Berapa lama orang bisa menahan napas? Semenit? Dua menit? Atau bahkan sepuluh menit?
Aku melakukan latihan pernapasan sejak kecil, sehingga aku bisa menahan napas lebih dari sepuluh menit. Dan latihan itu sangat berguna, saat aku berada di situasi tidak terduga. Dan ternyata, tempat tinggalku yang sekarang sangat mengerikan. Tidak aman.
Pukul 7 malam, aku pergi ke minimarket di sekitar tempat tinggalku untuk membeli beberapa kebutuhan. Setelah membeli, aku segera pulang. Namun, aku di hadang oleh dua orang berpakaian hitam.
Mereka membawa senjata tajam untuk mengancamku. Semua itu tidak ada apa-apanya bagiku, benda semacam itu sudah menjadi mainan sehari-hari.
Aku pun melawan mereka, dan akhirnya mereka tersungkur sambil meringis kesakitan. Namun, aku lengah. Aku pikir mereka hanya berdua. Ternyata mereka berjumlah cukup banyak dan beberapa orang dari mereka memiliki senjata api.
Aku menyerah. Meletakkan barang belanjaanku di tanah dan mengangkat tanganku ke atas. Salah seorang dari mereka langsung bergerak ke arahku, menutup mulut dan hidungku dengan sebuah kain tebal.
"Bawa dia ke mobil. Pastikan dia sudah menghirup obat biusnya. Dia bisa saja membaca tujuan kita" ucap salah seorang dari mereka.
Aku melemaskan badanku, membuatku tampak seperti orang yang sudah tidak sadarkan diri. Setelah itu, mereka mengangkat tubuhku dan memasukkan ku ke dalam mobil. Tangan dan kakiku sudah terikat sempurna.
"Hahhaha, Tuan pasti akan senang. Kita mendapatkan apa yang dia inginkan"
Mereka tertawa beramai-ramai. Membuatku kesal. Tapi, aku hanya bisa berdiam dan menghitung jauh jarak dan kecepatan dan berapa kali mobil ini berbelok.
"Aneh, kenapa tempat yang ramai seperti itu tiba-tiba menjadi sepi?" Pikirku.
Aku memikirkan tempat yang biasa aku lewati saat ingin pergi ke minimarket. Tidak seperti biasanya.
...***...
Satu jam berlalu. Aku membuka mata saat seseorang menyiram air ke wajahku. Mereka berpikir kalau aku benar-benar pingsan. Aku pun berpura-pura takut dan menangis.
"Siapa kalian? Lepaskan aku!" Ucapku lirih.
Mereka berbisik-bisik. "Apa benar dia orangnya? Wanita yang di cari Tuan"
"Kau jangan tertipu dengannya. Dia itu sangat licik"
"Benarkah? Tapi, dia tidak terlihat seperti itu"
"Tidak apa. Kalau bukan dia orangnya. Kita jual saja dia ke tempat lain, tubuhnya cukup bagus, yah... walaupun wajahnya tidak menarik"
"Hahahha, kau benar"
"Kalian berpikir begitu? Tubuhku ini bisa membuat orang mati, apa kau tahu?" Tanyaku sambil menatap tajam pada mereka.
Pertanyaan yang tiba-tiba dan ekspresi wajahku yang berubah. Tiga orang di hadapanku langsung memasang sikap waspada, wajah mereka yang ceria berubah seketika, mereka panik seolah sedang berhadapan dengan pemangsa.
"Be benar! Dia benar-benar wanita itu" ucap salah satunya dengan gugup.
"Tenang, kita tidak perlu panik. Dia hanya seorang wanita, dan tubuhnya juga terikat. Selain itu, kita punya senjata di tangan kita" ucap seorang lainnya.
Aku tersenyum sinis dan menatap tajam pada mereka. Hanya untuk menggertak. Padahal isi pikiranku kosong. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Tanganku terikat kebelakang dan duduk di atas kursi kayu.
Salah seorang dari mereka mendekatiku.
"Jangan menatapku seperti itu si*lan!!!" Dia berkata sambil memukul wajahku.
Wajahku bergerak sesuai arah pukulannya. Terasa nyeri di sekitar pipi.
"Sekarang bukan waktu yang tepat" pikirku.
Aku menunduk. Memikirkan berbagai cara agar keluar dari sini. Kalau aku menunggu besok pagi, di saat semua orang sadar bahwa aku menghilang. Itu akan sangat terlambat, bisa saja aku sudah mati saat itu. Aku harus mengumpulkan tenaga dengan tidak membuat mereka kesal.
"Sudah ku bilang. Dia hanya wanita bodoh dan jelek. Dia tidak akan berbicara sepatah kata pun mulai sekarang" ucap orang yang memukulku.
...***...
"Kau berhasil mengikutinya?" Tanya Clare.
Clarissa Ruth Allen. Wanita yang penuh dengan semangat. Salah satu anggota yang bekerja di INCREASE (Investigation of Criminal Case).
"Tempat itu hanya berkisar 30 menit perjalanan" sambung Kay.
Kay Harrison Dion. Pria dengan perawakan menarik dan tubuh yang bagus. Bekerja di INCREASE selama lebih dari 3 tahun.
"Bukankah tempat ini berbahaya? Bagaimana jika jumlah mereka terlalu banyak?" Tanya Brian.
Brian Quentin Vance. Pria yang selalu berbicara tanpa pikir panjang. Berteman dengan Kay sejak kecil dan bergabung dengan INCREASE sejak lima tahun yang lalu.
Mereka bertiga menggunakan jenis motor yang berukuran besar atau istilah lainnya Moge (motor gede). Menyusuri jalan raya dengan kecepatan maksimal dan berbicara melalu alat komunikasi yang di pasang di telinga masing-masing.
"Sesuai rencana. Tujuan kita adalah membawa wanita itu" ucap Clare.
"Baik"
"Dimana Zain? Bukankah tadi dia bersama kita?" Tanya Brian.
"Fokus Brian! Apa kamu lupa rencana kita?" Tanya Clare kesal.
"Ah! Iya!"
Mereka berbelok, memutar, mencari rute yang paling mudah di lewati dengan jarak yang dekat dengan lokasi tujuan.
Hanya berjarak sekian meter, mereka akan tiba di tempat tujuan. Namun, mereka berhenti di kejauhan, meletakkan kendaraan di tempat tersembunyi, lalu melepas helm.
"Jangan melakukan kesalahan" Ucap Kay.
Brian dan Clare mengangguk bersamaan. Mereka berjalan tanpa menimbulkan suara, mengendap-endap agar tidak terlihat. Tempat itu seperti gedung tua yang tidak berpenghuni. Tapi siapa yang tahu, terdapat banyak orang di tempat sunyi itu.
Satu per satu dari orang yang berjaga di depan gedung tua itu di jatuhkan. Mereka melakukannya tanpa bersuara, menggunakan pukulan di titik tertentu atau menggunakan suntikan berisi cairan bius.
Crare, Kay, dan Brian menyeret korban mereka dan meletakkan di tempat tersembunyi, agar tidak memancing keributan.
...***...
Tempat ini berupa gedung tua dan aku di letakkan di lantai yang cukup tinggi. Seperti halnya rumah kosong, terdapat banyak sisa-sisa sampah di sini, termasuk pecahan kaca. Aku melihat pecahan itu, namun letaknya cukup jauh.
"Perset*n!!! Kalianlah yang bodoh! Hanya karena uang, kalian melakukan semua perintah seperti anj*ng!!!" Ucapku.
Mereka menatap tajam ke arahku. Salah satunya merasa tersinggung dengan ucapanku.
"Diam kau!!!"
"Aku ingin tahu, daging jenis apa yang dia berikan pada kalian. Sayang sekali, kalian tetap saja bodoh"
Orang yang tadi memukulku tampak geram. Dia mendekatiku. Lalu, memukul wajahku dengan keras. Darah segar pun keluar dari bibirku, luka dalam akibat pukulan yang cukup keras.
"Bukankah sudah ku katakan, lebih baik kau diam!!!" Ucapnya.
Aku tertawa "berapa lama dia melatihmu? Sepertinya pukulanmu belum cukup kuat"
Aku membuang ludah bercampur darah dari mulutku.
"Menyedihkan" ucapku lagi sambil tersenyum.
Dia kehilangan kendali karena ucapanku, lalu memukulku lebih keras dari sebelumnya. Membuatku yang terikat di atas kursi, jatuh tersungkur ke lantai.
Aku mendengar bunyi "nging" di telingaku. Sepertinya berdarah. Kepala ku pun mulai pusing dan pandangan menjadi buram. Tapi, sekarang bukan saat yang tepat untuk tidur.
Salah satu dari mereka yang melihat kejadian itu, segera menarik orang yang memukulku.
"Sudah, cukup! Dia sudah sekarat"
Pria yang memukulku menepisnya, lalu merapikan pakaiannya. Dia pun pergi dari hadapanku.
Aku tertawa. Kali ini benar-benar tertawa. Aku menertawakan dia yang tidak mampu menahan emosinya. Yang tidak sadar dengan umpan yang aku berikan.
Orang yang baru saja memukulku mendengar suara tawaku. Amarahnya memuncak. Dia berbalik dan mendekatiku, bahkan dua orang lainnya tidak mampu menahan pria itu.
Ketika dia hendak melayangkan tinjunya ke arah ku. Aku lebih dulu memukulnya. Tanganku telah lepas dari ikatan dengan menggunakan pecahan kaca yang sekarang berserakan di sekitarku.
Tidak hanya sekali, aku bahkan memukul pria itu hingga tidak sadarkan diri. Aku memukulnya dengan kursi, hingga kursi kayu itu pecah berserakan.
"Si*l!!!"
Dua pria lainnya langsung bersikap siaga, mereka menekan tombol tanda waspada yang terletak di pinggang. Lalu, berbicara dengan alat yang menghubungkan mereka dengan semua orang di gedung ini.
Aku berdiri, melepaskan ikatan yang masih tersisa di tanganku. Membersihkan darah yang mengalir di bibirku. Aku juga mengusap bagian telingaku.
"Si*l!!! Awas saja kalau aku menjadi tuli" ucapku saat melihat darah di tanganku.
Aku menatap mereka sambil memperkirkan pergerakan yang cepat tanpa membuang banyak energi. Aku harus menjatuhkan mereka sebelum bisa melawan.
"Singa yang baru saja belajar berburu, akan kalah dengan Singa yang sudah mengalir darah pemburu di dalam tubuhnya" ucapku.
Dua orang itu hanya menatap bingung padaku
"Dasar, berani sekali mengatakan aku bodoh" ucapku lagi.
Mereka menyerangku, bersamaan. Walaupun bodoh, kedua pria ini bisa mengetahui titik tepat untuk memukulku. Namun, aku bisa menghindarinya, bahkan memukul mereka hingga terjatuh.
Dor! Dor! Dua peluru melayang ke arah dua pria itu. Aku mengeluarkan pistol dan menembak kaki mereka. Aku mengambil pistol dari pria yang tergeletak.
Aku mendekati dua pria yang meringis kesakitan. Mengambil pistol di saku mereka.
"Mangsa yang terancam, bahkan lupa jika mereka memiliki senjata mematikan" ucapku.
"Sepertinya, mereka orang-orang yang tidak bisa mengerti situasi. Kenapa mereka berada di tempat ini?" Pikirku sekilas.
Wajah ketiga pria itu sangat muda untuk masuk dalam situasi ini. Mereka seumuran denganku. Bahkan mungkin lebih muda. Setelah cukup lama berpikir, aku mulai menyadari sesuatu.
"Si*l! Ini jebakan! Mereka menjebak seseorang!" Ucapku.
Aku berlari keluar, mencari jalan ke arah tangga, menuruni gedung. Beberapa kali, aku bertemu dengan yang lain, mereka pun terlihat muda. Aku melumpuhkan mereka yang menghalangi jalanku.
"Tidak ada gunanya membunuh orang-orang itu. Mereka akan mati karena aku berhasil kabur"
Setelah keluar dari gedung, aku langsung mencari mobil kosong. Aku harus pergi dari tempat ini secepat mungkin.
Namun, pikiranku membuat langkahku melambat.
"Tapi, siapa target mereka kalau bukan aku? Si*l! Ini pasti ulah Papa. Mereka orang-orang baru yang sama sekali tidak ku kenal"
Aku tidak bisa berpikir panjang lagi, yang aku pikirkan sekarang adalah pergi sejauh mungkin. Karena tempat ini akan meledak dalam hitungan menit. Aku melihat banyak alat peledak yang di pasang di tembok-tembok gedung, karena gedung ini memang akan di hancurkan.
"Tapi, bagaimana dengan anak-anak itu? Si*l! Si*l! Si*l! Aku harus bagaimana? Mereka di bayar hanya untuk mati. Apa yang sebenarnya Papa rencanakan???"
Tidak ada yang bisa ku lakukan selain kembali ke dalam gedung.
"Mereka tidak tahu apapun. Hanya karena bayaran yang tinggi, mereka rela melakukannya. Dasar! Mereka pikir ini permainan penculikan? Dasar bocah-bocah idiot!"
Aku membawa satu per satu dari mereka keluar dari gedung itu. Tanpa mempedulikan kapan gedung ini akan meledak.
Namun, saat sedang berjalan sambil memapah seseseorang menuju keluar, seseorang mencegatku, tangannya menodongkan pistol ke arahku.
"Serahkan dirimu!" Ucap seorang wanita.
Aku menatapnya. Aku merasa cemas karena waktu yang kami miliki tidak banyak lagi.
"Ini bukan saatnya" ucapku.
DOR!!!
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments