Si kembar melambaikan tangan ketika Dion berpaling pada mereka. Terpaksa Meridian mendekatinya, berpura-pura seakan Dion tidak memandang intens.
Kenapa sih kesannya dia curiga Meridian itu penipu?
"Kamu sudah bisa berjalan?"
Meridian menarik kursi untuknya duduk. "Seperti yang terlihat."
"Bagaimana manamu?"
"Tidak tahu."
Tapi bagaimana sebenarnya dia mendeteksi mana secara akurat? Andaru punya mata super yang seperti scanner, sementara Dion?
Apa itu semacam kemampuan atributnya? Dan bicara soal itu juga, mengapa mana milik Dion dan Lucas berwarna hitam pekat?
"Daripada itu, bagaimana kondisi Herdian?"
"Tidak untuk kamu khawatirkan."
Meridian mulai terbiasa pada cara bicara orang ini. Mana bisa ia tersinggung jika setiap waktu dia dan Lucas selalu datang paling awal mengkhawatirkannya.
Tsundere ya tsundere.
"Aku merasa bersalah padanya." Meridian berbaik hati memberikan kudapan yang disiapkan pelayan pada si Kembar—karena nafsu makannya sedang buruk. "Dia melakukan hal berisiko melindungiku. Setidaknya bersikap baiklah padanya."
Dion diam saja. Pura-pura sibuk menatap dokumen.
"Lalu Pangeran?"
"Untuk apa bertanya?"
"Apa ada yang salah dari pertanyaanku?"
Dion melirik. "Aku akan mengurus pembatalannya. Ayah dan Ibu juga sedang memikirkan cara."
"Tidak. Tidak perlu."
"Apa?"
"Aku akan menikahinya." Meridian ikut menyesap teh dengan gestur elegan. "Aku akan bertanggung jawab atas permintaanku—yang katanya kulakukan sebelumnya."
"Kamu ...." Dion samar-samar menggertak giginya. "Apa menurutmu ini mainan?"
"Apa yang wanita sepertiku ketahui, Kakak?" Meridian menyeka bekas puding di sudut bibir adiknya. "Segala yang kuketahui hanya bertingkah cantik, berharap segera menikah, lalu ketakutan karena lupa ingatan. Aku sudah menyesalinya berkat kejadian kemarin."
Setelah dipikir-pikir, jadi putri mahkota terdengar tidak buruk. Justru lebih baik. Karena otoritasnya lebih tinggi, jadi pasti kebebasannya pun lebih banyak.
Tugas istri di dunia ini kan cuma sit still look pretty, jadi mau Meridian ratu, putri mahkota atau anaknya Marquis, ia cuma akan berkutat dalam kemalasan hidup seorang wanita sambil berharap cepat hamil.
Dengan jadi putri mahkota, pertama Meridian akan memutus hubungan antara dirinya dan keluarga ini. Bebas dari kakak posesif, adik kembar cerewet nan menyebalkan.
Lalu setelah itu, tergantung situasi dengan si Putra Mahkota, ia tinggal menyesuaikan diri.
Hidup itu mudah.
Yang susah adalah pikiran.
Hidup itu lapang.
Yang sempit adalah hati.
Makanya untuk hidup mudah dan lapang, pikiran harus mudah juga hati pun harus lapang
Mau di mana saja, ia kan tinggal menjalani. Lagipula di dunia ini, tokoh utama adalah dewa-dewinya.
"Aku tetap akan membatalkannya."
Meridian menoleh. "Apa maksudmu?"
"Setelah melihat perlakuan Putra Mahkota padamu, apa menurutmu aku akan menyerahkan adikku pada orang seperti itu? Lupakan saja. Bukankah itu yang kamu inginkan?"
Orang ini.
Kalau mau setuju, kenapa tidak dari kemarin!
"Baiklah." Meridian berhati lapang dan berpikir tenang. "Aku akan menikah jika harus, tidak jika berhasil. Lakukan yang terbaik."
"Bagaimana jika kamu tidak usah menikah?" Si Kembar menimpali. "Temanku bilang, wanita yang sudah menikah akan me—hmpt!"
Mulutnya disegel oleh sihir.
Setidaknya untuk pengaturan ini, Laila menggambarkan betul seorang bangsawan. Normalnya memang 'tabu' bagi wanita sebelum menikah tahu mengenai persoalan seksual.
"Apa itu bisa?" Meridian memiringkan wajah. "Kakak?"
"Apanya?"
"Aku tidak menikah."
".... Tanyakan pada Ibu."
Meridian menopang dagu. "Kurasa aku memang lebih suka membuat kekasih daripada harus menikah. Duke Muda pasti—hmpt."
Dasar tsundere gila!
...*...
Salah satu adegan paling Meridian benci selain kemunculan sang tokoh utama di pesta dansa adalah pemberian segerobak hadiah khas royal family.
Esok hari setelah Dion berkata akan mengusahakan pembatalan pertunangan, tiga kereta kuda emas berlambang kerajaan memasuki tanah kediaman Marquis.
