Masih di apartemen milik Rion.
Serge melemparkan lap yang baru saja dia pakai membersihkan meja makan. Dia ditinggal sendirian ternyata. Rion sudah menghilang dari sofa ruang tamu. Laki-laki itu mencari-cari di mana makhluk tak acuh tadi pergi. Tidak ada jejak nafas. Serge melihat pintu ruang kerja. Pasti di sana gumamnya.
Serge medorong pintu, sengaja menimbulkan suara keras, biar yang di dalam menyadari kedatangannya. Tanpa permisi dia langsung masuk. Duduk di depan meja kerja Rion tanpa permisi juga.
Dia meletakan map coklat pelan-pelan di hadapan Rion. Laki-laki itu sedang membaca laporan perusahaan. Dari saat Serge masuk tanpa permisi dan duduk, Rion sama sekali tidak bergeming. Menoleh pun tidak.
“Apa?” Rion menoleh akhirnya ketika map coklat ditaruh di depannya. Tapi, dia belum menyentuh map. Serge tersenyum dulu mengusir kesal dengan keacuhan laki-laki di depannya.
Sabar Ge, sabar. Dia ini Rion, Rionald Fernandez, yang bisa jadi cuma akan berkata oh walaupun melihat badai bergerak di depannya.
“Ini data diri calon istrimu,” ujar Serge.
Tidak terlalu antusias, Rion meletakan tangannnya di atas amplop. Tiba-tiba Serge melakukan hal yang sama. Seperti tidak rela kalau identitas Merilin akan terungkap begitu saja sekarang.
“Apa-apaan kau, lepaskan!” Rion mengibaskan map di depannya. Tangan Serge masih menempel erat tidak bergeser. Saat mata Rion mulai menusuk tajam nyali Serge menciut.
“Ah, baiklah.” Mengangkat tangan pelan. Tapi tiba-tiba, Brak! Kedua tangannya dia pakai menahan map itu lagi. Rion benar-benar terlihat sangat kesal sekarang. “Nanti dulu.” Serge menarik map dan mendekapnya di dadanya. Debaran jantungnya menguat seirama tatapan kesal laki-laki di depannya. “Berjanjilah dulu.” Pelan Serge bersuara.
Udara ruang kerja Rion terasa pengap masuk ke saluran pernafasan Serge saat ini.
Rion mendesah kesal melihat Serge lekat. Jangan berbelit-belit, aku masih banyak pekerjaan. Begitu sorot matanya mengatakan. Lagipula dia juga tidak terlalu tertarik. Ya, walaupun memang dia yang meminta Serge mencarikan calon istri. Tapi dia tidak menduga kalau sekretarisnya itu akan menemukan calon secepat ini.
Siapa yang kau bawa, sampai kau bertingkah aneh begini! Pikir Rion penuh selidik.
“Baiklah ini.” Takut, akhirnya diserahkan amplop itu lagi ke hadapan Rion. “Tapi, berjanjilah satu hal saja, kau akan memperlakukannya dengan baik.”
Merilin gadis yang baik, dan dia tidak pantas menjadi tempat pelampiasan kebencian dan dendammu. Begitulah yang masih menjadi ketakutan Serge selama ini.
“Kau lupa syarat utamaku, aku cuma butuh boneka. Bukan istri atau partner kerja.” Kata-kata itu menghujam. “Jadi singkirkan ini kalau kau bicara omong kosong tentang aku harus memperlakukannya dengan baik.”
Rion melemparkan map ke wajah Serge sampai membentur kacamatanya dan jatuh ke pangkuan. Laki-laki itu melepas kacamatanya. Mendekap map coklat seperti benda yang sangat berharga baginya saat ini. Melebihi kacamata yang kembali bertengger di hidungnya.
Sialan, dia benar-benar menakutkan sekali kalau sudah menyinggung masalah perempuan.
“Bukan begitu.” Menyerahkan amplop dengan hati-hati di depan Rion lagi. “Aku hanya berharap, kau tidak akan melampiaskan kemarahanmu atau dendan masa lalumu padanya.”
Terlihat sorot mata kebencian itu muncul. Saat Serge mengungkit kejadian itu. Walaupun Serge tidak menyebutkan apa itu. Karena dendan masa lalu, hanya merujuk pada satu nama. Walaupun hanya sekelebat terucap, namun bayangan masa lalu langsung menyerbu ingatan Rion. Itu yang membuatnya muak.
“Bukan dia yang menghianatiku, kenapa aku harus melampiaskan kemarahanku padanya.” Bicara ringan tanpa ada beban sama sekali.
Benar, yang sudah meyakitimu wanita itu. Kalau kau sadar kenapa menutup hatimu pada semua wanita! Dan berfikir semua wanita sama saja.
Ngedumel sendiri beraninya Serge dalam hati.
“Tapi, kenapa kau kesal pada semua wanita.” Takut-takut menjawab.
“Ibuku wanita, apa aku pernah kesal padanya?”
Itu kan berbeda sialan!
Serge menutup mulutnya saat Rion mulai mengeluarkan isi map. Dia memeriksa lembar demi lembar laporan pribadi tentang Merilin. Dia membaca satu persatu dengan teliti, seperti membaca laporan perusahaan. Hanya tarikan nafas keduanya yang terdengar. Belum selesai membaca semua lembaran. Akhirnya berakhir dengan menyentuh foto gadis itu. Dia goyangkan foto Merilin seperti sedang menilai sesuatu.
“Siapa dia? Pacarmu?”
Mengangkat foto Merilin dengan tangan kiri.
“Bukan!”
Memang aku punya waktu pacaran!
“Dia sudah seperti adik buatku, jadi aku minta, kalau kau menerimanya perlakukan dia dengan baik.” Ragu-ragu melanjutkan kalimatnya, melirik reaksi wajah Rion dulu. Ah, dia tidak tersinggung, kalau begitu aku lanjutkan batin Serge. “Seperti yang kau lihat dia gadis yang sangat malang.”
Rion membaca lagi lembaran kertas di meja, sementara tangannya masih memegang foto. Wajahnya tidak bergeming simpati. Padahal jelas-jelas Serge sudah membuat biodata itu sedrama mungkin. Dia hanya terlihat sedang membaca dengan teliti. Boneka yang akan ia pilih untuk menjadi istrinya.
Lembar terakhir dia selesai. Rion melemparkan lembaran kertas hingga bertebaran di meja.
Dia tersinggung dengan kata-kataku!
Wajah Serge tegang.
“Kenapa, kau suka padanya?”
Bukan begitu! Sudah kubilang dia sudah seperti adikku.
“Aku sudah bilang kan, aku cuma butuh boneka. Boneka penurut yang bisa melakukan apa pun yang aku perintahkan. Boneka yang berguna di sampingku untuk dipamerkan pada ayah, ibu dan keluargaku. Tapi juga tidak berisik meminta perhatianku.”
Berhenti memakai istilah boneka! Kalau ada orang yang mendengarnya pasti mereka akan berfikir menjurus ke situ. Aaaaa, aku saja malu walaupun cuma memikirkannya.
Istilah boneka yang di pakai Rion memang membuat Serge tidak nyaman. Dia bahkan tidak menyebutkan kata itu di depan Merilin karena takut gadis itu bisa menjadi salah paham.
“Kalau kau keberatan, kenapa membawa wanita yang sudah kau anggap seperti adik padaku. Ambil lagi aku tidak butuh dia, carikan yang lain.”
Menjatuhkan foto Merilin seperti benda tak berguna. Gadis barbola mata lebar dengan rambut ikal kecoklatan terurai terlihat menatap Serge dengan tersenyum.
Aaaaaa, aku benar-benar ingin memukul kepalamu sialan! Kau selalu marah kalau aku menyuruhmu bicara dengan lembut pada perempuan. Tatapan Serge jatuh pada foto Mereilin yang berserak. Maaf Mei guamam Serge pedih.
“Maaf, bukan maksudku mendikte apa yang harus kau lakukan.” Mengumpulkan lembaran demi lembaran berkas Merilin. Meraih foto Mei yang sedang tersenyum. Menumpuknya menjadi satu. Rasanya Serge ingin mendekap berkas itu dan melindunginya dengan sepenuh hatinya. “Dia pasti bisa menjadi boneka seperti yang kau inginkan. Karena dia memang benar-benar membutuhkan uang.” Serge merasa bersalah sendiri setelah mengatakannya.
Uang! Rion tersenyum sinis mendengarnya. Dulu dia dikhianati, dicampakan di depan umum dan dipermalukan juga karena uang. Karena itu dia muak dengan hubungan romansa laki-laki dan perempuan. Karena terkadang berujung pada satu benda. Ada uang kau disayang, tak ada uang kau akan di tendang.
Rion menghela nafas.
“Atur pertemuanku dengannya, semakin cepat lebih baik. Dan juga.” Memberi penekanan keras. “Tutup mulutmu, sebelum aku mengizinkan jangan mengatakan apa pun pada ayahku.”
“Ah, baik.”
“Kalau kau sudah selesai keluar sana!”
Serge sudah mau meraih berkas-berkas Merilin.
“Biarkan itu.”
Kenapa? Apa kau benar-benar merasa tertarik padanya sampai mau membaca ulang?
Walaupun ragu Serge akhirnya menjauhkan tangannya. Namun belum mengalihkan pandangan ketika bangun. Dia ingin mengambil berkas itu sebenarnya. Namun saat melihat Rion dia langsung mundur.
Setelah berbalik dan melangkah menuju pintu dia berhenti.
“Rion, kau juga berhak untuk bahagia. Jadi, keluarlah dari jerat masalalumu dan hidup dengan baik.” Dia mengatakannya dengan sagat keren. Tapi tiba-tiba, tanpa menunggu wajah Rion berkerut. “Aku pergi!” berteriak sambil berlari menuju pintu. Benturan keras pintu, lalu dia terengah-engah di luar ruang kerja.
Untung!
Mengelus dada berhasil kabur setelah mengatakan kalimat keren tadi.
Mei, semoga ini keputusan yang terbaik untukmu. Semoga dengan kebaikan dan kelembutan hatimu, bisa membuka hati laki-laki yang sudah mengeras seperti batu itu.
Serge meninggalkan gedung apartemen dengan perasaan sedikit lega karena sudah menyampaikan perihal biodata Merilin. Bersyukur karena Rion juga tidak menolak.
Selanjutnya, tinggal mempertemukan mereka.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 211 Episodes
Comments
Rita
pria yg kusukai jd mak comblangku
2024-08-22
2
Rita
ya ampun 🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-08-22
0
Herlina Lina
wkwkwkkwkwk
2024-05-15
1