Carissa menuju meja kasir untuk membayar dan mengambil bungkusannya.
"Mas, total semua yang di meja 20." ucap Carissa pada seorang pria di meja kasir.
"Totalnya 450ribu, Kak." jawab kasir pria sambil menyerahkan struk pembayaran pada Carissa.
Carissa membuka dompetnya, ia lupa kalau tidak membawa cukup uang tunai. Hanya ada pecahan uang 20ribu dan 5 ribu sisa membayar ojek tadi. Ia juga tidak membawa kartu atmnya.
"Sial!" umpat Carissa merutuki dirinya yang pelupa. Sungguh merepotkan.
"Sebentar ya, Mas." ucap Carissa memutar tubuhnya hendak kembali ke meja tadi dan meminta tolong pada sahabatnya.
"Pakai ini saja. Total sekalian dengan saya." ucap seorang pria yang saat ini berdiri tepat dihadapan Carissa, lalu menyodorkan kartu debit platinum.
"Baik, Pak." ucap kasir pria itu lalu mennyerahkan kembali kartu debit kepada pemiliknya.
Carissa mendongak untuk melihat wajah pria yang sudah menolongnya.
"Pak Devian?" ucap Carissa kaget melihat pria yang berdiri dihadapannya.
Devian memasang wajah datarnya tanpa mengucap sepatah kata. Pria itu berbalik dan pergi begitu saja.
Carissa berusaha mengikuti langkah panjang pria dingin itu.
"Tunggu, Pak. Saya mau berte...."
"Tidak usah. Nanti diganti dengan potong gajimu bulan depan!" potong Devian sebelum Carissa menyelesaikan ucapannya.
"Baiklah." jawab Carissa mendengus kesal.
"Kulkas mode on." gerutu Carissa yang masih terdengar samar.
"Apa katamu?" tanya Devian kepada Carissa lalu melayangkan tatapan tajam pada wanita itu.
"Ti-tidak. Terimakasih, Pak Devian." ucap Carissa gugup, ia takut atasannya itu mendengar umpatannya.
"Awas kau kalau berani bicara macam-macam di belakangku." ancam Devian pada Carissa.
"Mana saya berani, Pak." jawab Carissa lalu memaksakan senyum untuk Devian.
"Dasar rubah licik!" batin Devian lalu melangkahkan kakinya keluar dari caffe itu.
Devian meninggalkan Carissa begitu saja, ia menuju mobil sport miliknya yang terpakir di halaman caffe.
"Aarrrgghhh..." erang Carissa yang memegangi perutnya.
"Aiihh.. pasti kumat." gumam Carissa yang sadar bahwa asam lambungnya kambuh, apalagi seharian dia baru ingat bahwa tidak makan nasi sama sekali. Carissa mencoba sekuat tenaga untuk menuju ke bangku yang ada di halaman caffe dengan memegangi perutnya yang semakin sakit.
"Ayolah, bersahabatlah sebentar."
BRUK!
Carissa hanya bisa memejamkan matanya pasrah saat tubuhnya merasa oleng. Namun tubuhnya itu tidak sampai ambruk ke aspal, ada tangan kokoh yang sigap menangkap tubuhnya yang langsing itu.
Carissa membuka matanya perlahan, ia sontak kaget mendapati wajah pria tampan yang hanya berjarak beberapa senti dari wajahnya.
Glug!
Carissa menelan ludahnya.
"Ahem... Sudah puas melihatnya?" suara pria itu menyadarkan Carissa.
Carissa mengedip-ngedipkan kedua matanya. Lalu ia menundukkan kepalanya, ia merasa sangat malu karena tertangkap basah menikmati wajah tampan pria yang masih menopang tubuhnya.
Tadi saat Devian hendak melangkah masuk ke dalam mobilnya, ia mendengar erangan kesakitan Carissa yang tidak jauh darinya, Devian langsung berbalik menghampiri Carissa dan menangkap tubuh wanita itu yang hampir saja terjatuh di aspal yang keras.
"Arrrgghh.." erang Carissa lagi merasakan perutnya yang seperti ditusuk-tusuk jarum.
Devian langsung menatap wajah Carissa yang terlihat sangat pucat. Devian menggendong tubuh Carissa lalu menuju ke bangku taman caffe, ia meletakkan tubuh Carissa dibangku dengan perlahan. Lalu meluruskan kaki Carissa memenuhi bangku panjang itu.
"Kakimu masih sakit?" tanya Devian khawatir namun masih dengan suara yang dingin.
Carissa menggelengkan kepalanya. Wajahnya semakin pucat, badannya membungkuk dan tangannya masih meremas perutnya yang terasa bertambah sakit. Carissa berusaha sekuat tenaga untuk menahan rasa sakitnya itu, ia berulang kali mengatur nafasnya yang mulai terasa berat. Devian yang melihat itu tanpa pikir panjang langsung menggendong tubuh Carissa lalu membawanya masuk ke dalam mobil. Devian mendudukkan Carissa di kursi depan samping kemudi, tidak lupa memasangkan seat belt untuk Carissa. Setelah itu Devian duduk di kursi kemudi langsung menancapkan gas mobilnya untuk ke klinik terdekat.
Klinik Medika
Devian segera memparkir mobilnya setelah itu ia menggendong Carissa menuju IGD. Devian terlihat panik namun berusaha untuk tetap tenang. Devian tidak tau kenapa saat melihat wajah Carissa yang kesakitan membuatnya sangat khawatir. Ada sesuatu didalam sana yang tidak ia ketahui.
"Bertahanlah!" ucap Devian pada Carissa yang sudah lemas tak bertenaga. Carissa hanya meringis kesakitan dan meremas kuat bagian depan kemeja pendek Devian yang berwarna abu-abu hingga sebuah kancingnya terlepas.
"Tolong!" teriak Devian pada petugas yang ada di ruang IGD. Mendengar itu para petugas dengan sigap membawa ranjang dorong menuju Devian. Devian segera meletakkan tubuh Carissa dengan perlahan dan mengikuti kemana petugas mendorong ranjang pasien.
Dokter datang dan segera memeriksa Carissa.
"Bagaimana, Dok? Apakah dia baik-baik saja?." tanya Devian pada dokter wanita yang baru saja memeriksa Carissa.
"Pacar Anda baik-baik saja. Asam lambungnya kambuh." jawab Dokter itu setelah menyuruh perawat memasang infus pada Carissa.
Devian hanya tersenyum kaku.
"Siapa juga yang mau pacaran sama rubah wanita." gerutu Devian, namun dalam hatinya berkata sebaliknya.
"Sebaiknya selalu ingatkan dia untuk tidak terlambat makan, juga kurangi konsumsi kopi. Karena kandungan kafein bisa memacu asam lambungnya." jelas Dokter wanita paruh baya itu kepada Devian.
"Baik, Dok. Apakah ini parah?" tanya Devian memastikan.
"Ini belum parah. Tapi kalau terus-terusan kambuh juga bisa fatal bagi pacar Anda. Sebaiknya ingatkan dia untuk selalu makan teratur dan hidup sehat. Stress juga bisa memacu asam lambungnya naik." jelas Dokter lagi kepada Devian.
"Apakah saya boleh langsung pulang, Dok?" tanya Carissa yang sudah mulai membaik.
"Boleh. Tapi minum obatnya dulu." jawab Dokter wanita itu lalu menyerahkan 2 butir obat kepada Devian lalu pergi.
Carissa hanya mengangguk. Carissa sangat enggan untuk meminum pil pahit itu.
Devian mendekati Carissa, ia mengambil segelas air lalu menyerahkan kepada Carissa.
"Ayo minum obatmu." ucap Devian.
Carissa bergidik ngeri melihat 2 butir obat yang berbentuk bulat dan satu lagi berbentuk lonjong yang besarnya seukuran ibu jari. Carissa langsung menggelengkan kepala dan menutup mulutnya dengan dua tangannya. Ia tidak bisa membayangkan sepahit apa rasa obat yang saat ini ada di telapak tangan Devian.
