Pemandangannya mengingatkan Meridian pada suasana Malioboro, tapi versi siang, tanpa aspal, tanpa kendaraan. Hanya ada lalu-lalang manusia berpakaian lusuh—setidaknya di mata Meridian—juga beberapa bangsawan yang setidaknya bisa dibedakan dari gaun mereka.
Kota terapung.
Kenapa namanya kota terapung, lalu diberi nama Moros?
Jangan bilang iseng lagi?
Akh. Meridian sudah lelah duluan sebelum protes.
"Apa ada sesuatu yang menarik, Meridian?" tanya Raphael tiba-tiba.
Sepertinya dia berusaha keras agar Meridian bisa mengingat—yang mana mustahil sebab ia tak lupa ingatan. Tapi karena dia juga tidak bisa memastikan, maka Meridian tinggal bertanya agar dapat ingatan. "Berapa lama waktu yang dibutuhkan ke kota?"
"Hm? Jika menghitungnya, kurasa kita bisa sampai dalam empat puluh menit. Kamu sudah lelah?"
"Sedikit."
"Kebiasaanmu tidak berubah." Dion berkomentar. "Kamu tidak melupakan itu?"
"Aku lelah, bukan lupa atau ingat." Orang ini punya dendam atau apa, sih? "Kalau begitu, boleh aku bertanya padamu, Kakak?"
Dion memicing. "Apa?"
"Kenapa rambutmu berwarna hitam sedangkan aku perak?"
Terus terang, itu pertanyaan iseng yang muncul karena jengkel.
Meridian menebak alasannya pasti tidak masuk akal. Tapi saat Dion dan Lucas sama-sama membeku, juga Raphael tersentak, sepertinya itu pertanyaan fatal.
Apa mungkin Laila memasukkan plot twist ke persaudaraan Meridian?
"Apa pertanyaanku salah?" Meridian bukan tipe yang suka lari dari kesalahannya. "Aku minta maaf jika demikian."
Raphael menghela napas. "Ayo lupakan itu. Berbaringlah dulu, Meridian. Perjalanan akan terasa cepat jika kamu terlelap."
Entah kenapa, setelah kata-kata itu terucap, Meridian sungguhan merasakan kantuk berat. Ia terlelap di bahu Raphael, merasa sesuatu menariknya sangat jauh dalam kegelapan.
Tapi itu terasa hanya sesaat. Meridian tiba-tiba melihat cahaya biru kristal bersinar dalam dirinya, dan seperti lampu terang benderang, itu menjaga Meridian dari kantuk.
Ia bersandar pada Raphael sebab instingnya mengatakan diam dulu.
"Dia benar-benar lupa ingatan." Itu suara Raphael. "Jika ada orang yang mau membahas rambutmu, kurasa Meridian adalah yang terakhir. Kamu melihatnya. Dia minta maaf tanpa rasa takut."
Dion diam.
"Dia, apa yang terjadi padanya?" Kini suara Lucas. Diluar dugaan, dia terdengar khawatir. "Dia tiba-tiba melupakan semua orang. Dia melupakan dirinya sendiri, tapi mampu berkomunikasi dengan baik dan tidak ketakutan. Mustahil itu hanya lupa ingatan!"
"Kamu sudah memastikan?" Dion baru bertanya.
"Aku memegangnya sekarang. Kamu berpikir aku berbohong?" Tangan Raphael bergerak menepuk lembut kepala Meridian. "Ini jiwa Meridian. Sejak awal, sesuatu seperti pertukaran jiwa itu mustahil dilakukan. Dugaanmu terlalu jauh. Percobaan semacam itu selalu berakhir gagal dalam waktu satu atau dua hari akibat pertentangan jiwanya."
Meridian berusaha keras tidak bereaksi.
Mengapa dia bicara seakan-akan ada cara untuk menukar jiwa dan memastikan itu jiwa yang benar atau tidak?
"Aku merasakan sihir."
Sulit untuk tidak bereaksi. Meridian langsung duduk tegak, menatap tajam wajah mereka bertiga.
"Sihir?"
Tolong jangan katakan lelucon omong kosong itu. Laila yang bahkan tidak paham politik kenapa malah menambah racun semacam kekuatan supranatural dalam dunia novelnya?!
"Meridian?" Raphael yang paling terkejut. "Kamu—"
"Aku sedang bertanya. Apa, itu, sihir?"
Dion yang membalas tatapannya. "Aku merasakan sihir darimu. Kamu bertanya apa itu sihir?"
Tolong jangan bercanda, tolong jangan bercanda, tolong jangan bercanda!
Meridian memijat keningnya spontan. Segera ia membuka telapak tangan, mau memperagakan cara memakai sihir versi komik yang pernah ia baca. "Apa sihir itu semacam—"
Belum selesai perkataannya, bara api biru berkobar dari telapak tangan Meridian.
Semua terasa begitu cepat dan seketika. Tubuhnya tahu-tahu berada di pelukan Lucas, tercengang memandangi kereta kuda yang meledak di depan matanya.
Menyaksikan pemandangan Raphael menciptakan air tanpa bantuan selang pemadam dan sebuah lingkaran sihir yang cuma pernah ia lihat di anime Trinity Seven, Meridian lunglai.
Hal terakhir yang ia lihat adalah Lucas panik mengguncangnya, sebelum ia tenggelam dalam kegelapan, tak lagi diselamatkan oleh cahaya biru misterius.
...*...
Sejuk.
Sensasi angin mengelilinginya adalah hal pertama yang Meridian rasakan setelah kegelapan. Perlahan kedua matanya terbuka, disambut oleh pemandangan atap kayu.
Kepalanya berpaling ke samping, menemukan ketiga kakaknya berkumpul dengan satu lagi pria tampan berambut pirang.
Tampan juga.
Sialan.
Terkutuklah Laila entah di mana dia!
Novel apa sebenarnya yang dia buat?!
"Hei, kamu mendengarku?" Lucas yang paling pertama datang ke sisinya. "Sialan, Meridian. Kamu seharusnya berhati-hati menggunakan sesuatu seperti sihir."
"Jangan buat kepalaku tambah sakit." Meridian tidak mau mendengar apa pun tentang sihir.
Dirinya yang tidak percaya mengenai reinkarnasi dan sebagainya mana mungkin senang punya kekuatan macam Sasuke!
Apa jangan-jangan mata kristal ini sejenis sharingan? Lalu tadi apa? Amaterasu?
"Meridian." Dion malah ikut-ikutan. "Kurasa sebaiknya kamu berhenti memutarbalikkan fakta."
"Kubilang jangan buat—"
"Sihir adalah manifestasi kecerdasan seseorang." Dion mengarahkan telapak tangannya pada Meridian. Secara ajaib bin mandraguna, muncul sesuatu semacam lingkaran berwarna hitam kebiru-biruan yang begitu padat.
Lalu satu tangan Dion mengarah pada Raphael, memunculkan lingkaran sihir aneh yang sama, dengan pola yang hampir sama pula, namun sedikit lebih sederhana dan tipis.
Warnanya biru cerah.
"Perbedaan sihirmu dan Raphael sangat jauh. Sihirmu tiga kali lipat lebih banyak dari miliknya. Kamu pikir aku akan tertipu dengan ocehan lupa ingatanmu? Sihir tidak muncul dalam semalam."
Kalau begitu jelaskan mengapa Meridian pingsan lantaran Raphael bisa jadi pemadan kebakaran tanpa harus ada mobil ninu-ninu!
"Meridian." Raphael terdengar gelisah. "Aku berjanji padamu, aku bersumpah tidak akan menghakimimu. Jadi katakan yang sejujurnya."
Sejujurnya apa? Sejujurnya ia bukan Meridian yang ini tapi Meridian yang itu?
Diberi alasan lupa ingatan saja mereka tidak percaya. Apalagi jiwa tertukar.
"Hei, bodoh." Lucas tidak mau ketinggalan. "Jika kekaisaran mengetahui kekuatan sihirmu, mereka akan menganggapmu berbahaya."
Meridian tersedak. "Aku bahkan tidak tahu siapa Kaisar di negeri ini! Mengapa aku jadi berbahaya?"
"Kepekatan sihir juga menunjukkan potensi berbahaya mereka, Nonaku." Si Pirang Asing akhirnya buka suara. "Pada dasarnya sihir dan kekuatan suci dari kuil agung ditetapkan untuk seimbang satu sama lain."
"Lalu?"
Pirang itu menunjuk lingkaran sihir Raphael. "Tuan Raphael ditetapkan sebagai salah satu penyihir tingkat atas di kerajaan. Karena Anda lupa ingatan, saya akan mengingatkan. Ada total empat penyihir kuat di kekaisaran saat ini. Selain Tuan Muda, ada Pangeran Andaru, lalu Putri Duke Valentino, juga seseorang yang saat ini memegang menara sihir."
Meridian mengangkat tangan. "Tunggu sebentar."
"Ya?"
Meridian mencubit lengannya keras-keras hanya untuk menjerit kesakitan.
"DASAR BODOH!" Lukas merampas tangan Meridian seolah ia sedang mencekik anak kecil. "Dion, pasangkan mantra belenggu untuk orang gila ini! Kurasa dia benar-benar sudah tidak waras!"
"Aku memang tidak waras mendengarmu!" Meridian balas berteriak. Tapi segera menarik napas panjang, karena sekali lagi, marah pun percuma.
Ampas, ampas, ampas, ampas, ampas.
Awas saja Laila.
Dia benar-benar akan tinggal nama jika Meridian kembali.
"Tenanglah, Nona." Si Pirang menjentikkan jari tiba-tiba.
Detik setelah itu, Meridian merasakan bekas cubitan di tangannya serasa ditempeli kramik dingin, dan perlahan rasa perihnya hilang seperti kebohongan.
Tentu saja Meridian takjub. Ditarik tangannya dari Lucas, ternganga melihat kulitnya yang putih benar-benar mulus bersih.
Padahal tadi memerah saking kuatnya ia mencubit.
"Apa itu?"
Sihir.
Meridian tersentak. Menatap senyum di wajah si Pirang yang baru saja bertelepati dengannya.
Aku tahu ini membingungkan, tapi bisakah Nona sedikit tenang? Orang-orang ini juga menyusahkan saya.
Baiklah.
Entah kenapa, dia terlihat bisa dipercaya daripada saudara-saudara tidak berguna ini.
...*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
🇧 🇮
keren thorr.. oh astajim bingit bahasanya bikin ngakak....
2022-12-01
1
Renata Maharani
oh astaga 🤣🤣🤣🤣
2022-11-23
1