"Baguslah kalau kau sudah ada disini, urus wanita ini yang kau sebut kekasihmu," ucap Dirga ketus.
"Dan satu lagi, aku heran padamu, membiarkan gadis yang kau sebut kekasihmu itu, berkerja ditempat hiburan malam. Apakah kau rela melihat gadismu itu disentuh oleh pria lain? Atau mungkin saja kau memang sengaja memanfaatkan kemolekan gadismu untuk mencari pundi-pundi buat kalian berdua." ucap Dirga penuh dugaan.
"Alangkah baiknya bila anda tidak berbicara lagi pak Dirga, perkataan mulut anda terlalu pahit untuk didengar," kata Leon tajam.
"Lagi pula, sebagai bos, ternyata anda tidak tahu apa-apa mengenai pegawai bawahan anda pak Dirga. Anda tidak tahu kesulitan apa yang tengah dihadapi masing- masing pegawai anda sehingga itu mempengaruhi setiap keputusan kehidupan yang mereka ambil." ucap Leon.
"Itu bukan urusan saya, tidak mungkin saya mengurusi setiap masalah pribadi pegawai saya." kilah Dirga.
"Tentu saja itu bukan urusan anda pak Dirga, tapi setidaknya anda bisa melihat bahwa bukan hanya anda saja yang memiliki masalah, supaya anda tidak fokus hanya pada diri sendiri, sehingga lupa ada para pegawai anda yang membutuhkan perhatian anda sebagai bos diperusahaan yang anda pimpin." sindir Leon.
Dirga terhenyak, perkataan Leon mengenai hingga kejantungnya. Firans tidak ikut berkomentar ia hanya berdiri ditempatnya.
Dirga masih diam terpaku saat Leon berlalu, membawa Monaliza masuk kembali kedalam ruang rawat inapnya.
"Firans, ayo kita kembali kekantor," ucap Dirga datar, saat dilihatnya pintu ruang rawat inap Monaliza sudah tertutup rapat.
Leon membaringkan tubuh Monaliza diranjang pasien dengan hati-hati. Ia mulai memeriksa semua luka yang ada ditubuh gadis itu.
"Apa ini sakit?" tanya Leon menatap wajah Monaliza yang melihat kearahnya. Gadis itu hanya mengangguk mengiyakan.
"Tunggu sebentar," ucap Leon, ia segera menuju kekotak obat dan memeriksa obat apa saja yang ada disana. Tak lama ia segera kembali sambil membawa beberapa obat ditangannya.
Leon membersihkan beberapa luka dengan cairan pembersih luka, setelah dirasa cukup ia mulai mengoles salep pada beberapa luka gores yang terdapat ditangan dan wajah Monaliza.
"Bagaimana kau bisa tahu aku ada disini Leon? tanya Monaliza disela-sela lukanya yang sedang diobati.
"Aku kerumahmu, karena mulai semalam ponselmu tidak bisa dihubungi, aku sangat khawatir," sahut Leon menatap wajah Monaliza sejenak lalu kembali mulai mengoles lukanya.
"Setelah tahu dari ibu kau ada disini, aku segera kemari Mona," imbuhnya lagi.
"Pria tadi, bukankah dia itu bos-mu yang ponselnya kutemukan kemarin? kenapa dia bisa ada disini?" tanya Leon, ia melirik sekilas wajah Monaliza.
"Dia yang menolongku semalam Leon dari para pria jahat itu, aku tidak tahu apa yang terjadi padaku bila dirinya tidak datang menolongku," ungkap gadis itu lirih.
"Mona, maafkan aku. Aku tidak ada disisimu saat kau membutuhkanku." ucap Leon sambil menatap wajah Monaliza yang masih nampak sayu.
"Bila sesuatu buruk terjadi padamu, aku pasti akan sangat menyesalinya, kenapa itu bisa terjadi saat aku tidak bersamamu," ucap Leon sedih.
"Tidak apa Leon, itulah musibah. Bagaimana kabar mamamu? Bukankah kau semalam juga mengantarkan mamamu kerumah sakit?" tanya Monaliza.
"Mama masih ditangani oleh dokter dan sedang dirawat dirumah sakit ini juga," sahut Leon.
"Benarkah?"
"Eum," sahut Leon sambil mengangguk.
"Sudah selesai," Leon membereskan salep yang ia gunakan lalu mengembalikannya ke kotak obat.
"Beristirahatlah Mona, kau terlihat sangat lelah," Leon mengambil selimut dan membentangkannya diatas tubuh Monaliza.
"Bolehkah kau menemaniku disini sebentar, setidaknya sampai aku tertidur? Aku masih merasa takut, kejadian semalam kadang muncul begitu saja dalam ingatanku walau aku sudah berusaha tidak mengingatnya." ujar Monaliza sambil menatap kesetiap sudut ruangan dengan wajah khawatir.
"Tentu saja Mona, aku akan menemanimu. Sekarang tidurlah." Leon menggeser kursi dan duduk didekat bagian kepala ranjang pasien. Ia mulai mengusap rambut Monaliza dan sesekali merapikan anak-anak rambut yang menutupi wajah gadis itu.
...***...
"Untuk apa kita berhenti disini?" ucap Dirga saat Firans menepikan mobil miliknya didepan gang sempit yang ada didekat taman kota.
"Kita kerumah Monaliza, aku mendapatkan alamatnya di daerah sini dari bagian HRD," sahut Firans.
"Untuk apa Firans? Kita tidak kekurangan pekerjaan untuk belusukan ketempat seperti ini," ucap Dirga, ia sudah merasa jengah saat melihat gang yang hanya bisa ditempuh hanya dengan berjalan kaki.
Firans diam sejenak, ia tidak langsung menjawab perkataan Dirga.
"Aku tidak mengerti apa yang membuatmu memperlakukan Monaliza seperti tadi, padahal sebelumnya kau baik-baik saja. Bahkan memesan makanan untuknya, dan pakaian lewat suster," ucap Firans sambil membuka sabuk pengamannya.
"Tapi kenapa dalam sekejap kau mengatakan jijik disentuh olehnya. Apa yang terjadi?" tanya Firans menoleh pada Dirga disampingnya, yang bahkan tidak berniat melepaskan sabuk pengaman dari tubuhnya.
"Ternyata perempuan itu, dia perempuan malam Firans," ucap Dirga menoleh pada asistennya itu.
"Dari mana kau tahu?" tanya Firans yang nampak terkejut.
"Dia sendiri yang mengatakannya padaku, makanya aku langsung jijik padanya," sahut Dirga dengan wajah kembali kesal.
"Memangnya dia bilang kalau dia wanita malam, begitu?" tanya Firans memastikan saat melihat Dirga menunjukan wajah kesalnya.
"Tidak, dia mengatakan kalau semalam, saat ia mengalami perlakuan buruk dari para pria itu, ia baru pulang berkerja dari night club milik saudara temannya," sahut Dirga.
"Dirga, Dirga. Kau terlalu naif. Kapan-kapan, aku akan membawamu mengunjungi night club supaya fikiranmu itu terbuka," ujar Firans yang berubah kesal pada.
"Bisa saja kan gadis itu hanya sebagai penyaji minuman atau bahkan jadi cleaning service disana," imbuh Dirga sambil beranjak keluar.
"Firans, kau mau kemana?" tanya Dirga, saat Firans keluar dari belakang kemudinya.
"Bertemu ibunya Monaliza. Ayo, cepat turun," ajak Firans dari luar mobil.
Dirga terpaksa melepaskan sabuk pengaman yang meliliti tubuhnya, lalu beranjak keluar dan menutup pintu mobilnya dengan rapat.
Begitu Dirga keluar, Firans langsung menekan tombol remote yang ada ditangannya untuk mengunci mobil Dirga.
"Kau yakin ini jalan menuju rumah perempuan itu?" tanya Dirga yang membuntuti Firans dari belakang.
"Seharusnya memang ini, aku meminta alamat ini dari bagian HRD perusahaan kita, jadi tidak mungkin salah," sahut Firans sambil berjalan didepan Dirga.
"Kenapa kau sepertinya sulit sekali menyebut nama Monaliza, selalu saja mengatakan 'perempuan itu', eum? Bukankah lebih mudah menyebut namanya saja," ucap Firans. Dirga tidak menyahut, dirinya-pun baru menyadari bahwa ia lebih sering tidak menyebut nama gadis itu.
"Apakah masih jauh Firans?" tanya Dirga yang merasa sesak saat melihat hanya lorong gang panjang saja yang dibatasi dinding beton kiri dan kanannya.
"Itu, didepan sudah terlihat pemukiman," tunjuk Firans.
Benar saja, setelah lorong yang mereka lalui hampir mencapai dua ratus meter, terlihat pemukiman yang sangat sederhana, bahkan terkesan kumuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Putra Al - Bantani
seruuuu...
👍👍 untuk author
2023-06-10
1
Syhr Syhr
setuju aku sama kamu Firans.
2023-01-03
1
Zenun
Satu mawar untukmu kakak author 🌹
2022-09-22
2