"Dirga?!" Ibu Han nampak terkejut melihat kehadiran bakal calon menantunya berada direstorannya malam ini.
"Ma," Dirga mencium punggung tangan ibu Han.
"Ayo, duduklah Dirga," Ibu Han mempersilahkan Dirga duduk disalah satu meja restoran yang terletak didekat jendela kaca, yang menampilkan bintang- bintang yang berkedip- kedip dilangit malam.
"Papa dimana ma?" tanya Dirga. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan pak Han.
"Papa sedang istirahat dirumah, kurang enak badan. Jadi hanya mama saja yang kemari diantar sopir." sahut ibu Han.
"Ada angin apa kau kemari Dirga?" tanya ibu Han.
Semenjak meninggalnya Megan, putri mereka, ini kali pertama bagi Dirga menginjakan kaki direstoran itu lagi.
Ia memperhatikan wajah lusuh Dirga yang tidak terawat dihadapannya. Selama mengenal pemuda itu, tidak pernah ia melihat Dirga berpenampilan seberantakan itu.
Perasaan sedih dan kehilangan kembali menyeruak direlung hati ibu Han, saat melihat Dirga seperti itu, kembali membawa ingatannya pada putri tunggalnya yang telah pergi dan tidak akan pernah kembali.
Biasanya, bila Dirga datang berkunjung, Megan akan selalu menempel pada Dirga sambil bercerita riang, tapi semuanya itu kini tinggal kenangan.
Ibu Han hanya bisa mengenang masa lalu, menangis bila tak tahan menahan rindu pada putrinya, seperti yang saat ini ia lakukan.
"Ma, mama kenapa?" tanya Dirga, ia bangkit dan berpindah ketempat duduk disamping ibu Han.
Ibu Han segera meraih tissue yang disodorkan Dirga padanya, lalu Mengusap dan mengeringkan airmatanya yang sempat tumpah.
"Mama, hanya teringat akan Megan, Dirga." sahut ibu Han, tangannya terus mengusap air matanya disudut-sudut matanya, dan yang sempat mengalir ke-pipi-nya.
"Dimana ada dirimu, Megan juga ada. Tapi sekarang, semuanya tidak bisa seperti itu lagi, Megan sudah tiada Dirga," ucap ibu Han dalam kesedihannya, ia mengusap sisa-sisa airmatanya.
"Dirga, apa yang membawamu datang kemari?" ibu Han mengulangi pertanyaannya sebelumnya.
"Aku, sudah lama tidak kemari. Aku sangat merindukan papa dan mama," sahut Dirga pelan.
Ibu Han mengusap punggung Dirga lembut,"Mama dengar dari mama-mu, kau tidak mau turun berkerja hingga berhari-hari lamanya."
"Mama tahu, kehilangan seseorang yang sangat kita cintai, sangat pahit rasanya, dan itu sama-sama kita rasakan Dirga,"ucap ibu Han sambil menghela nafas beratnya.
"Kita yang ditinggalkan, tentu akan berduka, dan tidak ada larangan untuk itu, tapi kita tidak bisa berlarut dalam kesedihan yang berkepanjangan," ucap ibu Han menasehati, ia terus mengusap lembut punggung Dirga yang sudah dianggapnya seperti putranya sendiri.
"Hidup harus terus berjalan, dan kita masih punya banyak tanggung jawab yang harus diselesaikan sebelum meninggalkan dunia ini."
"Mama bersyukur, beberapa hari ini, kau sudah bisa turun berkerja kembali," kata ibu Han dengan senyum tipis yang tersungging disudut bibirnya.
"Papa dan mama-mu, masih punya dirimu Dirga, yang menjadi tumpuan harapan mereka."
"Walaupun Megan sudah tiada, kami-pun masih menganggap-mu seperti putra kami Dirga,"
"Sebab itu, bangkitlah kembali Dirga, dan bersemangatlah." ibu Han menepuk-nepuk lembut punggung Dirga untuk memberinya semangat.
"Mama harap, kau bisa mencukur semua brewokanmu itu, juga rambut gondrongmu ini," ibu Han mengusap dan memasukan jari-jarinya kedalam rambut kepala Dirga yang memanjang.
"Lihat! Jari-jemari mama sampai tenggelam dalam rambut tebal dan panjangmu ini Dirga," seru ibu Hana sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Dirga hanya tersenyum tipis mendengar ucapan ibu Han. Ibu kandungnya sendiri-pun sudah beberapa kali memintanya untuk merapikan brewokan dan rambutnya itu.
"Bu, ini pesanan makan malamnya sudah siap," kata pelayan restoran sambil memegang nampan dengan kedua tangannya.
"Tolong letakan saja diatas meja ini," sahut ibu Han pada pegawainya itu.
