Kruk
Kruk
Cacing di perut Carissa meronta-ronta.
"Aih.. waktunya makan siang nih." batin Carissa sambil mengelus perutnya yang kelaparan.
Ting!
Pintu lift terbuka,
"Carissa..!"
Carissa menoleh ke arah suara wanita yang memanggilnya, lalu beranjak keluar dari lift.
"Eh, Aninda.." sapa Carissa dengan senyum tipis di bibirnya.
"Loh, kamu darimana? Kamu jadi kerja disini?" cecar Aninda.
"Ya begitulah, Nin. Kamu udah mulai kerja kan?" kata Carissa sambil memeluk sahabatnya itu.
"Alhamdulillah, iya Riss. Asyik kita kerja bareng satu kantor nih!" ucap Aninda bersemangat membalas pelukan sahabatnya.
"Hehe.. aku mau makan siang nih, bareng yuk!" ajak Carissa yang sudah kelaparan.
"Aduuh.. aku baru aja selesai, Riss. Aku juga udah harus kerja lagi nih." tolak Aninda dengan lembut.
"Yaahh.. yaudah deh. Aku makan dulu ya. Sampai ketemu besok." pamit Carissa, tak lupa ia menghampiri meja resepsionis untuk mengambil seragam kerjanya.
"Seragam OG nya lumayan juga." batin Carissa saat menatap seragam yang ada ditangannya. Lalu ia beranjak keluar perusahaan menuju resto terdekat untuk makan siang.
Setelah berjalan 200 meter, Carissa melihat resto diseberang jalan yang cukup ramai pengunjung.
"Makan disana saja ah." gumam Carissa sambil melalui zebra cross yang ada didepannya.
"Nyonya, awas!" teriak Carissa melihat sosok wanita paruh baya didepannya yang sedang sibuk merogoh tas tanpa menyadari dari arah kanannya melaju sepeda motor kencang.
Carissa segera berlari, dan..
BRUUKK!
"Awww...!" Carissa meringis kesakitan.
Bak aksi heroik di dalam film, dengan gesit Carissa mendorong tubuh wanita paruh baya yang di hadapannya namun tak sampai jatuh. Tapi badan Carissa telat menghindar dan kesempret sepeda motor itu membuat ia terjatuh.
"Maaf, Mbak. Saya gak lihat tadi ada yang nyeberang." kata pengendara sepeda motor dengan wajah panik dan menghentikan motornya di pinggir jalan.
"Iya gapapa Mas. Lain kali hati-hati ya." jawab Carissa dengan senyum yang dipaksakan karena memang lumayan sakit lalu ia berusaha bangkit dari jalan aspal dimana ia terjatuh.
"Mbak gakpapa kan? Saya tadi sedang buru-buru mau ke Rumah Sakit karena istri saya mau melahirkan." jelas pengendara motor gugup dan rasa khawatir.
"Gakpapa, Mas. Silahkan lanjutkan perjalanannya. Semoga persalinan istri Mas lancar dan selamat." ucap Carissa seraya mengeluarkan 5 lembar uang warna merah dan menyerahkan pada pengendara motor yang terlihat lusuh itu.
"Apa ini, Mbak? Kan saya yang salah, harusnya saya yang ganti rugi pada Mbak." tanya pengendera motor dengan usia kira-kira 30 tahunan itu dengan wajah bingung.
"Anggap saja ini rezeki buat anaknya Mas." jawab Carissa lalu tersenyum dengan ramah.
"Alhamdulillah.. terimakasih banyak, Mbak. Semoga Allah membalas kebaikan Mbak berkali-kali lipat." seru pengendera motor itu, lalu melajukan motornya kembali menuju ke Rumah Sakit.
"Nyonya gak apa-apa?" sapa Carissa pada wanita paruh baya yang sudah ia selamatkan tadi.
Wanita paruh baya itu masih syok lalu menatap kagum pada gadis yang sudah menyelamatkan nyawanya itu.
"Terimakasih, Nak." seraya mendekati gadis itu lalu melihat luka pada sikut kiri gadis itu yang mengeluarkan darah.
"Ini harus dibersihkan dan diobati dulu, Nak. Biar gak infeksi." sahut wanita itu, lalu merogoh ponsel di dalam tasnya.
"Pak Agung, tolong belikan kapas, revanol dan obat merah lalu antar ke Nusantara Resto segera ya!" perintah wanita paruh baya itu pada seseorang diseberang telponnya.
"Baik, Nyonya." langsung mematikan ponselnya.
"Ayo, kita masuk ke Resto dulu nanti saya obatin ya." kata wanita paruh baya itu.
"Awwww.. Ssssh.. " ringis Carissa merasakan kakinya sakit saat akan melangkah, untung saja keseimbangannya tetap terjaga jadi tidak membuatnya terjatuh.
"Kenapa, Nak?" tanya wanita paruh baya panik.
"Sepertinya kaki saya terkilir, Nyonya." jawab Carissa dengan senyum yang dipaksakan.
"Hallo, Sayang. Kamu di kantor kan?" tanya wanita paruh baya menelpon seseorang.
"Iya, Bun. Kenapa?" tanya seorang pria dibalik telpon itu.
"Tolong segera ke Nusantara Resto ya! Bunda hampir aja kecelakaan."
"Astaghfirullah.. kok bisa, Bun? Oke tunggu 5 menit, aku sampai."
Pria itu memutuskan sambungan telponnya dan bergegas keluar kantornya. Ia berlari dengan tergesa-gesa dan penuh rasa khawatir. Takut wanita yang dicintainya itu dalam bahaya.
"Bunda!" teriak pria itu setelah melihat wanita yang dicintai bersama dengan seorang gadis di pinggir jalan depan resto.
"Bunda gakpapa kan? Ada yang luka?" tanya pria itu khawatir dan memeriksa tubuh Bundanya yang tak ada lecet sedikitpun.
"Bunda gakpapa sayang. Untung ada gadis cantik yang baik hati ini. Jadi Bunda selamat." jawab Bunda Tamara kepada anak semata wayangnya itu sambil mengarahkan kepalanya ke gadis sebelahnya.
"Terimaka..." mulut pria itu terhenti ketika menatap gadis yang ada disamping Bunda yang berdiri dihadapannya itu.
"Kamu?" sahut Carissa bebarengan dengan suara pria itu tak percaya.
"Kalian sudah saling kenal?" tanya Bunda Tamara melihat reaksi dua insan dihadapannya.
"Jangan tertipu muslihat liciknya, Bun. Siapa tau dia sekongkol dengan orang yang mau menabrak Bunda. Terus dia berencana minta ganti rugi, ngambil hati Bunda dengan aktingnya, terus.."
PLAK!
Ucapan pria itu terhenti ketika tangan wanita paruh baya itu mendarat di punggung pria itu.
Carissa hanya memutar bola matanya malas menanggapi ucapan pria didepannya itu.
"Devian! Kamu itu kebanyakan nonton sinetron! Udah bantu gadis ini masuk ke resto, Bunda mau obatin lukanya dulu." sahut Bunda Tamara kesal dengan pemikiran konyol putranya itu.
Saat itu juga Pak Agung datang membawa obat-obatan yang sudah dipesan tadi dan menyerahkannya pada Bunda Tamara lalu beranjak pergi.
"Aaaww.." rintih Carissa.
"Udah gak perlu akting lagi." ketus Devian mendengar suara rintihan wanita yang saat ini berada disampingnya lalu berniat meninggalkan gadis itu segera menyusul Bunda Tamara masuk ke resto.
"Aaaaww.." suara Carissa lagi.
"Ck, merepotkan sekali!" keluh Devian berbalik kebelakang lalu,
"Aaaaa! Anda mau apa, Pak?" tanya Carissa kaget setengah mati ketika tangan gagah itu mengangkat dirinya secara tiba-tiba dan reflek tangan Carissa melingkar ke leher pria itu.
Pria itu hanya mengeluarkan tatapan tajam tanpa suara lalu melangkah masuk ke resto.
Semua tatapan pengunjung resto itu tertuju pada seorang pria gagah dan tampan yang baru masuk dengan menggendong gadis cantik seperti kisah di negeri dongeng.
Bunda Tamara yang sudah duduk di kursi pengunjung menyaksikan momen itu diam-diam memotretnya lalu tersenyum manis.
"Si kulkas ini bisa romantis juga ternyata." batin Bunda Tamara sambil tertawa kecil dalam hati.
Devian menuju tempat Bunda Tamara duduk lalu menurunkan Carissa dengan pelan di soffa resto.
Setelah itu ia berjongkok dan melepaskan sepatu Carissa.
"Ck, ini memar pantas saja kamu kesakitan." ucap Devian datar.
Carissa hanya diam tanpa mengeluarkan sepatah kata karena ia memang merasa pergelangan kakinya sakit.
Devian lalu berdiri dan melambaikan tangan pada waiters pria yang sedang membersihkan meja bekas pengunjung di seberang sana.
"Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Mau pesan apa?" tanya waiters pria yang sudah berdiri di hadapan Devian.
"Tolong ambilkan saya air mineral 2 botol dan sekantong es batu." jawab Devian khas dengan suara bariton yang tegas.
"Baik, Pak."
Devian melirik gadis yang duduk dihadapannya, lalu kembali berjongkok.
"Ini akan sakit, tapi kamu harus tahan ya." kata Devian sambil memegang pergelangan kaki Carissa.
KREK!
"Uwaaaaa.." jerit Carissa membuat seluruh pengunjung menatap ke arah ia duduk.
Carissa langsung menutup mulutnya dengan tangan kanannya. Tak terasa bulir mengalir di pelupuk matanya.
"Apa yang kamu lakukan, Dev?" tanya Bunda Tamara panik, segera memeluk Carissa yang menangis.
"Dev cuma mau benerin kakinya yang terkilir. Kan memang harus begitu caranya, Bun." jawab Devian tanpa dosa.
Bunda Tamara hanya geleng-geleng dan menepuk-nepuk punggung Carissa untuk menenangkan gadis yang sedang menangis karena kesakitan itu.
"Tapi kan, Bapak bisa kasih aba-aba dulu. Biar saya punya persiapan." gerutu Carissa dengan bibirnya yang manyun dan sesenggukan.
Tanpa disadari, Devian terkekeh kecil melihat ekspresi menggemaskan gadis yang ada dihadapannya itu. Namun segera ia memasang wajah datar lagi.
Bunda Tamara yang melihat perubahan ekspresi pada anaknya itu hanya tersenyum.
"Dasar kulkas, gengsian." batin Bunda Tamara.
5 menit kemudian waiters pria itu datang dengan membawa pesanan Devian. Segera Devian menyerahkan botol mineral itu kepada Bunda Tamara lalu Carissa, mereka langsung menenggaknya hingga setengah. Devian kembali berjongkok dan menempelkan es ke pergelangan kaki Carissa.
"Ssshhh...." desah Carissa merasakan dinginnya es yang menempel pada pergelangan kakinya yang terasa perih dan ngilu.
Devian mendongak sekejap memandang Carissa dengan ekspresi dingin dan mengernyitkan alisnya, lalu kembali menunduk.
"Oh iya, Nak. Siapa nama kamu?" tanya Bunda Tamara kepada gadis disampingnya untuk mencairkan suasana canggung itu.
Carissa menoleh ke arah Bunda Tamara lalu menghapus airmata yang tersisa diwajahnya dengan ujung jempolnya.
"Saya Carissa, Nyonya. Bisa panggil saya Rissa." jawab Carissa dengan nada sopan dan tersenyum manis kepada Bunda Tamara.
GLEK!
Devian yang tidak sengaja menatap senyuman Carissa melihat dua cekungan tipis di sudut pipi Carissa.
"Manis juga." batin Devian spontan, sejenak ia sadar lalu mengacak rambutnya.
"Sial! Jangan sampai aku terpikat dengan pesona wanita kurang ajar ini!" umpat Devian dalam hati lalu beranjak ke tempat duduk di hadapan Bunda Tamara dan Carissa.
Bunda Tamara sibuk membersihkan luka pada sikut Carissa lalu mengoleskan obat merah dan menempelkan plester untuk menutup lukanya.
"Terimakasih, Nyonya." kata Carissa lembut kepada Bunda Tamara.
Bunda Tamara menoleh lalu tersenyum manis kepada gadis cantik yang sudah menolongnya itu.
"Rissa, kamu udah makan?" tanya Bunda Tamara.
KRUK!
KRUK!
Devian yang mendengar suara perut Carissa otomatis tertawa kecil, namun segera memasang wajah datarnya lagi.
"Aih si kutub sudah mulai mencair." batin Bunda Tamara tertawa kecil dalam hati.
Bunda Tamara langsung melambaikan tangan ke arah waiters wanita yang langsung menghampiri meja Bunda Tamara.
"Iya, Nyonya. Silahkan mau pesan apa?" tanya waiters cantik itu dengan ramah sambil menyodorkan buku menu ke hadapan 3 orang itu.
"Nak, Rissa mau makan apa? Disini menu makanannya beragam cita rasa masakan khas Indonesia." kata Bunda Tamara lembut.
"Aku mau ikan gurame asam manis, nasi putih satu, terus es lemon tea satu." jawab Devian yang ternyata juga lapar.
"Saya iga bakar pedas satu, nasi putihnya setengah, lemon tea hangat satu." sahut Bunda Tamara semangat memesan menu favoritnya.
Carissa masih terdiam. Dia belum memutuskan untuk makan apa.
"Heh, kau cepat pesan makannya. Aku sudah lapar." seru Devian melihat Carissa hanya diam dan masih melihat-lihat menu makanan, ia sudah tak tahan dengan perut keroncongannya itu.
"Hmm.. saya mau gado-gado saja sama es kuwut satu ya, Mbak." jawab Carissa seadanya, dia sudah kehilangan selera makannya karena kakinya yang terasa ngilu.
Drt
Drt
Ponsel Carissa bergetar, dilayarnya terdapat tulisan My Angel segera ia menggeser tombol hijau.
"Hallo, Ma.."
"Hallo, Sayang. Kamu dimana? Pulang kapan?" tanya Mama Allisa.
"Ini lagi makan siang, Ma. Kenapa Ma?"
"Papa sama Mama mau pergi ke Singapore. Soalnya ada pertemuan dengan kolega bisnis disana dan gak bisa diwakilkan." jelas Mama Allisa dengan berat hati.
"Hemm.. berapa lama?" tanya Carissa sendu.
"1 minggu, Sayang. Maaf ya ditinggal lagi.. ini Mama sama Papa sudah di bandara. 10 menit lagi take off."
"Yaah ditinggal lagi.. hati-hati Ma Pa. Kabarin Rissa kalau udah sampe."
"Iya, Sayang. Jaga diri dan semangat kerjanya ya. Coba aja kalau kamu mau nerusin usaha Mama sama Papa sekarang pasti kita bisa kemana-mana bertiga." kata Mama Allisa prihatin, sebenarnya ia tidak tega meninggalkan putri semata wayangnya seorang diri.
"Duh, Mama mulai lagi deh. Kan Mama tau alasan Carissa." gerutu Carissa.
"Hehe, iya iya anak mandirinya Mama Papa. Yaudah kami berangkat ya, Sayang. Assalammu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam..." jawab Carissa lalu menghembuskan nafas dengan kasar.
Devian yang melihat wajah sendu Carissa hanya mengernyitkan dahinya.
"Kenapa wajah gadis ini berubah menjadi menyedihkan?" batin Devian penasaran.
"Silahkan, selamat menikmati." ucap waiters yang datang mengantarkan pesanan membuyarkan lamunan Devian.
"Ck, ngapain aku peduli sama wanita kurang ajar ini?" umpat Devian dalam hati.
(Ciee.. si kutub utara sudah ada tanda-tanda mau mencair nih. Kira-kira seperti apa perjalanan mereka? Akankah kisah cintanya mulus tanpa hambatan? Ikuti terus ya Readers.)
-BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Ayu Zahara Mahdar
semangat thor..
2022-09-27
1