Gedung Tua

Satu per satu orang berhasil mereka jatuhkan. Namun, Clare merasakan keanehan.

"Ini aneh. Kenapa mereka tampak masih sangat muda? Mereka bahkan tidak tahu cara menggunakan senjata. Apa benar orang-orang ini di perintahkan untuk menangkap wanita itu?" Tanya Clare. Dia baru saja menjatuhkan seseorang dengan pukulan.

"Bukankah lebih baik begini?" Ucap Brian, wajahnya sangat antusias. Seakan dia sedang mendapatkan hadiah di hari ulang tahun.

"Ini mencurigakan" ucap Kay.

Mereka berjalan masuk ke dalam gedung, menyusuri jalan dengan berhati-hati.

Dari arah timur, Clare melihat seorang wanita yang sedang memapah seseorang, dia pun mengangkat senjata dan mengarahkannya pada wanita itu.

Wanita itu adalah Aku. Clare tidak pernah melihatku. Tapi, aku adalah target mereka saat ini.

"Serahkan dirimu!" Ucap Clare

Aku menatapnya.

"Ini bukan saatnya_" ucapku.

DOR!!!

Seseorang menembakkan peluru ke atas, ruang hampa. Hanya untuk peringatan.

Aku dan beberapa orang lainnya langsung menunduk. Terkejut.

"Kita tidak punya banyak waktu, gedung ini akan segera meledak" ucap orang yang menembak ruang kosong itu.

Setelah ku perhatikan, dia adalah Zain. Entah darimana dia muncul.

"Apa maksudmu?" Tanya Kay.

"Benar. Gedung ini akan meledak, dan anak-anak ini tidak bersalah, mereka hanya tersesat" ucapku.

"Kita selamatkan dulu mereka. Setelah itu, akan ku jelaskan" ucap Zain.

Tanpa bertanya dan memperpanjang masalah, mereka pun segera memapah orang-orang yang sekarat. Mereka menolong orang yang telah mereka lukai.

Beberapa orang yang masih bisa berjalan normal atau yang masih mampu beralan, mengikuti intuisi. Mereka terlihat ketakutan, tapi tidak berusaha untuk melawan.

"Kalian pernah mendengar tentangku, kan? Kalau tidak ingin mati disini, ikuti aku!!! Atau nasib kalian akan sama dengan anak ini" ucapku sambil menunjuk seorang anak yang tidak sadarkan diri.

Mereka mengikutiku dari belakang, sementara itu, di belakang kami, Kay dan Brian menodongkan pistol, untuk menggertak. Mereka harus bersiap jika kemungkinan aku melarikan diri.

...***...

Sementara itu, Clare dan Zain berjalan menyusuri gedung. Memeriksa setiap tempat, agar tidak ada seorang pun yang tertinggal.

"Apa yang sebenarnya terjadi?" Tanya Clare.

"Mereka di bayar untuk menangkap wanita itu" jawab Zain.

"Wajar, bukan?"

"Mereka baru bekerja hari ini. Mereka hanyalah anak-anak berusia belasan tahun, yang bahkan tidak tahu cara bertarung dengan benar. Seseorang mengumpulkan mereka untuk mati bersamanya"

"Seseorang? Aku pikir hanya kita yang ingin menangkapnya"

"Dia bukan wanita biasa. Dia mengganti identitasnya sebanyak 30 kali selama 10 tahun. Bahkan, orang terdekat pun ingin melenyapkannya" jawab Zain.

"Tidak heran dia menjadi buronan. Berapa banyak kejahatan yang sudah di lakukannya?" ucap Clare sambil menghela napas.

"Dia akan membayar semua perbuatannya setelah ini. Sebaiknya kita turun, gedung ini akan hancur dalam 10 menit" ucap Zain.

Zain sudah memprediksi setiap kejadian, dia mencari tahu tentang gedung ini.

Zain dan Clare pun turun ke bawah dan menjauh dari gedung itu secepat mungkin. Mereka sudah memastikan tidak ada orang di tempat itu. Namun, saat tiba di tempat orang-orang berkumpul, wanita yang menjadi target mereka tidak terlihat di sana.

"Dimana wanita itu?" Tanya Zain.

"Dia kembali ke sana. Dia bilang, ada seorang lagi yang tertinggal" ucap Brian.

"Kau percaya itu? Lalu, dimana Kay?" Clare yang kesal ikut bertanya.

"Dia mengejar anak yang kabur" jawab Brian dengan santai.

Zain menghitung jumlah mereka. Dan jumlah itu lengkap, termasuk Kay dan anak yang kabur. Kay sudah berhasil menangkap dan membawanya kembali.

"Itu dia!!!" Teriak salah satu dari anak-anak itu. Dia menunjuk ke arah gedung.

Zain melihat seorang wanita memasuki gedung sambil berlari.

"Benarkan? Dia tidak akan kabur, buktinya dia kembali ke gedung" ucap Brian.

Tanpa berpikir lagi, Zain berlari menuju gedung.

"Zain!!!" Teriak Clare.

"Mau apa dia?" Tanya Kay.

"Dia mengejar wanita itu" jawab Brian ketus.

"Berapa lagi waktu yang tersisa?"

"5 menit. Apa dia akan baik-baik saja?" Tanya Clare.

"Entahlah"

...***...

Aku mengenal tempat ini. Ini milik Papa. Papa membelinya 7 tahun yang lalu. Papa pernah berkata. "Aku akan meruntuhkan gedung ini, bersama putriku yang paling cerdas. Akan ku bangun tempat ini menjadi lebih mewah dengan menggunakan namamu, ALEXA"

Saat Papa mengatakannya, aku tersenyum. Aku sangat senang karena Papa masih ingat denganku. Aku mencatat hari itu, mengingatnya, perasaan bahagia yang tidak biasa pun muncul. Aku sangat senang hingga ingin menangis.

Papa tidak pernah memberiku hadiah atau senyuman. Namun, hari itu, Papa tersenyum sambil mengelus kepalaku. Hal yang tidak pernah aku rasakan.

"Kita akan mempekerjakan anak-anak seusiamu disini" ucapnya dulu.

Dengan polosnya aku berkata "trimakasih, Pa"

Aku menyukainya. Sangat. Aku tidak peduli jika selama ini Papa mengaggapku seperti orang lain. Aku sangat menghormatinya. Selama ini pun, aku berusaha menjadi seorang yang sangat berguna. Membuat Papa bangga padaku.

Tapi, sepertinya semua usahaku sia-sia. Papa tidak pernah menghargaiku atau menganggap diriku ada. Dia bahkan ingin membunuhku. Aku menyadari hal ini setelah melihat gedung dari kejauhan.

"Apa aku pernah berbuat kesalahan yang merugikannya?" Pikirku.

Malam ini, aku berjalan tanpa harapan, menuju ke lantai paling tinggi di dalam gedung. Aku tidak ingin mati hari ini, tapi kematian ku adalah keinginannya. Bahkan sejak aku lahir. Bukankah lebih baik aku mati sesuai keinginannya?

"Maaf Pa. Aku tidak akan ingin anak-anak itu menemaniku"

Menit terakhir. Aku melihat waktu yang terus berjalan di arloji yang melingkar di tanganku.

"Kita harus pergi!!!" Seseorang menggegam tanganku dan menariknya.

Wajahnya tidak terlihat, namun tatapannya sangat dalam. Dia menatapku dengan tatapan berbeda, seolah sedang memberi harapan padaku untuk hidup.

Sesaat, aku hampir lupa siapa pria itu. Tapi, aku segera menyadarinya. Dia adalah Zain.

Tenaganya cukup kuat saat menarikku, sekarang kami sedang berjalan di anak tangga. Saat itu, aku menepis tangannya dan berlari ke ujung gedung.

"Kenapa? Bukankah dunia akan aman jika aku mati?" Ucapku.

Dia mengejarku hingga ke ujung. Berusaha untuk menahanku.

"Tidak. Dunia tidak akan aman, walaupun kau mati. Karena masih banyak orang sepertimu di dunia ini. Bahkan lebih buruk" ucapnya.

"Kau benar. Dunia juga tidak akan menjadi lebih baik, saat aku mati"

"Benar, jadi sebaiknya_"

"Atau hidup" ucapku.

Dia menatapku lekat. "Cukup! Kita turun sekarang!!!"

"Papa menginginkan kematianku. Kenapa aku tidak menurutinya saja? Dia sangat menginginkannya sejak dulu"

"Kau salah. Karena kau tidak pernah menuruti keinginannya sekali pun" ucapnya.

Aku terdiam, lalu tersenyum "benar"

Dia mendekatiku selangkah demi selangkah. Aku membiarkannya berjarak lebih dekat denganku.

Saat dia menggenggam tanganku, aku memeluknya, menarik tubuhnya, dan kami melompat bersamaan dari gedung lantai dua. Gedung itu akan meledak.

Aku memilih tumpukan sampah yang berada di bawah gedung untuk menjatuhkan diri.

Namun, pandanganku menjadi buram karena aku lebih dulu terjatuh dengan kepala yang terbentur. Tubuh kami berguling setelah tiba di tanah. Dan aku tidak sanggup menahan rasa sakit di kepala ku.

Aku harus selamat.

...***...

Satu per satu dari setiap lantai gedung hancur berantakan. Untungnya, tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Zain berhasil membawanya keluar dari area gedung, sebelum tempat itu benar-benar hancur. Dia menggendong wanita yang tidak sadarkan diri itu dan menjauh dari reruntuhan secepat mungkin.

Mereka menuju rumah sakit.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!