"Baik bu," pelayan itu lalu menyajikan menu makan malam diatas meja.
"Terima kasih ya mba," ucap ibu Han dengan senyumnya.
"Sama-sama bu," sahut pelayan itu dengan sikap hormatnya lalu kembali dengan membawa nampan ditangannya.
"Dirga, ayo dimakan, mama sengaja memesan makanan kesukaanmu," ajak ibu Han. Ia menggeser piring sajian tepat dihadapan Dirga.
"Terima kasih ma," Dirga yang kebetulan sedang lapar segera menikmati makan malamnya dengan lahap.
Ibu Han tersenyum melihat Dirga yang begitu lahap seperti biasanya, ia-pun turut menikmati makan malam bersama Dirga.
"Ma-," Dirga nampak ragu, namun ia harus mengungkapkan apa yang ada dihatinya, yang menjadi pertanyaan besarnya. Sesaat, setelah dirinya menyelesaikan makan malamnya.
"Apakah Megan memiliki seorang saudara? Atau sepupu mungkin ma?" lanjut Dirga, ia menatap wajah ibu Han, ibu mendiang tunangannya itu.
"Kenapa kau bertanya seperti itu?" ibu Han balik bertanya.
"Aku pernah melihat seorang perempuan, wajahnya sangat mirip dengan Megan ma," sahut Dirga. Ia tidak mau mengatakan bila wanita yang ia maksud adalah salah satu pegawainya, khawatir ada kesalah-fahaman.
Ibu Han berfikir sejenak, "Selain Megan, papa dan mama tidak memiliki anak lagi," ucap ibu Han dengan suara lirihnya.
"Megan juga tidak memiliki sepupu perempuan Dirga."
"Mama juga anak tunggal, sama seperti Megan. Sedangkan papa, ia memiliki seorang saudara laki-laki dan anak-anaknya juga laki-laki semua, hubungan mereka kurang baik." jelas ibu Han, mengingat ketidak-akur-an suaminya dengan saudara laki-lakinya.
Dirga mengangguk-anggukan kepalanya, "Bagaimana mungkin ada dua orang yang begitu mirip, sedangkan mereka tidak bertalian darah," batin Dirga.
*
Dirga melirik arloji dipergelangan tangannya yang sudah menunjukan pukul 11 malam lewat, ia baru saja pulang dari menjenguk pak Han yang kurang enak badan dirumahnya.
Dijalan yang terbilang sepi, Dirga melihat ada keributan. Ia menepikan mobilnya dengan cepat.
Seorang abang ojol tambun sedang digebukin dua pria tinggi kurus tanpa ampun.
Dirga langsung menangkap punggung salah seorang pria yang sedang menganiaya abang ojol yang sudah tidak berdaya, dengan sekali gerakan, ia membanting dan menyikut pria itu tepat mengenai ulu hatinya membuat pria penganiaya itu ambruk ketanah.
Secepat kilat tendangan Dirga bersarang di pinggang pria satunya lagi, yang berniat membantu temannya, membuat tubuh kurus pria itu ikut terpental menghantam trotoar jalan.
"Lari!" Teriak salah satu diantara kedua pria itu. Mereka segera bangkit dan berlari terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
"Abang tidak apa-apa?" tanya Dirga menghampiri abang ojol yang tergeletak di samping motornya yang rebah. Ia membantu pria tambun itu duduk diatas trotoar.
"Saya baik-baik saja mas, tolong mba-nya mas, tadi dibawa oleh salah satu dari pria-pria itu." Abang ojol menunjuk kearah semak-semak dipingir jalan, sambil mengusap luka-luka memarnya yang terasa perih akibat pukulan-pukulan para pria brutal itu.
Dirga segera berlari menuju arah yang telah ditunjuk oleh si abang ojol. Benar saja, selang beberapa menit, dengan mengikuti jejak ilalang yang terkulai, Dirga melihat dalam kegelapan yang samar-samar, seorang pria sedang menggagahi tubuh seorang gadis yang sudah tidak berdaya dibawahnya.
"Bajingan!" Dirga langsung menarik paksa leher baju sang pria jahat itu. Satu bogem mentah bersarang dirahang pria itu, hingga bibirnya pecah.
Kembali Dirga memukul wajah pria itu berkali-kali dan menginjakkan kakinya pada tubuh pria yang sudah tersungkur ketanah yang penuh duri-duri ilalang sambil terus mengumpat geram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Rini Antika
bener bgt perkataan ibu Han
2022-12-06
1
Syhr Syhr
Benar, kamu harus kuat Dirga. Aku sangat yakin, kamu akan menemukan sosok yang baru. 😁
2022-11-20
1
Syhr Syhr
Kok jadi ikutan sedih akunya. 🥺
2022-11-20
1