Carissa melambaikan tangannya kepada Devian lalu menjabat tangan Papa Cakra dan Ayah Adhitama dan mencium punggung tangannya bergantian. Carissa memasuki pesawat lalu lepas landas.
Adhitama dan Cakra menepuk pundak Devian bersamaan yang melihat kesedihan Devian.
"Hanya 2 bulan, Dev." ucap Adhitama.
Devian menghela nafas.
"Mulai besok posisi CEO sudah kembali ke kamu." ucap Adhitama yang menyadarkan Devian dam membuatnya mengingat kejadian beberapa hari lalu.
"Apa hal ini juga bagian dari rencana Carissa, Yah?" tanya Devian memastikan.
Adhitama mengangguk lalu tersenyum tipis.
"Devian malu sama Carissa, Yah. Dia wanita yang sangat mandiri. Bahkan dia tidak peduli walaupun dia pernah jadi OG. Sedangkan Devian hanya bisa meneruskan usaha orangtua." ucap Devian.
Cakra menepuk pelan pundak Devian.
"Nak Devian, kau juga sangat hebat dengan usiamu yang masih muda mampu memimpin perusahaan besar ayahmu. Andai saja Carissa mau meneruskan usaha Om, pasti Om sudah beristirahat di usia senja seperti ini." ucap Cakra.
Adhitama yang mendengar itu pun menepuk pundak Cakra.
"Biarkan saja anak-anak kita menentukan jalannya sendiri." ucap Adhitama menghibur Cakra.
Cakra menghela nafas. Cakra merasa usianya sudah sangat tua melihat putrinya yang saat ini sudah sangat mandiri. Cakra mengingat dulu saat ia masih menimang Carissa, mengajari Carissa bicara, menitah Carissa berjalan. Waktu sudah berlalu begitu cepat.
"Aku merasa sudah saatnya untuk segera menimang cucu." ucap Cakra begitu saja.
Adhitama terkekeh mendengar perkataan sahabatnya.
"Ternyata sekarang kita sudah tua." sahut Adhitama.
"Ayo kita pulang." ucap Cakra.
Ketiga pria itu pun meninggalkan bandara dan pulang ke rumah masing-masing.
Di kediaman Devian.
Devian langsung menuju kamarnya bahkan tak menyapa Bunda Tamara yang duduk di soffa ruang tamu.
"Kenapa anak kita, Yah?" tanya Bunda Tamara pada suaminya yang baru memasuki rumah.
Adhitama menghela nafas.
"Begitulah anak muda yang ditinggal kekasihnya." jawab Adhitama yang duduk di soffa ruang tamu.
"Maksud Ayah?" tanya Tamara penasaran.
"Carissa melanjutkan studinya ke New York, Bun." jawab Adhitama yang menempelkan punggungnya pada sandaran soffa.
"Benarkah? Baguslah untuk masa depan Carissa." ucap Tamara.
"Tadi Ayah ketemu Cakra dan sudah menjelaskan semuanya pada Devian." ucap Adhitama yang membuat Tamara tersentak.
"Yah kan kita sudah janji dengan calon besan kita untuk memgikuti rencana Carissa sampai selesai." gerutu Tamara.
Adhitama terkekeh pelan.
"Bagaimanapun kami sebagai pria tidak tahan dengan sandiwara itu. Kami tidak ingin ada kesalahpahaman diantara dua anak muda yang sedang jatuh cinta itu. Lagipula Carissa tidak keberatan." jawab Adhitama.
"Hmm.. Yasudahlah. Devian tidak marah?" tanya Tamara meyakinkan.
"Bagaimana anak itu bisa marah dihadapan Carissa? Yang ada dia malah jadi pria yang sangat posesif." jawab Adhitama dengan menggeleng-gelengkan kepalanya mengingat sikap Devian pada Carissa di bandara tadi.
Tamara terkekeh mendengar jawaban Adhitama.
"Persis seperti ayah waktu muda kan?" ucap Tamara mengingatkan Adhitama pada saat masih muda.
Adhitama tertawa kecil, ia membenarkan perkataan Tamara. Devian mirip sekali dengan dirinya waktu muda.
