Seisi ruangan hening, para khasta raja seketika terdiam melihat dar*h berserakan dilantai yang putih. Asap yang keluar dari senjata api itu perlahan mulai menghilang ditiup oleh angin kemat*an.
Suara tembakan itu tidak hanya menggema di dalam ruangan, tetapi juga terdengar hingga keluar dan membuat R terkejut. Peringatan dari Shin pun tidak menjadi penghalang bagi rasa penasaran R.
Langkah kaki membawa R menuju ke arah sumber suara. Sinar matahari yang terik sedikit menyilaukan mata R untuk melihat ke dalam ruangan yang ramai. Ia berusaha untuk melihat lebih dekat dan memastikan apa yang sedang terjadi di dalam.
Bercak dar*h di lantai membuat R diam mematung sekaligus tidak mempercayai matanya. Seorang gadis berambut pendek tengah terduduk sembari memegangi perutnya yang terkena tembakan timah panas.
“Shin! Apa yang terjadi padamu?” ucap R lirih.
Laki-laki itu berusaha menerobos keramaian, berharap masih ada sisa waktu yang bisa ia gunakan untuk menolong temannya yang tengah menghadapi kemat*an. Dengan susah payah R berusaha menerobos ruangan yang padat oleh manusia.
“Berani-beraninya kamu mengganggu aku! Kamu bahkan menabrakku dan membuat aku menumpahkan Alkoh*l ini pada gaun istriku yang cantik,” teriak seorang laki-laki yang tengah mab*k.
“Gaun ini harganya mahal! Lihatlah, kamu merusaknya.” Seorang wanita menimpali.
Terlihat jelas wajah Shin ketakutan dan tidak berani menatap langsung kedua orang itu. Semua orang yang menyaksikan hanya diam saja melihat Shin yang sudah terduduk bersimbah dar*h di lantai.
“Ma ... maafkan aku. A ... aku ... tidak sengaja. Aku bisa menggantinya, aku berjanji.” Suara Shin terdengar bergetar.
Tanpa mengindahkan kata-kata dari Shin, laki-laki itu kembali mengarahkan pistolnya ke arah Shin. Tanpa adanya aba-aba lagi, dua tembakan timah panas kembali dilepaskan menembus dada Shin yang penuh dengan dar*h.
“Gaun ini tidak akan bisa digantikan, bahkan dengan nyawamu sekali pun.” Laki-laki itu tampak sangat marah.
Tubuh Shin yang sudah tidak kuat untuk bertahan akhirnya tumbang. Ia terjatuh menghantam lantai. Warna putih bersih dari lantai itu pun tampak memerah dihiasi dengan cucuran dar*h yang begitu banyak.
“Kamu pantas menerima ini, dasar khasta rendah menjijikkan.” Pria itu mulai bersiap menarik pelatuk pistolnya.
R yang telah berhasil memecah keramaian akhirnya sampai ke tempat Shin berada. Matanya terbuka lebar melihat temannya yang tergeletak tidak berdaya, bermandikan dar*h segar di sekelilingnya.
Pandangan R mulai berpindah kepada seorang laki-laki yang memegang pistol. Kemarahannya mulai memuncak saat melihat pria itu berusaha menarik pelatuk kembali sedangkan Shin telah menerima tiga tembakan di tubuhnya. Suara tembakan terdengar lantang, asap keluar dari pistol dan mengarahkan pelurunya menuju Shin yang tengah terbaring.
“Berhenti!” teriak R dengan penuh kemarahan.
Seketika semuanya berhenti. Peluru yang meluncur menuju Shin juga berhenti di udara. Langit, angin dan hewan-hewan juga berhenti bergerak. Di area itu semuanya berhenti, tempat yang awalnya terdengar berbagai macam hal kini tampak diam membisu.
R yang menyadari adanya keanehan di sekelilingnya mulai bingung dengan apa yang terjadi. Namun, R langsung memalingkan pandangannya ke arah Shin dan terlihat Shin juga terdiam sama seperti yang lain.
R segera bergegas menuju ke arah Shin. Saat R menyentuh tubuh Shin, sesaat kemudian Shin kembali bergerak. Saat itu pula R langsung menidurkan Shin di dalam pelukannya.
“Shin! Shin! Kamu bertahanlah, aku akan mencari dokter.” R mulai menitihkan air mata.
“Tidak perlu, R. Aku sudah muak melihat dunia kotor ini. Jadi, tolong biarkan aku pergi. Aku senang sekali, setelah sekian lama aku sebatang kara, akhirnya kamu datang menemaniku.” Shin tersenyum dengan dar*h yang tampak keluar dari mulutnya.
“Jangan membicarakan hal konyol untuk saat ini. Kamu harus bertahan, Shin!” Air mata R mengalir membasahi wajahnya.
“Tolong, biarkan aku menyusul kedua orang tuaku, R. Orang tuaku juga dibun*h oleh sampah-sampah itu.” Suara Shin mulai mengecil.
R yang tidak bisa berkata apa-apa hanya bisa mengusap air matanya. Ia tidak bisa menolak keinginan teman satu-satunya yang ia miliki, apa lagi ini adalah permintaan terakhirnya.
“R, aku mohon, kamu jangan bersedih lagi. Aku akan pergi ke tempat yang lebih baik, jadi kamu tidak perlu bersedih. Pesanku, kamu jangan cepat-cepat menyusul aku.” Shin tersenyum dengan manis sebagai hadiah perpisahan terakhir bagi R.
Mata Shin perlahan mulai menutup, diiringi air mata R yang berjatuhan membasahi wajah Shin yang telah pergi. R perlahan mengangkat tubuh Shin dan kemudian berjalan keluar kastil tersebut.
“Aku akan mengantarmu pulang, Shin.” R meninggalkan kastil itu dan mulai berjalan menuju rumah.
Waktu yang tengah terhenti mengikuti langkah R. Daun-daun yang beterbangan di udara tampak tidak bergerak sama sekali. Dengan air mata yang masih menetes, R terus berjalan hingga sampai ke rumah.
Perjalanan yang jauh tidak terasa lama karena waktu yang tidak berjalan sama sekali. Jasad Shin dalam pelukan R mulai terasa dingin. Suasana hati R yang bercampur aduk membuat ekspresinya berubah, R terlihat sangat marah.
Setelah R sampai di rumah, ia membaringkan Shin ke atas tempat tidur. R kemudian berjalan keluar dan saat ia tiba di luar, waktu kembali berputar. Semua hal kembali beroperasi seperti biasa.
Tanpa membuang-buang waktu, R langsung berjalan ke belakang rumah dan melihat tempat mereka pertama kali bertemu. Ingatan R kembali ke saat di mana Shin menyelamatkan hidupnya.
R terlihat sangat menyesal karena tidak mampu menyelamatkan Shin. Ia menyalahkan diri sendiri untuk menghindar dari rasa sedih. Setelah air matanya kering, R kemudian menggali liang lahat untuk Shin.
Perlahan R mulai menguburkan jasad Shin yang telah kaku. Ia juga memberikan kuburan Shin seikat bunga yang cantik dan mulai melamun di tepi tanah basah memikirkan kenangan bersama Shin.
R mengingat-ingat di saat Shin mengajarinya untuk menjahit. Shin dengan sabar dan penuh senyuman mengajari R yang selalu bermain-main. Shin juga mengajari R cara memasak walaupun makanan yang R buat belum enak.
“Shin, belum satu hari kamu meninggalkan aku. Sekarang, aku sudah merasa rindu padamu.” R memegangi nisan Shin yang ada pada hadapannya.
Angin berembus Pelang membuat debu-debu beterbangan ke langit. Awan-awan yang berjalan perlahan mulai meninggalkan burung elang yang terbang berputar-putar di atas rumah Shin.
Ranting pohon yang mulai melambai seperti memberikan salam perpisahan pada orang yang melihatnya. Dedaunan mulai menghiasi kesepian R atas meninggal satu-satunya teman yang ia miliki.
“Shin, aku akan membalaskan kemat*anmu ini. Aku tidak ingin melihat orang-orang yang kamu anggap sampah itu memimpin negara ini. RSC akan aku bebaskan!” R dengan yakin membuat janji.
“Maaf mengganggu, apakah kamu sedang sedih? Aku bisa menunggu, jadi jangan terburu-buru mengucapkan selamat tinggal padanya.” Seorang wanita muncul dari belakang R.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 17 Episodes
Comments
BernitaAnggraini
lahk udh isdet aja
2023-07-01
0