Upacara pembukaan telah berakhir, Alex dan Tamrin bersama rombongan ruang dua puluh empat berjalan menelusuri lorong sekolah. Seluruh peserta mengenakan topi bola plastik, name tag dan tas terbuat dari kardus.
Kelompok ruang dua puluh empat, memasuki sebuah ruangan berada pada sebuah gedung lantai dua tidak jauh dari kantin.
Alex dan Tamrin, duduk bersama di bangku belakang. Udara sejuk mulai berhembus, kebetulan Alex duduk bersebelahan dengan jendela.
Di luar terlihat kendaraan sedang berlalu-lalang di jalan. Beberapa pedagang, terlihat menjajakan dagangan di luar gerbang sekolah. Beberapa anggota OSIS, terlihat membeli beberapa cemilan untuk mereka nikmati. Kemudian, dua anggota OSIS masuk ke dalam ruangan.
"Selamat pagi semuanya," sapa seorang lelaki tampan berambut undercut hitam.
"Pagi!" balas kompak peserta MOS ruang dua empat.
"Selamat datang di SMA 22 Tegar Sari!" sambut siswi cantik berambut hitam sebahu. "Sudah sarapan belum?"
"Sudah!"
"Syukurlah kalau kalian sudah sarapan, kami para anggota OSIS berharap agar kalian semangat mengikuti kegiatan MOS hari ini," ujar lelaki Sang Panitia MOS.
"Ada istilah tak kenal maka tak sayang. Perkenalkan nama kakak, Salsa Putri Kelas 12 IPA F."
"Nama saya, Tigor Fauzi dari kelas 11 IPS E."
"Sekarang, giliran kalian maju ke depan satu persatu untuk memperkenalkan diri. Di mulai dari kamu!" kata Salsa sambil menunjuk seorang siswi yang duduk bangku paling kanan.
Satu persatu, para peserta MOS maju ke depan untuk memperkenalkan diri. Alex mendapat giliran terakhir sangat gelisah. Kedua tangan gemetar dan berkeringat dingin, jantungnya berdegup kencang setiap kali melihat para peserta bergantian maju ke depan. Dia melihat Tamrin, terdiam memandangi Salsa dengan ceria memimpin jalannya kegiatan MOS.
"Alex."
"Iya? Gimana menurut elu tentang Salsa?"
"Gimana, apa maksudnya?"
"Penampilannya."
"Cantik," jawab Alex dengan singkat.
"Hanya itu?"
"Iya, memangnya harus gimana? Gue gak ngerti," timbal Alex.
"Mendetail dong."
"Males, gimana menurut elu?" balasnya meminta pendapat Tamrin.
"Rambut hitam sebahu, postur tubuh ideal dan parasnya yang manis. Dia itu tipe gue banget," jawab Tamrin sembari terpesona dengan kecantikannya. "Kira-kira, gue bisa enggak ya, pacaran sama dia?" ujarnya meminta pendapat kepada Alex.
"Ya, ndak tau kok tanya saya."
"Hmm....," timbal Tamrin dengan wajah sangat datar.
Satu persatu peserta telah memperkenalkan diri. Kini giliran Alex maju ke depan untuk memperkenalkan diri. Setiap langkah kakinya, jantung Alex berdegup kencang lalu kedua tangannya gemetar dan berkeringat dingin. Sorot mata mereka semua, seolah menatap tajam dirinya. Padahal, mereka memandang Alex dengan biasa saja tanpa tekanan.
Kedua kaki Alex terasa berat, bayangan bullying selalu melintas di dalam kepalanya membuat Alex semakin gugup. Waktu seketika terhenti, suasana cerah seketika menjadi gelap dan suram.
"Silahkan memperkenalkan diri," kata Tigor meminta Alex untuk memperkenalkan diri.
Kepala Alex mulai pusing, perkataan dari Sang Senior tidak ia simak dengan baik. Semua orang terdiam memandang dirinya sedang terdiam. Kedua tangannya gemetar dan berkeringat dingin. Seketika, jumlah peserta MOS di kelas menjadi lebih banyak dari sebelumnya. Perkataan kedua senior tidak terdengar. Alex melihat kedua kakak kelas beserta peserta lainnya hanya terlihat menggerakkan bibir.