Meridian hanya berdiri di jendela kamar, bersedekap menatap semuanya sampai kereta kuda berhenti di depan teras, lalu Lucas, Dion, si Kembar juga Ibu menyambut kehadiran putra mahkota.
Hah.
Tidak sekalian diiringi barongsai, dasar norak.
"Nona."
Meridian mengibaskan tangan pada segerombolan pelayan yang mau mendandaninya. "Aku adalah pasien. Pasien tidak berdandan."
"Anda tidak akan menemui Yang Mulia, Nona?"
"Entahlah." Meridian berjalan mendekati sofa santai. "Aku akan menemuinya, jika dia berhasil melewati Dion."
Sebagai tokoh utama yang punya tiga kakak posesif, Meridian cuma tinggal berkedip untuk dilindungi. Kalau ternyata tidak bisa, ya anggap saja itu takdir menemui Yang Mulia.
Beberapa saat, masih tidak terdengar keributan apa-apa.
Tapi ternyata kuasa si Yang Paling Mulia masih terlalu besar untuk dilawan keluarga Marquis. Tiba-tiba Lucas muncul di kamarnya, memberi sebuah titah.
"Bersiaplah lalu pindah. Putra Mahkota ingin menemuimu."
Meridian beranjak. "Aku sudah siap."
"Nona." Wilona segera menyela. "Anda tidak bisa menemui keluarga kekaisaran dengan pakaian tidur. Tolong setidaknya berganti pakaian."
"Apa aku terlihat vulgar?"
Lucas nyaris tersedak. "Berhenti memakai kata bodoh. Sudahlah. Ayo pergi."
Dalam sekejap mata, mereka berpindah ke sebuah ruang santai yang memiliki jendela terbuka.
Meridian menjatuhkan bokongnya pada sofa panjang, santai-santai saja bersedekap.
Mungkin bagi Lucas itu bukan sikap wajar, tapi karena dia sudah berhari-hari menyaksikannya, dia tidak berkomentar. Daripada itu, Lucas melepaskan luaran pakaiannya untuk disampirkan ke bahu Meridian.
"Setidaknya pakai ini."
"Ya, terima kasih."
Pria itu menghilang bersama gerutuan aneh.
Tak lama setelah dia menghilang, pintu ruangan terbuka, memunculkan sosok Andaru dengan setelan heboh putra mahkotanya, yang di mata Meridian sudah seperti ingin penobatan saja.
Ratu Elizabeth saat penobatan tidak seheboh ini, perasaan.
"Yang Mulia." Meridian tidak beranjak. Hanya duduk, menundukkan kepalanya.
Ogah juga mengucapkan sesuatu seperti 'salam pada matahari kekaisaran' atau 'kejayaan bagi matahari kekaisaran'.
"Nonaku. Kupikir aku harus menunggu sebentar lagi." Dia datang, memegang tangan Meridian. "Bagaimana ka—"
"Saya akan baik-baik saja jika Anda tidak mencium tangan saya." Meridian tak bisa menahan wajah jijiknya. "Atau setidaknya berikan ciuman di pipi."
Andaru berhenti bergerak, tapi segera menjauhkan tangan Meridian dari bibirnya. Dia gantian menunduk lebih dalam, menjatuhkan kecupan di pipinya. "Nona sangat manja."
Sayang jika Meridian tiba-tiba muntah padahal belum semenit dia muncul.
Pelayan yang menyaksikan hal itu tampak memerah malu. Padahal itu cuma kecupan pipi biasa. Daripada Meridian memasang ekspresi 'mati saja sana', bergegas ia mengusir mereka.
"Tampaknya mana di sekitarmu semakin stabil." Andaru memandanginya tapi tanpa mata super itu. "Mau berapa kalipun aku melihat, warna biru di sekitarmu benar-benar cantik."
Cantik, kah?
Bagi Meridian, tidak ada yang lebih cantik dari mata Andaru dalam mode reptil itu.
"Apa Anda tidak mempermasalahkannya?"
"Mengenai apa?"
"Bahwa saya penyihir yang tidak dikekang oleh kuil."
"Untuk apa?" Andaru meraih cangkir minuman seolah hanya untuk pamer dia punya gestur karismatik. "Kita akan menikah dalam beberapa bulan. Tanpa bantuin kuil, aku bisa memastikan pengekang di dirimu bekerja dengan baik."
Meridian menatap makanan yang tersaji hanya untuk merasa mual. Efek samping pengekang itu sepertinya bukan cuma pada tenaga, namun pada nafsu makan juga.
"Apa Anda berubah pikiran setelah melihat kekuatan sihir saya?"
"Bisa jadi."
"Apa Anda tidak akan menikahi saya jika kekuatan sihir saya rendah?"
"Bisa jadi."
"Apa ada cara menghancurkan inti mana dalam tubuh seseorang?"
Andaru terdiam sejenak. "Kupikir kita sudah menyelesaikan persoalan kita, Nona."
"Hanya bertanya." Meridian melirik ke arah lain. "Tapi bicara soal itu, bagaimana dengan Yang Mulia Putri?"
"Adikku?"
"Sepertinya dia membenci saya."
"Lalu?"
"Saya hanya berpikir itu tidak harmonis menyatukan dua orang yang saling tidak menyukai."
Andaru tergelak. "Kamu membicarakan adikku atau dirimu sendiri?"
Mana saja yang dia suka.
Sejenak, Meridian hanya diam.
Ketampanan Andaru masih saja membiusnya bahkan ketika Meridian sudah ilfil juga. Tapi, bicara soal pesona ketampanan tokoh utama, apa tidak ada saingan dalam kisah cinta abadi Meridian palsu dan Andaru?
Sejauh ini, antagonis yang ia temui hanya si Tuan Putri yang Meridian lupa siapa namanya.
Antagonis yang menyukai Andaru siapa?
Putri Duke yang kekuatan sihirnya juga luar biasa itu, kah? Meridian lupa mencari dia di pesta. Siapa tahu ternyata memang benar.
"Kamu memikirkan hal lain saat aku berada di depanmu. Apa pikiranmu sebegitu rumit, Nona?"
"Begitulah." Meridian terbawa pikiran hingga ia meraih cangkir minuman. Menyesapnya padahal tidak nafsu. "Yang Mulia, apa Anda memiliki kekasih?"
Bangsawan pria tidak sepolos bangsawan wanita. Biasanya mereka tidak dikekang oleh norma sosial, bebas melakukan apa saja seperti berkencan atau bahkan melacur.
"Bukankah dia duduk di hadapanku sekarang?"
Klise sekali orang ini.
Kalau Meridian tidak melihat wajahnya, ia benar-benar akan kesal.
"Apa Anda percaya pada saya?"
"Apa ada alasan untuk tidak?"
"Bagaimana jika saya berkata saya lupa ingatan?"
"Maka kamu lupa ingatan."
"...."
Mata Herdian tiba-tiba berganti. Pupil indahnya kembali menampakkan diri. Memandangi Meridian baik-baik sebelum dia tersenyum dingin. "Aku berpikir ada sesuatu, ternyata seperti itu."
"Anda percaya?"
"Aku mempercayai mataku, Nonaku. Manamu memiliki pola saat berbohong."
Kenapa di dunia ini sulit sekali berbohong? Dion yang tajam, Herdian yang cerdik, lalu sekarang dojustu terkuat.
Orang lemah dibutuhkan demi kedamaian dunia, dasar Laila buta!
"Yah, tapi, kurasa aku agak terkejut." Andaru menarik kembali sihir di matanya. "Aku bertanya-tanya ada apa sampai kamu berubah. Ternyata begitu. Lupa ingatan. Memang sulit dipercaya."
Meridian tahu. Tapi karena itu nyata, ia tak berbohong dan dirinya tak takut berterus terang, maka ia menepikan kemungkinan dianggap gila.
Kenapa Meridian harus takut?
Bukankah kejujuran berhadiah surga?
"Apa karena itu kamu mengajukan pembatalan? Bukan karena Herdian tapi lupa ingatan?"
"Tidak juga." Meridian membuang muka. "Saya memutuskan tidak menyukai Anda bukan karena tidak mengingat Anda. Saya melakukannya karena Anda membosankan."
Ada cahaya merah sekilas bersinar di mata merah Andaru. Tapi dia tampak normal saja saat memiringkan wajah dan tersenyum menahan kesal.
"Membosankan? Kamu menyebutku membosankan? Nonaku yang lupa ingatan ternyata sangat atraktif sekarang."
"Kejujuran saya masih cukup banyak. Tapi karena Anda keluarga kekaisaran, maka saya menahan diri."
"Kurasa aku akan senang mendengarnya."
"Sayangnya saya tidak."
Jujur memang terbaik. Setelah mengatakannya, terlepas dia percaya atau tidak, Meridian merasa sedikit bisa makan sesuatu sekarang.
"Apa tidak ada cara agar saya dan Anda tidak usah menikah? Apa saya harus berselingkuh?"
"Kuharap kamu tidak bertindak ceroboh lagi, Nona. Keberanian tidak berdasar akan menyakitimu."
Jadi benar dia tidak mencintai Meridian.
Kalau begitu, kenapa Andaru tidak bersikap dingin juga? Seharusnya kan dia berkata 'aku merasa jijik melihatmu, apa kamu tidak malu memohon menikahiku, jangan berpikir aku akan menyukaimu' atau apa pun sejenis itu.
Ini rasanya bukan pola Laila.
Meridian tak sengaja melamun ketika angin berembus kencang menerobos jendela. Tiba-tiba perasaan tak nyaman muncul dalam dirinya. Justru dibuat sadar bahwa ... dunia ini bukan dunianya.
Imajinasi Laila membuat tokoh memang luar biasa. Semuanya tampan kecuali beberapa figuran tidak penting. Kekuatan sihir, kecerdasan dan lain-lainnya juga.
Tapi ... dunia ini membosankan.
...*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments