Pingsan

*****

"NISA#

Deg!! Seketika tubuh Laura serasa melemas setelah mendengar Ikbal mengatakan nama itu.

Tak terasa sudut matanya mengeluarkan air mata, Laura menangis, hal itu membuat dadanya sesak dan tubuhnya melemas.

"Ni - Nisa?" ucap Laura dengan nada bergetar, ia mencoba membuang tentang Bima di pikirannya.

"Ya, Bima adalah cowo brengsek yang udah bikin kakak lo kehilangan masa depannya sekaligus yang udah bikin kakak lo meninggal" jelas Ikbal.

Kini tangis Laura semakin menjadi jadi "Tapi kenapa lo baru cerita sekarang, Bal."

"Maafin gue Ra" Ikbal memejamkan matanya sejenak lalu kembali membukanya "Lo tau kan kalau selama ini hidup gue bergantung sama dia" Tanya nya. Laura mengangguk paham, dengan air mata yang terus saja mengalir.

"Dia ngamcem gue, kalo gue ngebocorin rahasianya ke lo, gue bakalan di usir dari rumahnya. Dan gak cuma itu, dia juga bakalan gak nganggep gue sebagai sahabat nya lagi" Jujur ia juga capek jika harus terus menerus menyimpan rahasia.

"Tapi kali ini gue nggak peduli, kayanya sekarang lo lagi butuh banget rahasia ini" Ikbal mencoba kuat, ia tidak boleh egois. Bahkan baginya masa depan Laura lebih penting dari pada masa depannya.

..."Bukan hanya merusak masa depannya Nisa aja, Bima juga udah ngerusak satu cewe yang dulunya berstatus sebagai pacar Bima. Yang gue tau, sekarang cewe itu masuk rumah sakit jiwa, dia hamil dan seperti yang udah lo duga, Bima gk mau tanggung jawab" lanjutnya....

"BODOHH" Teriak Laura, ia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Bisa bisanya ia telah menjadikan Bima sebagai kekasihnya.

"Bima bukan orang baik baik, dia pemabuk. Setiap dia pulang ke rumah pasti mulutnya bau alkohol, dan gue juga selalu kena imbasnya kalo dia lagi mabuk, gue kena pukul, kena marah dan masih banyak lagi" Ikbal berhenti sejenak lalu melanjutkan penjelasannya.

"Dan satu lagi. Bima, selama ini gk pernah tulus cinta sama lo. Lo tau nggak? Bima, udah khianatin lo, dia gak pernah cukup punya satu cewe. Dia punya beribu ribu cewe yang gak lo ketahui."

Laura masih saja menangis, membuat Ikbal semakin merasa bersalah "Lo jangan nangis gue semakin ngerasa bersalah kalo gini."

"BODOHH" teriak Laura "Gue bodoh kan?Gue bodoh banget" Ucap Laura memukul mukul kepalanya.

"Laura, Laura. Lo jangan kaya gini" Ikbal mencegah perbuatan Laura barusan lalu membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Laura tak berkutik ia melemah di dalam dekapan Ikbal.

"Gue bodoh banget Bal. Bisa bisanya gue pacaran sama orang brengsek kaya dia, bahkan orang yang udah nyakitin kakak gue sendiri" ucap Laura memukul dada bidang milik Ikbal lemah.

"Gue takut, kalo gue nyimpen ini lebih lama lagi dari lo, mungkin kali ini lo yang akan jadi target Bima selanjutnya" Ikbal mengelus kepala Bima yang masih dalam dekapannya.

Laura melerai dekapan Ikbal lalu berdiri "Gue harus samperin Bima, gue harus----"

BRUKK!

Saat ingin melangkah tiba- tiba kepala Laura pusing mungkin karena ia terlalu banyak menangis, hal itu membuatnya kehilangan kesadaran nya. Kalau Ikbal tidak segera menagkapnya mungkin Laura akan terbentur kursi yang di dudukinya tadi.

"Laura, Laura. Lo kenapa?. astaga" Dengan segera Ikbal membawa Laura ke UKS untuk memeriksa kondisi gadis itu.

°°°°°°°°°°°

"Laura tidak apa- apa, dia sepertinya cuma kelelahan saja dan jangan terlalu banyak pikiran" ucap dokter yang bertugas di UKS sekolah SMA Harapan Bangsa.

"Syukurlah kalo gitu" Ikbal menghela nafas lega.

"Saya sarankan, Laur tidak usah mengikuti pelajaran dulu" karena memang bel masuk sekolah telah berbunyi beberapa menit yang lalu. "Oh iya, muka Laura terlihat sembab, kenapa?" Tanya dokter itu.

"Gak papa ko dok" ucap Ikbal tersenyum.

Dokter itu tersenyum "Yasudah kalo gitu saya permisi dulu" pamit dokter itu lalu melenggang pergi.

"Kasian lo Laura" Gumamnya sebari melihat wajah sembab milik Laura.

"Gue ke kelas dulu ya?" katanya yang tidak mungkin bisa di dengar apalagi di jawab oleh gadis itu "Gue panggilin Leon bentar buat lo, biar lo ada yang nemenin."

Ikbal pun berjalan keluar dari ruangan UKS. Ia pergi ke arah kelas 12 Ipa untuk memanggil Leon agar menemani Laura di UKS. Setelah itu Ikbal pergi ke kelasnya. Tak lupa juga Leon meminta ijin kepada guru yang kini tengah mengajarnya.

Leon berlari secepat kilat menuju ruang UKS, ia takut terjadi apa apa dengan gadisnya. Meskipun rasa khawatir menjalar di tubuhnya namun setelah sampai di depan pintu ruangan Leon membukanya secara perlahan agar Laura tidak terganggu. Namun saat Leon masuk ia sudah mendapati Laura tengah duduk di brankar.

"Hey, udah sadar?" Tanya nya. Namun yang di tanya malah tidak menggubrisnya sama sekali.

"Lo nggak papa kan?, apa ada yang sakit?"

Laura masih tidak menjawabnya, ia menatap kosong kedepan. Tak terasa air matanya mengalir lagi, ia mengingat jelas perkataan Ikbal tentang Bima.

"Kok nangis?, kenapa? Jangan bikin gue panik" Leon memegang kedua pundak Laura.

Tanpa di sadari Laura memeluk Leon dengan erat, ia menumpahkan tangisannya itu di dalam pelukan Leon. Dengan senang hati Leon membalas pelukan Laura dan mengusap punggung Laura lembut.

"Bantu gue" isak Laura.

Laura mengerutkan dahinya "Bantu apa?" tanya nya.

"Bantu gue buat cinta sama lo" kini Laura melepas pelukannya.

Leon tersenyum lebar "Itu tujuan utama gue."

"Jangan pernah nyerah dan jangan pernah cape ya" Jujur ia belum bisa menerima Leon satu persen pun namun ia akan berusaha agar bisa secepatnya jatuh hati kepada pria itu.

"Nggak akan. Gue nggak akan pernah nyerah sebelum dapetin cinta lo."

"Gue pegang ucapan lo."

"Oke" ucap Leon finally. "Oh iya, kenapa lo bisa kaya gini? Setelah dari kantin, tadi lo kemana? Kok bisa bareng Ikbal.

(Mereka semua udah pada kenalan ya)

"Iya tadi gue ada perlu sama dia, tapi gak tau kenapa kepala gue pusing, gue hilang keseimbangan dah gitu gue gak inget lagi" jelas Laura.

"Tapi sekarang lo gak papa kan?" Tanya nya lagi. Jujur ia sangat takut kalo Laura kenapa- napa.

"Gue udah gapapa, lo tenang aja" Laura benar- benar kangum dengan Leon meskipun selama ini sikapnya terhadap Leon tidak mengenakan, tetapi Leon masih saja memperhatikan dirinya.

Bel tanda pulang akhirnya berbunyi membuat Leon dan Laura berhenti sejenak dari pembicaraannya. Setelah bel berhenti Laura dan Leon bergegas keluar. Tak lupa Leon membopong Laura agar gadis itu tidak kehilangan keseimbangan nya.

Setelah mereka keluar, mereka di kejutkan oleh kehadiran kelima sahabatnya, Tidak ada Bima di sana karena memang Ikbal tidak memberi tahu Bima tentang apa yang terjadi ia langsung mengajak Bima pulang tanpa- tanpa harus bersama Laura. Ia tidak mau kalau Bima memperkeruh keadaan lagi.

"OMAYGAT LAURA! Lo gak papa kan? Ada yang luka? Sakitny di mana? Bagian kaki, tangan, perut, atau kepa---" cerocosan Seli terhenti karena ada yang memotongnya.

*****

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!