"Rileks, jangan gugup. Cuman perkenalan biasa," kata Salsa menenangkan Alex sedang gugup.
"Dua puluh empat!" jawab spontan dari mulutnya.
Semua terdiam, mereka sempat saling berpandangan lalu mereka semua menertawakan Alex. Suara tawa mereka semua, membuat wajah Alex semakin memerah. Di antara mereka semua tawa Salsa, Kakak tingkatnya yang paling keras. Sedangkan Tigor, tertawa sambil memalingkan wajahnya.
"Nama saya Alexander Wirawan, salam kenal semuanya."
"Wih, keren! Titisan Alexander Graham Bell. Sudah punya pacar belum?" canda Salsa.
Wajah Alex semakin memerah, kepalanya terasa pening dan berkeringat dingin. Dia tanpa sadar, menjawab bahwa dirinya sudah memiliki seorang kekasih. Pertanyaan tidak berhenti sampai di situ saya. Dia ditanya berbagai hal, seperti makanan kesukaan dan tempat tinggalnya. Ribuan pertanyaan, membuat Alex merasa tidak tahan menanggung malu sekaligus canggung. Di dalam hatinya, dia berharap agar secepat mungkin pulang ke rumah. Selanjutnya, dia diminta untuk memimpin seluruh peserta di kelas menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia.
Semua orang terlihat bersemangat, ketika Alexander memimpin mereka semua untuk bernyanyi. Setelah itu, dia pun diminta untuk duduk kembali ke tempatnya. Sesampainya di tempat duduk, Alexander mengubur wajah dengan kedua tangannya sendiri. Tamrin tiada henti menertawakannya membuat Alex semakin malu.
"Dua puluh empat. Ha.ha.ha! Kamu titisan Patrick Si Bintang laut kah?! Gak habis pikir, kamu kepikiran seperti itu," ujarnya sembari menertawakannya
"Berisik! Padahal gue gak mau jadi pusat perhatian. Sekarang, mereka semua malah memperhatikanku," balasnya menempelkan wajah ke atas meja di balik kedua tangannya.
"Bagus dong, namamu sekarang menjadi terkenal."
"Masa bodo, gue pengen cepat pulang dan tidur di rumah," balasnya kepada Tamrin.
Satu jam telah berlalu, Tigor dan Salsa terus mengadakan permainan seperti tebak gambar serta nama binatang. Selain itu mereka mengadakan sebuah undian pada setiap permainan agar para peserta MOS semakin ceria. Selanjutnya, mereka berdua menunjuk sepasang lelaki dan perempuan untuk menari di depan. Sialan, Alex ditunjuk terlebih dahulu lalu dia maju ke depan sambil menahan malu.
Seorang gadis anggun berambut coklat, panjang agak keriting maju ke depan. Sepasang mata sayu, hidungnya yang mancung dan berkulit putih membuat parasnya terlihat dingin seperti es krim. Walau dingin penuh aura misterius, tapi dia masih ada manis-manisnya. Tigor dengan semangat, mendorong Alex untuk mendekat pada gadis itu.
"Alex, ayo coba kamu kenalan," perintah Tigor kepada Alex.
Jantungnya berdegup kencang, sorot mata mereka semua membuat Alex sangat gugup dan salah tingkah. Berbeda dengan gadis itu sejak tadi terdiam dengan wajah datarnya. Dia pun tersenyum tipis, ketika Alex melirik langsung pada wajahnya.
"Alexander, salam kenal," kata Alex sambil memalingkan wajahnya dengan tersipu malu.
Gadis itu, menggenggam tangan kanan Alexander yang sedang gemetar. Lalu dia membalas,"Namaku Wulan, salam kenal," sambil berjabat tangan.
Mereka berdua, diminta oleh Salsa untuk menari sesuai gerakan telah diajarkan olehnya. Awalnya mereka tidak kompak, perlahan mereka berdua melakukannya dengan sangat kompak. Keceriaan terpancar dari wajah mereka berdua, membuktikan hal itu. Kemudian Alexander, di minta untuk duduk bersama Wulan di bangku depan. Begitu juga dengan yang lainnya, duduk bersama pasangan secara acak setelah tampil ke depan.
Alexander merasa canggung, duduk bersebelahan dengan Wulan. Selain cantik, dia memiliki aura misterius yang wajib untuk dikuak. Bel pertanda istirahat telah berbunyi. Dia berencana untuk keluar lalu Wulan menepuk pundaknya sebanyak tiga kali.
"Iya?"
"Aku ingin berkenalan denganmu," kata Wulan.
"Hmm..., kita sudah berkenalan sebelumnya," balas Alex.
"Iya, aku tau. Tapi Papahku, memintaku berkenalan denganmu. Setidaknya, aku ingin menjalankan perintahnya."
"Papahmu?"
"Iya. Aku putri Pak Louis."
Pak Louis, merupakan Kepala Sekolah sekaligus pemilik Yayasan sekolah ini. Sebelum masuk ke sekolah ini, Alexander dan ayahnya datang berkunjung ke rumah Pak Louis.
Nilai akademik Alexander yang buruk, membuat Sang Ayah menitipkannya kepada Pak Louis.
"Begitu rupanya. Alexander Wirawan, salam kenal," sambil menjulurkan tangan ke depan.
"Wulan Pratiwi, salam kenal."
Mereka berpandangan seiring melempar senyuman. Alexander dan Wulan resmi berteman, dia senang memiliki teman wanita untuk pertama kalinya. Wulan mengambil sebuah setumpuk kartu di dalam tas kardus miliknya. Kartu tersebut berjumlah tiga puluh lembar.
"Wulan, kartu itu. Apakah itu kartu Tarot?" tanya Alex.
"Iya."
Tidak berselang lama, Tamrin pun datang lalu dia menepuk pundak Alex hingga membuatnya sedikit terkejut. Dia pun menoleh ke arah temannya.
"Kukira siapa. Dasar, bikin gue kaget saja!" kata Alex.
"Ha.ha.ha, sorry bro. Hei, Wulan. Kartu itu, apakah kartu Tarot? Tapi kok, gambarnya beda dari kartu Tarot pernah gue lihat?" tanya Tamrin sambil mengambil selembar kartu dan melihat-lihat.
"Kartu Tarot ini, aku sendiri yang buat," jawab Wulan sembari menjulurkan tangannya kanannya agar Tamrin mau mengembalikannya.
"Wow, keren," ucap kompak mereka berdua.
Wulan mulai mengocok kartu lalu meminta Alexander untuk mengambil sebuah kartu. Pada kartu tersebut, terdapat seorang lelaki memegang sebuah pedang emas. Di depan lelaki itu, ada beberapa lelaki suku pedalaman sedang memujanya. Selain itu ada tiga jam dan panah lintas putar menurun dari sisi kiri.
"Kejadian masa lampau akan terulang kembali, tapi sebuah benda legendaris akan membalikkan itu semua," kata Wulan.
"Apa maksudnya?" tanya Alex.
"Hmm... entahlah, aku tidak tau. Tapi yang pasti, benda yang dimaksud bisa saja harta, kemampuan dan keberuntungan yang tinggi."
"Ya, sudah. Dari pada pusing ayo Alex kita ke kantin," ajak Tamrin.
"Boleh aku ikut?"
"Boleh. Semakin banyak, maka semakin seru!"
Mereka bertiga, berjalan menelusuri lorong sekolah lalu menuruni tangga. Dari kejauhan, mereka melihat suasana kantin begitu padat. Kemudian, Alex mengajak mereka untuk membeli jajanan di depan gerbang sekolah. Wulan dan Tamrin setuju, mereka semua mulai berjalan menghampiri para pedagang di depan gerbang sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Liu Zhi
Wkwkwk
2023-04-17
0
Vhyna
Sesuai janji di Fb aku kemarin, jangn lp mampir di karyaku
2022-11-01
0
Jhulie
lanjut thor
2022-10-26
0