"Kenapa?" tanya Devian sambil mengernyitkan dahinya.
"Aku tidak mau minum obat. Itu pasti sangat pahit." jawab Carissa.
"Yang namanya obat pasti pahit. Kalau manis ya madu." kata Devian heran membalas ucapan Carissa.
"Pokoknya aku tidak mau minum obat!" ucap Carissa lagi.
"Yasudah terserah kamu! Yang sakit juga kamu, gak mau sembuh yasudah." kata Devian sedikit kesal dengan tingkah kekanakan Carissa. Devian meletakkan kembali gelas air dan obat di nakas samping ranjang Carissa.
Carissa menghembuskan nafas kasar, lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran ranjang pasien. Melihat wajah Carissa yang masih pucat, Devian tidak tega. Devian berjalan mendekati Carissa.
"Kamu yakin gak mau minum obat?" tanya Devian.
Carissa mendongak pada Devian yang saat ini berdiri dihadapannya. Lalu ia mengangguk.
"Aku tau caranya biar tidak terasa pahit." jawab Devian dengan seringai nakalnya.
"Bagaimana?" tanya Carissa antusias.
Melihat kepolosan Carissa, Devian ingin tertawa sekencang-kencangnya.
"Dasar gadis bodoh!" batin Devian tertawa menang.
"Baiklah. Tapi kamu jangan menyesal. Dilarang marah." jawab Devian lalu mengambil dua butir obat dan segelas air. Devian memasukkannya obat itu ke dalam mulut, ia juga menenggak sedikit air dari gelas. Devian berjalan mendekati Carissa.
Cup!
Dengan cepat Devian mentransfer obat yang ada dimulutnya ke mulut Carissa.
Gleg!
Carissa otomatis menelan obat itu. Ia sangat syok dengan apa yang dilakukan Devian.
"Kamu gila!" seru Carissa lalu meraih gelas yang masih berisi setengah air dan menghabiskannya.
"Kan aku sudah bilang. Jangan menyesal, juga dilarang marah." ucap Devian mengingatkan Carissa.
"Tapi kan itu ciuman pertamaku!" kata Carissa, ia menekuk kedua lututnya dan membenamkan wajahnya. Carissa sangat marah tapi ia juga sangat malu.
Mata Devian membelalak kaget.
"Jadi aku sudah merebut ciuman pertamanya?" batin Devian senang. Dalam hatinya bersorak ria.
"Baiklah kita impas." batin Devian lagi. Dia jadi tidak rugi memberikan ciuman pertamanya untuk orang yang juga memberikannya ciuman pertama. Saat itu juga Devian merasakan perasaan hangat dilubuk hatinya.
"Maaf. Aku hanya membantumu minum obat. Aku tidak bermaksud apa-apa. Tapi kalau kamu mau lagi, boleh juga." goda Devian yang melihat Carissa masih meringkuk membenamkan wajah di atas kedua lututnya.
Mendengar itu, Carissa merasakan desiran hangat ditubuhnya. Carissa merasakan wajahnya memanas.
PLUK!
Carissa melemparkan bantal ke wajah Devian.
"Dasar mesum!" umpat Carissa kesal.
"Kenapa pipimu jadi merah?" tanya Devian.
"KAU! Berhenti menggodaku!" ucap Carissa menahan kesal dan malu karena kelakuan Devian.
Devian hanya tertawa menyadari Carissa yang salah tingkah. Dia mengambil kursi lalu membawanya ke samping ranjang Carissa.
"Sudahlah. Bagaimana keadaanmu, sudah membaik?" tanya Devian mencoba mengalihkan pembicaraan agar Carissa tidak semakin malu.
"Hemm.." jawab Carissa singkat.
"Sudah malam, kamu mau pulang?" tanya Devian lagi.
Carissa mengangguk.
"Mau aku antar?" tawar Devian.
Carissa dengan cepat menggeleng.
"Eh, iya mau." ralat Carissa cepat lalu ia menundukkan kepalanya kembali. Carissa masih sangat malu mengingat kejadian beberapa menit lalu.
Carissa baru ingat kalau ia tidak membawa uang yang cukup. Waktu juga sudah menunjukkan pukul 9 malam.
Devian hanya tersenyum lalu ia memasang ekspresi datar kembali.
"Baiklah. Aku akan bertanya pada dokter dulu." ucap Devian beranjak untuk mencari dokter dan memastikan kondisi Carissa.
"Baiklah, pacarmu yang cantik itu bisa pulang sekarang. Tapi ingat, pantau terus pola makan dan istirahatnya." ucap dokter yang tadi memeriksa kondisi Carissa.
"Baik, Dok. Terimakasih." jawab Devian tersenyum canggung. Devian salah tingkah ketika dokter selalu menyebut Carissa sebagai pacarnya. Lalu Devian mengurus administrasi sebelum mengajak Carissa pulang.
"Ayo, kamu boleh pulang." ucap Devian yang langsung disambut senyum hangat Carissa.
"Horeee!" sorak Carissa, ia segera berkemas.
Devian hanya geleng-geleng melihat tingkah kekanakan Carissa. Dalam hati Devian sangat senang melihat wanita dihadapannya itu kembali ceria.
30 menit, mobil Devian berhenti di depan rumah mewah.
"Terimakasih banyak, Pak!" ucap Carissa lalu melemparkan senyum kepada Devian yang memperlihatkan cekungan tipis di kedua sudut pipinya.
Devian hanya membalas dengan anggukan.
Carissa keluar dari mobil sport warna merah maroon Devian dan segera disambut dengan satpam rumah yang menyapanya.
"Kok baru pulang jam segini, Non?" tanya pak Eko pada Carissa.
"Iya Mang, tadi kejebak macet." jawab Carissa bohong.
Devian yang melihat Carissa masuk kerumah mewah itu heran, muncul banyak pemikiran dibenaknya. Tak Devian pungkiri, rumah milik Devian tak hanya kalah mewah namun juga kalah ukuran dengan rumah yang ada dihadapannya itu.
"Kenapa ia masuk rumah mewah itu?"
"Apakah dia sebenarnya anak orang kaya?"
"Tidak mungkin! Itu hanya kisah di sinetron!"
"Apa dia anak pembantu dirumah itu?"
"Non?" Devian ingat panggilan satpam rumah itu kepada Carissa.
"Atau jangan-jangan dia simpanan dari pria tua yang memiliki rumah itu?"
"Ah dasar rubah wanita licik!"
Devian memacu gas mobilnya meninggalkan rumah Carissa dengan seribu pertanyaannya. Tiba-tiba ia menyentuh bibirnya lalu mengingat ciuman singkatnya dengan Carissa.
"Oh sial! Kenapa bibir mungil itu menggoda sekali." umpat Devian segera mengalihkan pikirannya dan fokus menyetir kembali.
Di dalam kamar, Carissa bergegas masuk ke kamar mandi. Carissa segera mengisi bathup dengan air hangat, ia memutuskan berendam sejenak.
Carissa tiba-tiba ingat kejadian tak terduga di klinik tadi. Carissa segera menggelengkan kepalanya untuk menghilangkan pikiran mesum di otaknya. Carissa bergegas keluar dari kamar mandi dan mengenakan piyama warna merah jambu. Ia segera menuju kasurnya dan menutupi tubuhnya dengan selimut hingga ke kepala. Carissa segera memejamkan matanya berharap lupa ingatan tentang ciuman singkatnya dengan Devian.
*
*
*
Di kediaman Devian.
"Baru pulang, Nak?" sambut Bunda Tamara pada anak semata wayangnya yang baru saja masuk rumah.
Jam menunjukkan waktu 21.30
"Eh iya, Bun. Ngagetin aja." jawab Devian kaget lalu segera menjabat tangan Bunda Tamara dan mencium punggung tangan wanita yang sangat ia sayangi itu.
"Kebetulan Bunda mau ngobrol sesuatu sama kamu."
"Eh ada hal penting apa, Bun? Di ruang kerja Devian aja ya." jawab Devian lalu mengajak Bunda Tamara ke ruang kerjanya.
"Silahkan duduk, Bun." ucap Devian mempersilahkan Bunda Tamara duduk di soffa panjang warna hitam di ruangan kerja Devian.
Bunda Tamara tak sengaja melihat kemeja Devian yang lecek dan satu kancing yang hilang.
"Itu baju kenapa?" tanya Bunda Tamara.
UHUK!
Devian terbatuk mendengar pertanyaan Bunda Tamara. Devian baru sadar itu ulah Carissa yang kesakitan tadi. Devian pun ingat adegan ciuman singkatnya dengan Carissa. Seketika wajahnya memerah dan muncul lengkungan dibibirnya.
"Ehem.." dehemen Bunda Tamara menyadarkan Devian.
"Itu... Anu, Bun. Emm.. Tadi gak sengaja nyangkut di pintu mobil." jawab Devian panik.
Melihat gelagat anaknya yang menggemaskan itu, Bunda Tamara bisa menyimpulkan bahwa ada sesuatu yang terjadi dengan anaknya itu. Apalagi melihat wajah Devian yang seketika memerah.
"Cih! Dasar anak muda!" batin Bunda Tamara lalu tersenyum simpul.
"Ah iya, Bunda tadi mau ngobrol apa? Katanya penting?" tanya Devian mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Astaga.. iya hampir lupa."
"Kamu ingat Carissa kan? Gadis yang udah nolongin Bunda?" tanya Bunda Tamara.
"Hemm.. wanita itu. Kenapa, Bun?"
"Apa benar dia kerja jadi office girl di perusahaan kita?" tanya Bunda menyelidik.
"Iya betul, Bun." jawab Devian singkat.
"Masa gadis cantik seperti dia mau kerja jadi office girl? Kayanya dia juga gadis berpendidikan lho." ucap Bunda masih tak percaya.
"Ya mana aku tahu, Bun. Tapi dari CV nya dia memang terlahir dari keluarga biasa. Mungkin saja dia memang butuh pekerjaan itu untuk menyambung hidupnya." jelas Devian pada Bunda Tamara.
Sebenarnya Devian tau, riwayat pendidikan Carissa yang merupakan lulusan Fashion Designer dan pernah jadi model freelance. Hanya saja saat itu dia sangat kesal dengan wanita itu sehingga Devian asal saja menempatkan dia di posisi office girl.
"Hemm.. gitu. Berarti dia wanita mandiri ya. Biasanya wanita yang berparas cantik gak mau kerja rendahan seperti itu. Sepertinya Carissa gadis yang baik." ucap Bunda Tamara semakin kagum dengan sosok Carissa.
"Lolos jadi calon mantu nih kayanya." batin Bunda Tamara.
"Yasudah kalau gitu, Bunda mau tidur. Sudah malam cepat istirahat ya, Sayang." ucap Bunda pada Devian lalu menepuk lembut pundak Devian lalu keluar dari ruang kerja Devian.
Devian hanya merenung. Devian teringat kata-kata Bunda Tamara.
"Benar juga, si rubah itu kan cantik. Masa iya dia terima saja kerja jadi office girl? Jangan-jangan emang dia sengaja, biar dia terlihat sebagai wanita mandiri dan tangguh lalu aku kagum sama dia gitu? Mimpi!" gumam Devian.
(Haduuh Devian ini, plin plan sekali. Kira-kira siapa yang akan jatuh hati duluan ya? Siapa yang akan mulai mengejar cinta? Siapa yang akan menarik ulur?
Tunggu terus kelanjutannya kisah Gejolak Cinta Tuan dan Nona Muda ya!)
-BERSAMBUNG
-
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
JR Rhna
kan Rissa menyembunyikan identiti dirinya yg org berada
2023-01-23
0
JR Rhna
situasi yg lain thor..jangan asyik² Rissa sakit..jd bosan
2023-01-23
0