*
*
*
Di sebuah resto pada sore hari.
Alex dan Aninda sedang menyantap makannya.
"Kau kenapa, Sayang? Ada masalah?" tanya Alex yang mendapati Aninda tak seceria seperti biasanya.
Aninda menggelengkan kepalanya.
"Ceritalah kepadaku siapa tau bisa mengurangi bebanmu." ucap Alex yang menggenggam tangan Aninda.
Aninda menghela nafas lalu berpikir sejenak. Dia sudah berjanji untuk tidak menceritakan rahasia Carissa kepada siapapun, termasuk Alex.
"Aku hanya merindukan Rissa." jawab Aninda yang membalas genggaman tangannya pada Alex.
Alex menghela nafas.
"Aku kira ada masalah yang sangat rumit terjadi padamu. Ternyata calon isteriku ini sedang merindukan sahabatnya." ucap Alex terkekeh.
UHUK!
Aninda tersedak, buru-buru Alex memberikan sebotol air mineral pada Aninda.
"Kau kenapa Sayang? pelan-pelan makannya." kata Alex yang menepuk-nepuk punggung Aninda.
"Kau bilang apa tadi?" tanya Aninda memastikan.
"Yang bagian mana?" tanya Alex.
"Yang tadi, yang terakhir kau bilang." jawab Aninda.
"Merindukan sahabatnya?" ucap Alex memastikan pada Aninda.
"Bukan, yang sebelum itu." kata Aninda menatap Alex dengan penuh harap.
Alex mencoba mengingatnya, lalu menghela nafas.
"Calon isteriku?" tanya Alex yang mendapati wajah Aninda seketika bersemu merah.
Alex tersenyum melihat Aninda yang menyembunyikan wajahnya karena malu.
"Jadi kau mau mendengarnya lagi? Calon isteriku?" goda Alex yang berbisik di telinga Aninda, seketika tubuh Aninda meremang.
Aninda semakin salah tingkah. Alex yang melihat itu tertawa kecil.
"Jangan menggodaku!" gerutu Aninda kesal.
Alex masih terkekeh.
"Jadi bagaimana kapan kita menikah?" tanya Alex pada Aninda.
Aninda terkesiap mendengar pertanyaan Alex.
"Me-menikah?" tanya Aninda memastikan bahwa ia tidak salah dengar.
Alex menganggukkan kepalanya.
"Apakah tidak terlalu cepat?" tanya Aninda yang dijawab gelengan kepala Alex.
"Apa lagi yang kita tunggu? Kedua orangtua kita sudah merestui hubungan kita." jawab Alex menatap lembut Aninda.
"Kamu yakin?" tanya Aninda.
"Maksudmu?" tanya Alex dengan mengernyitkan dahinya lalu menatap Aninda penasaran.
Aninda menghela nafas sejenak.
"Ya apa kamu yakin aku adalah wanita yang pantas kamu jadikan isteri? Hubungan kita ini baru terbilang seumur jagung. Kamu belum sepenuhnya mengenal karakterku, begitu juga sebaliknya. Aku takut di tengah perjalanan, aku membuatmu kecewa dan kamu menyesal." ucap Aninda dengan wajah sendu.
Aninda takut jika langkah yang Alex ambil terlalu cepat. Aninda takut Alex akan menyesal karena telah memilih dirinya. Aninda ragu pada dirinya sendiri melihat Alex yang tampan, cerdas, kaya, pria sempurna di mata para wanita. Aninda merasa kurang pantas bersanding dengan Alex.
Alex mendapati keraguan pada wajah Aninda. Alex segera menggeser tubuhnya untuk duduk bersebelahan dengan Aninda tanpa jarak. Alex meraih kepala Aninda dan menyandarkannya pada dada bidangnya.
"Apa yang kamu ragukan, Sayang?" tanya Alex namun Aninda menjawabnya dengan sesenggukan.
"Jangan menangis." ucap Alex yang mengangkat kepala Aninda lalu menghapus air mata di pelupuk mata Aninda dengan jempolnya.
Aninda semakin tersedu lalu membenamkan wajahnya pada dada bidang Alex.
"Aku takut, Lex. Aku takut membuatmu kecewa." ucap Aninda yang memeluk erat tubuh Alex.
Alex membalas pelukan Aninda lalu membelai lembut rambut ikal Aninda.
"Sekarang aku bertanya padamu, Nin. Jawab dengan sejujur-jujurnya." ucap Alex yang menguraikan pelukkannya lalu menatap Aninda.
Aninda kini sudah menghentikannya tangisnya. Lalu menatap wajah Alex. Dua pasang mata mereka saling bertemu.
"Apakah kamu tidak ingin menikah denganku?" tanya Alex.
Aninda dengan cepat menggelengkan kepalanya.
"Lalu apa yang kau ragukan? Aku kira kita sudah cukup waktu untuk saling mengenal. Kalaupun di tengah perjalanan ada perilakumu yang membuatku kecewa, bukankah kita hanya manusia? Aku juga sama saja dengan dirimu, bisa saja aku juga mengecewakanmu." ucap Alex sembari menghapus sisa buliran air pada pipi Aninda.
Aninda menatap Alex dengan lembut, lalu menghela nafas.
"Baiklah." ucap Aninda yang seketika membuat Alex menganga.
"Ka-kamu bilang apa?" tanya Alex memastikan.
"Baiklah, aku setuju." ucap Aninda tersipu.
"Kamu setuju menikah denganku?" tanya Alex lagi dengan memegang kedua bahu Aninda dan menatap wajahnya.
Aninda menundukkan wajahnya. Ia sangat malu. Lalu menganggukkan kepalanya. Seketika itu Alex memeluk Aninda erat.
"Aku sudah tidak sabar menanti hari bahagia kita. Minggu depan aku dan kedua orangtuaku akan datang melamarmu." ucap Alex.
"Secepat itu?" tanya Aninda.
"Lebih cepat lebih baik bukan?" ucap Alex yang dijawab dengan helaan nafas Aninda.
"Terserah kau sajalah." jawab Aninda pasrah yang disambut dengan tawa kecil Alex.
*
*
*
26 jam berada di udara, akhirnya Carissa sampai di New York. Carissa segera keluar bandara dan menuju homestay yang dulu pernah ia tinggali. Letaknya terbilang sangat strategis. Dekat dengan bandara, tidak jauh dari universitas tempat Carissa melanjutkan studinya.
5 menit perjalanan, Carissa tiba di homestay. Carissa menyeret sebuah koper besar miliknya masuk ke dalam kamarnya. Carissa segera menuju kamar mandi, ia mandi air hangat untuk menghilangkan sisa-sisa jet lag yang ia rasakan. 10 menit kemudian Carissa sudah keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian. Carissa menyalakan penghangat ruangan, karena memang saat ini di New York sedang musim dingin.
Carissa mengaktifkan ponselnya.
"Disana pasti masih pagi." ucap Carissa lalu mengetik sebuah pesan dan mengirimkannya pada seseorang.
Carissa : Aku sudah sampai di homestay.
Drt
Drt
Ponsel Carissa bergetar, dengan segera Carissa mengangkatnya.
"Hallo, Dev..." sapa Carissa.
"Bagaimana perjalananmu? Apakah melelahkan?" suara bariton khas milik Devian terdengar.
Carissa menghembuskan nafas kasar.
"Ya begitulah. Aku sangat lelah." jawab Carissa yang sudah merebahkan tubuh di tempat tidurnya.
"Bolehkah aku video call? Aku merindukanmu." tanya Devian meminta persetujuan Carissa.
"Baiklah." jawab Carissa.
Secepat kilat panggilan suara itu telah berubah menjadi panggilan video.
GLEG!
Devian menelan ludahnya saat mendapati wajah Carissa di layar ponselnya. Rambut basah Carissa, dan dress tidur tanpa lengan dengan potongan leher V Neck yang hampir mengekspos belahan dada Carissa.
"Kau sengaja menggodaku?" ucap Devian menggerutu.
Carissa tersadar lalu menatap dirinya di layar ponselnya, ia menyadari sesuatu.
"Dasar mesum!" ucap Carissa kesal, ia segera mengambil bantal dan menutupi bagian depan tubuhnya. Carissa memilih untuk tengkurap.
Devian terkekeh mendengar umpatan Carissa.
"Baru sehari saja aku sudah merindukanmu." ucap Devian yang kembali memandangi wajah cantik Carissa.
"Sejak kapan Devian yang dingin menjadi pria seperti ini?" gumam Carissa.
"Bersabarlah. Hanya 2 bulan. Aku akan segera menyelesaikan studiku. Setelah itu...."
"Kita menikah!" sahut Devian sebelum Carissa selesai berbicara.
"Kau ini! Sepertinya sudah sangat tidak sabar untuk menikah!" gerutu Carissa kesal.
Devian terkekeh melihat wajah menggemaskan Carissa, ingin sekali ia mencubit kedua pipi Carissa yang imut itu.
"Aku belum memberimu hukuman karena sudah membohongiku." ucap Devian yang membuat Carissa menatap Devian penuh tanya.
"Hukuman?" tanya Carissa.
"Ya! Kau harus mendapat hukuman karena sudah membohongiku." jawab Devian mantap.
"A-apa?" tanya Carissa gugup.
Devian menyeringai puas.
"Tenang saja aku akan menagihnya ketika kau sudah kembali ke tanah air. Jadi cepatlah selesaikan studimu disana." jawab Devian dengan senyum anehnya.
"Kenapa aku merasa seperti firasat buruk ya?" gumam Carissa.
Devian terkekeh lalu dibalas dengan tatapan tajam Carissa.
"Jangan menggodaku!" ucap Carissa kesal.
Devian semakin tertawa melihat ekspresi kesal Carissa.
"Sudahlah. Hanya 2 bulan cukup untukmu menyelesaikan studimu. Aku sudah tidak tahan lagi." ucap Devian yang mendapati Carissa melotot kepadanya.
"Dev....." rengek Carissa.
"Ya hanya 2 bulan. Jika lebih dari itu aku akan menjemputmu paksa lalu membawamu ke KUA!" ucap Devian mantap.
"Kalau aku tidak setuju?" tanya Carissa.
"Tidak ada penolakan. Itu hukuman karena kau sudah membohongiku!" jawab Devian.
"Itu namanya pemaksaan." gerutu Carissa yang disambut tawa Devian.
Carissa terpesona dengan wajah Devian yang semakin menawan saat tertawa. Sepertinya sudah lama ia tidak melihat ekspresi bahagia di wajah Devian.
"Dev.. " panggil Carissa lembut.
Devian seketika menghentikan tawanya.
"Ya, Sayang?" ucap Devian menatap wajah Carissa penuh damba.
"Jika aku bukan wanita yang dijodohkan denganmu, apakah kamu juga akan memperjuangkanku?" tanya Carissa tiba-tiba membuat Devian terdiam sejenak lalu berpikir.
"Sayang, aku pasti akan memperjuangkanmu. Bahkan aku tidak peduli jika kau benar-benar anak ART. Tapi sepertinya takdir memang menginginkan kita untuk bersatu. Tanpa aku mengetahui perjodohan di antara kita, aku sudah mencintaimu." jawab Devian dengan senyum lembut.
Carissa memandang wajah Devian yang berada di layar ponselnya.
"Terimakasih, Dev." ucap Carissa yang dibalas senyuman hangat Devian.
"Baiklah, tunggu 2 bulan! Jangan tergoda dengan gadis lain!" ucap Carissa penuh penekanan.
Devian terkekeh mendengar ucapan Carissa.
"Ya, setelah itu kita akan melanjutkan hubungan kita dalam ikatan yang halal." sahut Devian mantap.
Carissa membalasnya dengan anggukan dan tersenyum manis pada Devian.
(Yeay...! Seneng deh Alex dan Aninda, Devian dan Carissa akan menuju hubungan yang bahagia dalam ikatan halal. Kira-kira bagaimana ya perjalanan mereka? Penantian 2 bulan Devian akankah sesuai harapan? Atau akan terjadi hal-hal yang mengejutkan? Ikuti terus ya kisah cinta Gejolak Cinta Tuan dan Nona Muda. Jangan lupa tinggalkan like dan komen! Beri rating bintang 5 ya Readers!)
-BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments