu malah dibuat takjub dengan tindakan Helena saat menggendong gadis kecil yang terlihat mengantuk itu. Tangan Helena menepuk lembut punggung gadis kecil itu. Membuat si anak keenakan lantas mulai memejamkan mata.
"Kau hanya belum mengenal Helena. Dia wanita yang baik," ucapan Shan kembali terlintas di kepala Arash.
Benarkah dia selama ini salah paham pada karakter Helena. Wanita itu tidak seburuk penampilan luarnya. Arash hanya bisa mendudukkan diri di kursi tunggu sambil menunggu mamanya si anak itu datang mengambali sang anak.
Dengan Helena yang terus menggendong gadis kecil itu. Tidak peduli pada kehadiran Arash.
"Aku pikir harus mulai mengenal Helena dari sisi yang lain," batin Arash.
*****
Arash Davendra Tan,
Kredit Pinterest.com
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments