Seminggu telah berlalu, kematian Lance pun telah tersebar melalui berita-berita televisi dan media sosial. Tapi, semua itu hanyalah permainan. Kematian palsu.
Aku berkunjung ke rumah mewah di pinggir kota. Rumah nyaman yang jauh dari hiruk pikuk keramaian, hanya saja aku tidak yakin bahwa rumah itu cukup aman untuk bersembunyi.
"Kau mau minum apa? Atau makan?" Tanya Lance saat aku tiba.
Aku baru saja tiba dan memarkirkan motorku di depan rumah, tapi dia sudah datang dan menyambutku dengan senyuman.
"Aku butuh data itu secepatnya" jawabku.
Kami berjalan masuk ke dalam rumah.
"Aku tidak bisa memberikannya" ucap Lance.
Langkahku terhenti. "Kau pasti bercanda. Kau tahu ksn membutuhkannya?"
"Dia berbahaya. Aku sudah memintamu untuk menjauhi orang seperti itu"
"Aku tidak peduli. Berikan datanya padaku" tukas ku.
"Maaf, tapi aku tidak memilikinya. Semua data tentangnya sudah ku hapus"
Mendengar ucapannya barusan. Membuatku geram dan ingin berteriak padanya. Tapi, aku menahan emosiku, karena bukan hanya sekali aku mengalaminya. Aku tahu dia berniat baik, tapi aku tidak menyukai caranya yang berbuat sesuka hati.
"Aku akan mencari tahu sendiri" ucapku.
Aku hendak melangkah pergi, namun Lance menahan tangaku dengan kuat, menghentikan langkah kaki ku.
"Dia adalah anggota organisasi rahasia yang berbeda. Dia bukan anggota biasa yang bisa kau tipu dengan mudah. Penjahat yang berhasil di temukannya, tidak pernah bisa lari. Dia bisa membunuh mu!" ucap Lance.
"Aku selalu berurusan dengan orang seperti itu"
"Kau benar. Karena aku sudah mengenalmu, aku pun semakin tahu dengan kemampuanmu. Dan orang itu, bukanlah lawanmu" ucap Lance.
Aku tersenyum. Menepis tangannya. "Kalau memang itu benar. Bukankah akan sangat menarik? Jarang sekali aku mendapatkan lawan yang lebih hebat dariku"
"Kau gila! Jangan bertindak gegabah! Pekerjaanmu bukan hanya mempertaruhkan setumpuk uang di atas meja, tapi sebuah nyawa!" Teriaknya.
Aku menarik tangannya ke sofa, dan membawanya duduk. "Aku tidak berniat untuk membunuh atau melawannya. Aku hanya ingin mendekatinya dan mencari informasi tentang organisasi rahasia itu darinya"
Lance menatapku dengan lekat. "Tidak biasanya kau bertindak seperti itu. Tapi, apa orang seperti dia bisa kau jerat dengan mudah?"
"Entahlah, kau sendiri yang bilang dia tidak mudah di jerat. Aku hanya ingin mencoba. Jika gagal, aku akan menjauh darinya secepatnya. Lalu, memikirkan cara lain untuk mengetahui tentang organisasi rahasia itu" jawabku.
"Bagaimana kau akan melakukannya?"
"Aku akan membuatnya jatuh cinta padaku" ucapku.
Lance terdiam.
"Itu mudah" ucapnya tiba-tiba.
Aku terdiam. Tidak mengerti dengan ucapannya.
"Aku yakin kau bisa melakukannya. Kau kan sering sekali menggoda orang"
Aku melotot padanya. "Apa kau bilang!?"
"Hahha, tidak. Aku hanya bercanda. Tidak akan ada orang yang tertarik padamu, kecuali aku" ucapnya dengan percaya diri.
"Sudahlah. Aku bosan mendengarnya"
Dia masih tertawa. Aku pun berlalu dan pergi ke arah pintu.
Perjalanan yang cukup panjang. Tanpa arah. Aku hanya memandang jalanan dengan tatapan kosong. Lance tidak memberitahu yang lain tentang pria itu, tapi dia memberikan alamat yang mungkin akan di datanginya. Lucunya, Lance juga memberitahu bahwa pria itu juga sedang mencariku.
...***...
Lance adalah pria yang cukup cerdas. Namun, dia membutuhkan pendukung untuk melakukan pekerjaannya.
Saat wanita itu pergi, dia terus menatapnya dari jauh. Dia telah jatuh hati.
"Kau tidak akan pernah menyadarinya. Siapapun bisa jatuh cinta dengan mudah padamu. Riasan itu hanya untuk menutupi dirimu yang sempurna. Aku tidak tahu, kapan kau akan menyadari keberadaanku" pikir Lance.
...***...
Di dalam sebuah ruangan. Dua orang pria sedang duduk berhadapan, mereka membicarakan sesuatu. Kertas-kertas bereserakan di atas meja.
"Daniel. Kau akan menggunakan nama itu mulai sekarang" ucap seorang pria.
Pria yang menggunakan nama Daniel itu mengangguk. "Bagaimana penampilan wanita itu?"
"Tidak ada yang tahu bagaimana penampilannya. Tapi, kalau dia sedang berada di suatu tempat, dia akan terlihat lebih mencolok dari pada orang lain. Mungkin karena penampilannya atau karena sesuatu yang lain. Aku belum pernah bertemu dengannya, jadi aku tidak bisa menjelaskan lebih detail padamu" ucap seorang pria pada Daniel.
"Dimana aku bisa menemuinya?"
"Besok, pukul satu siang, dia akan mengunjungi sebuah rumah di alamat ini" pria itu memberikan secarik kertas berisikan alamat.
Daniel melihat isi kertas itu "Apa kau yakin?"
Pria itu mengangguk.
Besoknya, tepat pukul satu siang, Daniel sudah berada di depan yayasan panti asuhan dengan memegang secarik kertas, dia melihat tempat itu untuk memastikan bahwa dia tidak datang ke tempat yang salah. Saat itu, seseorang datang menghampirinya.
"Alamat ini benar. Kau mau kesana?" Tanya seorang wanita.
Daniel menoleh. Wanita dengan rambut kuning keemasan dan bermata hijau menatapnya sambil tersenyum, dia membawa banyak barang di tangannya. Barang itu adalah keranjang yang berisi bahan masakan dan buah-buahan.
"Kau mencari seseorang?" Tanya wanita itu lagi.
Daniel hanya terdiam.
"Aku bisa mengantarmu ke dalam" ucapnya.
Daniel mengangguk. "Baiklah, trimakasih"
Wanita itu berjalan di depannya, tapi pria itu berpikir hal lain, dia merasa ada sesuatu yang tertinggal. Dia pun menoleh ke belakang dan melihat banyak barang-barang lain di dalam mobil wanita itu.
"Aku akan membantumu" ucap Daniel dan segera mengambil barang dari mobil wanita itu.
Wanita itu hanya menoleh sedikit dan tersenyum tipis. Dia menunggu sebentar. Lalu, setelah Daniel mengangkat sisanya, dia pun melanjutkan langkahnya, di ikuti oleh Daniel dari belakang.
Daniel. Pria yang sedang di cari oleh Nona Grady. Namun, penampilan dan identitasnya hanyalah samaran.
"Rena!!! Ibu, Rena datang! Rena datang!" sahut anak-anak di sana.
Anak-anak kecil itu saling berteriak girang melihat kedatangan si wanita. Mereka memanggilnya Rena, tapi sebenarnya wanita itu adalah Nona Grady. Dan Rena merupakan nama samarannya.
Wanita itu menggunakan gaun polos berwarna biru, panjang roknya sebetis, dengan sedikit sentuhan gambar bunga pada bagian ujung rok gaun. Dia terlihat manis dan berbeda dari penampilan biasanya.
Anak-anak kecil berkumpul mengerubungi wanita dan pria itu, mereka meloncat-loncat dengan girang karena kehadirannya. Seorang wanita paruh baya dengan kerudung dan baju panjangnya keluar dari tempat itu.
"Anak-anak, jangan menghalanginya, berikan jalan untuk mereka" ujar wanita paruh baya itu.
"Ayo kita ke dalam, aku akan membagikannya di sana. Kalau tidak menurut, aku tidak akan memberikannya" ucap Rena.
Anak-anak itu berhenti dan menuruti perkataannya, mereka menjauh dan bersikap baik. Rena (Nona Grady) dan Daniel segera masuk ke dalam rumah, lalu meletakkan barang yang mereka bawa di atas meja. Setelah itu, mereka mulai membagi-bagikan makanan yang di bawa.
"Rena, dia siapa?" Tanya wanita paruh baya itu. Wanita itu bernama Lily.
"Aku tidak tahu" jawabnya sambil melirik kearah Daniel.
"Nama saya Daniel, maaf karena terlambat memperkenalkan diri" jawab Daniel.
"Namaku Lily, pengurus tempat ini. Ada urusan apa ya anda kesini?" Lily bertanya dengan ramah.
"Oh ini" Daniel memberikan sebuah kertas pada Lily. "Saya adalah utusan yang di minta untuk memberikan batuan pada panti-panti yang berada di sekitar sini" lanjutnya.
Nona Grady dan Lily melihat kertas itu, di sana tertulis nama orang dan jumlah dana yang akan masuk setiap bulannya di tempat ini.
"Maaf, tapi tempat ini sudah ada pemiliknya. Dan kami tidak meminta bantuan dari siapapun, trimakasih atas tawarannya" Lily memberikan kertas itu kembali pada Daniel.
Dia mengambilnya. "Apa mungkin jumlahnya kurang? Kami bisa mengubahnya, anda bisa mengatakan berapapun jumlahnya"
"Kami tidak peduli pada jumlah. Yang penting anak-anak disini tidak terikat pada apapun atau siapa pun" jawab Lily.
Daniel terdiam, memikirkan kalimat Lily sejenak. "Baiklah, saya tidak akan memaksa"
Nona Grady menatap pria itu dengan penuh rasa curiga. Tapi, Lily bernafas lega karena tidak sulit menolak tawaran. Jarang sekali ada orang yang menyerah semudah ini, pikirnya.
"Kalau begitu, aku akan membuatkan minuman. Tunggulah disini sebentar" ujar Lily.
Daniel hanya mengangguk. Lily pun segera pergi ke belakang. Di saat Lily tidak ada, itulah kesempatan bagi anak-anak untuk mengganggu tamunya.
"Paman pacarnya Rena ya?" tanya seorang anak kecil.
"Bukan" Daniel menjawab dengan ramah. "Aku hanya sedang berkunjung ke tempat ini" lanjutnya.
"Kalau begitu, paman harus main bersama kami, ayo paman!!!" anak kecil itu menarik tangan Daniel.
Daniel pun akhirnya menurut dan megikuti mereka ke halaman depan. Saat Daniel telah pergi, Nona Grady pun menelpon seseorang dari ponselnya.
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments