Tak semua yang terlihat sama dengan yang tersirat. Diluar terlihat aku dan daddy baik-baik saja. Tapi melihat sikapnya sejak tadi aku merasa ada yang tak baik. ~Novella Moralleta~
SELAMAT MEMBACA
\~\~\~\~\~
“Ibu dan Ayah sudah rawuh Pak?” tanya Nanan pada driver yang menjemputnnya di bandara. Walau sang ibu sudah mengabari melalu whats app sejak tadi, kalau kedua orang tuanya sudah berada di rumah miliknya di Jakarta. Tapi Nanan tetap bertanya pada sang sopir untuk basa basi.
Jujur dia sedang bingung mau bicara apa saat kalut dengan permintaan hadiah istimewa dari putrinya.
‘Apa aku harus cerita tentang permintaan Mora ke ayah dan ibu ya? Tapi koq enggak etis. Lalu aku harus bagaimana bila hanya berduaan dengan Mora nanti?’ berjuta tanya berkelebat di benak Nanan yang bingung bagaimana menghadapi anak perempuannya setelah permintaannya dua hari lalu by phone.
Nanan sangat galau. Karena dia tahu Mora keras kepala persis seperti istrinya. Mora tak mempan bila hanya satu kali dinasehati. Dulu Laras berkali-kali diberitahu juga sulit menerima pendapatnya.
‘Ahhh, dia memang anaknya Laras.’
“Assalamu’alaykum,” Nanan mengucap salam, walau tak dilihat ada orang di rumahnya. Salam itu selalu dia ucap juga ketika membuka kunci kamarnya. Kebiasaan itu memang sudah sejak kecil dilakukannya. Ajaran sang ibu yang tak pernah dia abaikan.
“Wa’alaykum salam,” tapi kali ini ada yang menjawab salamnya. Suara berat ayahnya yang perokok. Nanan langsung menghampiri pria tua berkharisma itu. Nanan mencium tangan lelaki yang menjadi perantara dirinya hadir di bumi ini.
“Sudah lama Yah? Tidak istirahat?” tanya Nanan. Orang tuanya datang ke Jakarta naik mobil. Tak mau dengan kereta api, apa lagi naik pesawat. Alasan tak mau menggunakan pesawat karena dari Kebumen harus ke Jogja dulu baru terbang ke Jakarta.
Sedang tak mau dengan kereta karena waktu berangkatnya enggak bisa sesuka hati seperti dengan menggunakan mobil pribadi.
“Sudah, sejak pagi tadi. Kan juga semalam hanya tidur di mobil,” jawab Suroyo Mulyo dengan logat ngapak Kebumennya yang tak bisa hilang.
“Ibu mana?” tanya Nanan. Dia belum melihat wanita pujaan hatinya itu.
“Ibu dan bi Nungky serta paman Pras sejak tadi keluar. Entah apa yang dua perempuan itu cari,” balas sang ayah. Dia enggan menemani istri dan adik iparnya belanja. Maka Pras terpaksa menjadi body guard keduanya.
“Saya mandi dulu ya Yah,” Nanan pun pamit pada ayahnya karena ingin berganti baju. Sesungguhnya Nanan ingin tahu di mana Mora sekarang. Tapi dia tak mau menanyakan hal itu pada ayahnya. Nanan yakin putrinya masih sibuk dengan sekolah dan les private nya.
“Assalamu’alaykum,” Mora sang gadis rupawan masuk ke rumah sambil memberi salam. Dia berlari memeluk eyang kakungnya, menciumi pipi sang kakek baru memberi salim. Hahaha anak itu begitu kangen pada kakeknya, bukan salim dulu baru meluk.
“Vella kangeeeeeeeeen banget ama Eyang,” pekiknya bahagia. Esok hari ulang tahunnya, eyang dan papa mamanya datang ke Jakarta untuk merayakan ulang tahunnya.
Sesudah puas dengan sang kakek dia baru menghampiri sang daddy dan memberi salim. Kemudian Vella juga mencium pipi sang daddy dan terakhir dia berbisik. “Remember Dadd, I love you as a woman, not such a little girl and also not as your daughter.”
Nanan tak menanggapi kata-kata putrinya. Dia menganggap tak mendengar bisikan anak labil itu. Nanan menganggap seusia Mora tentu hanya keinginan sesaat saja. Mora makin heboh ketika eyang putrinya pulang bersama papa dan mamanya.
Walau Mora sejak lahir selalu dalam asuhan Nanan secara penuh. Namun sebagai mama dan papa “kandung”, Nungky dan Pras juga sangat mencintai putri kecil mereka yang sejak bayi sudah kehilangan mommy biologisnya. Terlebih dua anak kandung mereka adalah laki-laki. Sehingga kehadiran Vella memang melengkapi jenis kelamin anak yang mereka miliki.
Selain memang karena kecantikan, keceriaan, kepandaian yang Vella miliki, rasa cinta mereka juga pasti karena rasa iba terhadap anak itu. Anak yang sejak bayi tak pernah tahu sosok ibu dan ayah kandungnya. Sampai saat ini yang mengetahui sosok ayah kandung Vella hanya Nanan. Karena Laras sudah meninggal. Dan Nanan tak pernah memberitahu siapa pun tentang sosok Baskoro.
“Mamaaaaaaaaaa …,” pekik Vella melihat Nungky masuk ke rumah.
“Astagaaaaaa … anak gadis Mama jangan teriak seperti itu Nak, enggak sopan!” Nungky menerima sosok yang berlari memeluknya. Didekapnya tubuh gadis kecilnya dengan erat dan diciumi pipi serta kening gadis itu dengan gemas.
‘Aku serasa memeluk Laras. Dia benar-benar copy-an Laras,’ batin Nungky pilu.
Nungky ingat dia yang menjadi wali saat sungkem dipernikahan Laras. Dia juga yang menjadi bibinya Laras karena di KK ( kartu keluarga ), status Laras adalah keponakannya. Dan akhirnya digantikan dengan Vella menjadi putrinya.
“Enggak kangen sama Papa?” tanya Prasojo lembut.
“Vella kangen banget ama Papa,” rajuk Vella sambil berlari memeluk sang papa.
Sementara Kamila menunggu waktu saja. Dia sadar biar bagaimana pun bila ada Nungky dan Prasojo, kedudukannya hanya nenek angkat. Karena kalau untuk urutan sebagai anak Nungky, Vella memanggilnya bude. Dia menjadi eyang karena mengambil garis dari Nanan putr tunggalnya.
“Eyaaaang, Vella kangen Eyang juga,” akhirnya Vella menghampiri Kamila. Vella memeluk erat Kamila.
“Eyang juga selalu kangen kamu sayangku,” balas Kamila lembut. Sama seperti Nungky, Kamila selalu merasa Vella menggantikan Laras.
Wajah Vella tak ada bedanya dengan almarhum mommynya. Beda hanya di rambut. Rambut Laras berombak sedang rambut Vella hitam tebal dan lurus. Nanan tahu, rambut Vella mirip Baskoro sang ayah kandung putri kecilnya itu.
“Bagaimana sekolahmu?” Kamila yang bergerak di yayasan pendidikan tentu selalu mengawasi kemajuan akademis cucu tunggalnya itu.
“Sampai sekarang masih top five di sekolah Eyang. Aku berharap bisa dapat beasiswa di universitas negeri,” jawab Vella.
Bukan mereka tak ada biaya. Tapi prestise sebagai mahasiswa beasiswa tentu beda.
Vella gadis yang ceria tapi lembut seperti daddynya. Walau anak tunggal dan diasuh oleh single father tidak membuat Vella perempuan kekurangan kasih sayang atau bar-bar. Semua sangat memperhatikannya sehingga dia tumbuh dalam keluarga yang hangat.
Dari dua kakak lelakinya anak Prasojo, Vella sudah menjadi tante dari lima keponakan yang manis kelakuannya. Semua keponakannya juga tak ada yang nakal walau semua laki-laki. Prasojo belum punya cucu perempuan! Nungky berharap cucu ke enam nya nanti perempuan, karena menantu pertamanya sedang hamil anak ke empat.
“Memang kamu mau meneruskan kuliah kemana?” Suroyo atau yang akrab dipanggil pak Yoyok mencoba mengorek ke mana cucunya akan menimba ilmu. Yoyok tentu saja sangat mengharuskan Vella mendapat pendidikan terbaik walau sebenarnya gadis itu tak ada pertalian darah dengannya sama sekali.
“Masih ragu Eyang. Aku mau ambil jurusan kedokteran atau hukum,” jawab Vella sambil menyuap ice cream yang dibelikan Kamila. Neneknya itu tadi membeli satu kotak ice cream.
***=================================================== ***
Hallo semua. Semoga selalu sehat yaaaa
YANKTIE mengucapkan terima kasih kalian sudah mampir ke cerita sederhana ini. Ditunggu komen manisnya ya
Jangan lupa juga kasih LIKE, hadiah secangkir kopi atau setangkai mawar dan setiap hari Senin gunakan VOTE yang kalian dapat gratis dari noveltoon/mangatoon untuk diberikan ke novel ini ya
Salam manis dari Sedayu~Yogyakarta
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 309 Episodes
Comments