"Sudah sore, aku pulang dulu, Dirga. Papa dan Mama pasti mencariku. Tadi aku meninggalkan restoran pada para karyawanku," ucap Megan, ia berdiri dari duduknya, meraih tas brandednya.
Dirga melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Pukul lima sore, waktunya jam pulang kerja. Ia merapikan berkas-berkas dimeja kerjanya. "Aku akan mengantarmu pulang."
"Tidak perlu, Dirga. Tadi aku bawa mobil sendiri kemari," tolak Megan, menunjukkan kunci mobil di tangannya.
"Baiklah, tapi kita sama-sama turun ke parkiran. Aku juga akan pulang." Dirga melangkah keluar ruangannya bersama Megan.
"Firans, aku dan Megan pulang duluan," ucap Dirga pada asistennya yang duduk di meja kerjanya, bersisian dengan pintu ruang kerja Dirga.
"Baik, My Boss, Megan. Hati-hati di jalan," sahut Firans dengan gaya cerianya seperti biasa sambil memamerkan senyum lesung pipitnya.
"Kau juga segeralah pulang jika pekerjaan sudah selesai," ucap Dirga, ia segera berlalu bersama Megan sambil membalas senyuman Firans.
"Tunggu sebentar ya sayang." Megan melepaskan tangannya dari lengan Dirga, saat mereka berdua melewati meja resepsionis di lobby kantor.
Sementara Dirga berdiri menentenng tas milik Megan, sambil menunggu apa yang sedang dilakukan Megan dimeja resepsionis itu.
Tanpa sengaja, Megan memergoki salah seorang resepsionis itu sedang memandang kearah Dirga yang sedang menerima telepon dari seseorang.
"Monaliza," panggil Megan. Namun pegawai resepsionis itu tidak mendengar karena masih fokus memandangi Dirga dari belakang meja kerjanya. Megan dapat merasakan ada kekaguman dari sorot mata gadis resepsionis itu.
"Monaliza!" Panggil Megan sedikit lebih keras pada resepsionis itu. Hingga membuat Dirga yang sedang asik dengan ponsel yang menempel di daun telinganya ikut menoleh kearah Megan.
"I-Iya, Bu," sahut pegawai resepsionis itu tergagap.
"Saat berkerja, apakah kau diperbolehkan melamun?! Kinerjamu sangat buruk!" ucap Megan dengan sorot mata tajam pada pegawai resepsionis itu.
"M-maafkan saya, Bu, saya bersalah. S-saya tidak akan mengulanginya lagi. Mohon maafkan saya," ujar pegawai resepsionis yang bernama lengkap Monaliza Zhue itu dengan tergagap, ia merasa sangat bersalah karena Megan merasa kurang nyaman akan pelayanannya.
"Baiklah, untuk kali ini saja. Tidak untuk lain kali, atau aku akan meminta Dirga memecatmu!" ketus Megan. Dirga yang masih menerima telepon sempat merasa heran, kenapa kekasihnya itu memarahi pegawai resepsionisnya.
"Berikan paper bag yang kutitipkan tadi di sini," pinta Megan dengan tatapan datarnya pada Monaliza.
"Ditunggu sebentar ya, Bu," ucap Monaliza. Ia segera beranjak menuju lemari - lemari loker yang ada dibelakang mejanya.
Megan memperhatikan setiap gerakan resepsionis itu, yang tengah mengambil barang titipannya yang ada didalam loker.
"Gadis ini memang sangat cantik, dan terlihat masih terlalu muda," batin Megan. Tiba - tiba saja ada rasa khawatir muncul dalam benaknya setelah sempat memergoki resepsionis muda itu menatap Dirga, namun ia segera menepisnya mengingat Dirga selama ini tidak pernah beralih dari dirinya.
"Ini, Bu." Monaliza Zhue, resepsionis cantik itu segera memberikan barang titipan Megan.
"Terima kasih," ucap Megan sambil meraih dan memeriksa sejenak isi paper bag-nya.
"Sama-sama, Bu." Balas Monaliza, ia berusaha mengembangkan senyum ramahnya, walau sedikit kikuk karena sempat didamprat oleh calon tunangan majikannnya itu.
Setelah selesai memeriksa, Megan langsung berlalu dan kembali menghampiri Dirga. Keduanya lalu menuju parkiran.
"Apa yang membuatmu marah-marah dengan resepsionis itu tadi?" tanya Dirga, sesaat setelah mereka menjauh dari meja resepsionis.
"Tidakkah kau lihat kalau resepsionismu yang bernama Monaliza itu sangat cantik, dan juga masih sangat belia. Apakah kau yakin, tidak memperkerjakan anak di bawah umur?" ucap Monaliza yang sengaja tidak menjawab pertanyaan Dirga.
"Tentu saja resepsionis itu cantik, dia 'kan wanita bukan pria," sahut Dirga asal. Ia membuka pintu mobil Megan dan memasukan tas dan paper bag milik Megan ke jok samping kemudi.
"Sepertinya, resepsionismu itu menyukaimu. Aku tadi memergokinya menatapmu dengan sorot penuh kekaguman saat kau sedang menerima telepon. Apakah kau sama sekali tidak tahu akan hal itu? Atau bahkan sudah mengetahuinya, tapi berpura-pura tidak tahu." Megan merasa perlu mengungkapkan hal itu pada Dirga, ia tidak ingin apa yang ia duga ini menjadi masalah dikemudian hari dalam hubungan mereka.
Dirga menghentikan kegiatannya, ia menegakkan tubuhnya yang semula membungkuk untuk meletakan barang-barang Megan di dalam mobil. Ia mengarahkan tatapannya pada Megan. Disentuhnya pundak tunangannya itu lembut dengan kedua tangannya sambil menatapnya lekat.
"Apakah itu alasannya kau memarahinya tadi, Megan?" tanya Dirga masih menatap megan yang juga sedang menatap dirinya.
Megan menganggukkan kepalanya pelan.
"Sepertinya kau sedang cemburu pada pegawai resepsionis itu. Tapi aku suka itu," ucap Dirga dengan tersenyum senang.
"Aku bisa pastikan, di hatiku, hanya ada dirimu. Itu sebabnya, aku memohon lagi padamu, janganlah pergi ke Jepang. Aku tidak bisa jauh darimu, aku pasti sangat merindukanmu. Kau tahu, bila seorang pria merindukan kekasihnya, ia akan melihat wanita-wanita lain mirip dengan kekasihnya. Maka jangan salahkan seorang pria bila ia tidak sengaja mengganti kekasih lamanya dengan kekasih yang baru," rayu Dirga dengan harapan Megan mendengarkan perkataanya, dan mengurungkan niatnya untuk keluar negeri.
"Aduh! Sakit, Sayang!" Dirga mengerang kesakitan karena Megan kembali mencubitnya. Kali ini bukan di lengan tapi di perutnya.
*
Megan Conika Han : Maafkan aku Dirga, hari ini aku harus berangkat ke Jepang. Aku harus mewujudkan cita-citaku menjadi seorang violinist. Aku akan kembali bila cita-citaku sudah tercapai. Tidak perlu menghentikanku, aku sudah ada di jalan tol menuju bandara.
Hati Dirga tiba-tiba terasa kosong, dan hampa, setelah membaca pesan dari Megan, tunangannya. Dengan kasar ia membanting ponselnya diatas meja kerjanya, hingga jatuh berserakan ke lantai.
"Pergilah! Pergilah! Bila itu membuatmu bahagia, Megan. Aku tidak akan pernah melarangmu lagi!" Teriak Dirga seorang diri diruang kerjanya dengan putus asa.
"Kenapa, Megan? Kenapa kau tidak mau mendengarkan kata-kataku? Kau anggap apa hubungan kita?" Dirga meremas rambutnya dan mengacak-acaknya hingga berantakan.
"Aku tidak pernah melarangmu mengejar cita-citamu, tapi waktunya tidak tepat, tiga bulan ke depan kita akan menikah, Megan. Kenapa kau seolah tidak perduli?" lirih pria itu dengan perasaan campur aduk.
Suara telepon dimeja kerja Dirga berdering berulang-ulang. Namun Dirga tidak memperdulikannya, ia masih sibuk dengan kekalutan hatinya. Rasa kecewanya pada keputusan Megan untuk tetap berangkat ke Jepang membuatnya tidak bersemangat berkerja dihari itu.
Tok! Tok! Tok!
Dirga tidak perduli pula pada suara ketukan pintu di ruang kerjanya itu, walau sebenarnya dirinya mendengarkan, ia masih fokus pada dirinya sendiri.
"Dirga!" Panggil Firans, yang terpaksa masuk karena tidak ada jawaban dari sahabat yang menjadi bosnya itu. Dirga tidak menjawab, wajahnya tertekuk.
Firans berjongkok, mengumpulkan ponsel Dirga yang berserakan di lantai dekat mejanya.
"Pantas saja ku telepon berada di luar area, rupanya seperti ini bentuknya," guman Firans di dalam hatinya, sambil membenarkan ponsel Dirga dan mengaktifkannya kembali.
"Dirga, ini ponselmu," panggil Firans lagi, sambil memberikan ponsel bosnya itu, yang berhasil ia benarkan, dan meletakkannya di atas meja. Masih tidak ada jawaban dari Dirga.
"Dirga, hari ini kita ada janji bersama pak Hirago dari PT. IFF untuk makan siang bersama sekalian membicarakan penawaran yang sempat pihaknya ajukan kemarin.
Dirga mendongakan wajahnya, namun tidak menatap Firans asistennya, ia lebih memilih meluruskan pandangannya kedepan dengan tatapan menerawang.
"Kau saja yang mewakiliku." Ucap Dirga tidak bersemangat.
"Hei! Kau kenapa?! Tidak biasanya kau seperti ini, Dirga," ucap Firans santai sambil menepuk punggung Dirga yang menatap kosong kedepan.
"Megan, dia tetap memaksa untuk pergi siang ini Firans. Pernikahan kami, sepertinya tiada artinya baginya." Keluh Dirga masih menatap kosong ke depan.
Firans terdiam sejenak. Ia bisa mengerti bila Dirga bersikap hingga seperti itu. Ia telah menjadi saksi kebersamaan antara Dirga dan Megan hingga delapan tahun ini. Bagaimana kedua sejoli itu selalu bersama dan merencanakan pernikahan mereka sejak mereka sama-sama lulus dari perguruan tinggi.
"Lihatlah pesan dari Megan, ia sudah menuju bandara, dan ia melarangku untuk menghentikan kepergiannya." Dirga memperlihatkan pesan Megan yang ada diponselnya pada Firans.
Firans membaca sekilas pesan Megan yang ditunjukan oleh Dirga padanya, lalu meletakannya kembali di atas meja kerja Dirga.
"Lalu apa yang akan kau lakukan?" tanya Firans sambil memperhatikan wajah Dirga yang masih terlihat kusut.
"Aku tidak tahu," sahut Dirga tambah tidak bersemangat.
"Dirga, Megan itu, tidak pergi untuk selamanya, ia hanya ke Jepang untuk sementara waktu demi cita-citanya. Bukankah selama ini kau yang begitu gigih mendukungnya dan mencari guru - guru private untuk Megan. Kenapa sekarang kau malah menentangnya?" ucap Firans.
"Tapi waktunya tidak tepat, Firans! Tiga bulan lagi kami akan menikah!" sahut Dirga dengan nada meninggi.
"Itu menurutmu, Dirga! Kau hanya melihat dari sudut pandangmu saja. Megan, dia pasti punya alasan tersendiri kenapa tetap pergi. Belum tentu ia akan mendapat kesempatan lagi setelah ini," ucap Firans yang berusaha membantu sahabatnya itu untuk memahami alasan Megan kekasihnya.
"Itu artinya Megan egois, mementingkan dirinya sendiri!" Dirga masih tidak mau menerima penjelasan apapun.
"Stop, Dirga! Kau lebih mengenal Megan lebih dari pada aku. Kau kekasihnya. Jangan berkata - kata, ataupun beropini sendiri, yang akhirnya akan membuatmu terluka sendiri akibat pikiran-pikiran sendiri," ucap Firans mengingatkan.
"Aku merasa, kepergian Megan, akan membuatku tidak pernah bertemu dengannya lagi Firans." Ucap Dirga sedih bercampur kecewa.
"Tidak boleh berkata demikian, Dirga. Ucapan adalah doa. Megan adalah wanita yang setia, bukan? Sama seperti dirimu. Jangan berpikir yang bukan-bukan. Berdoa sajalah supaya cita-cita Megan bisa tercapai, dan dia segera kembali, lalu kalian menikah," tegur Firans mengingatkan.
"Sekarang bersiaplah, waktunya kita bertemu Pak Hirago. Jangan sampai mereka lama menunggu. Sementara kau menunggu Megan pulang dari Jepang, tetaplah bekerja dengan giat, supaya tunanganmu itu semakin bangga padamu saat ia kembali nanti," ucap Firans memberi semangat.
Dirga menatap wajah Firans. Apa salahnya ia merelakan Megan untuk sementara waktu mengejar mimpinya selama ini. Toh, dia juga akan kembali, pikir Dirga di dalam hati.
"Kau benar Firans. Aku beruntung mempunyai sahabat sepertimu. Terima kasih sudah mengingatkanku," ucap Dirga seraya tersenyum.
"Jangan terima kasih saja. Bonusnya harus double, selain jadi karyawan, aku juga kan merangkap jadi penasihatmu bukan?" seloroh Firans sambil terkekeh.
"Tidak masalah, aku akan memberikanmu bonus tambahan kalau penjualan kita mencapai target selama tiga bulan kedepan secara berturut-turut," ucap Dirga memberi syarat atas permintaan sahabatnya itu.
"Aku suka itu! Ayo, kita berangkat, aku tidak sabar mendapat bonus tambahan juga dari PT. IFF kalau kita bisa menjalin kerjasama lewat pertemuan kita siang ini," ucap Firans penuh semangat.
"Baiklah, kita berangkat sekarang. Lets go!" Dirga tidak kalah bersemangat. Ia berusaha mengesampingkan masalah pribadinya diluar pekerjaan. Keduanya buru-buru keluar dari ruangan dengan langkah cepat.
Begitulah Firans, ia selalu bisa membuat sahabatnya itu kembali bersemangat setiap kali berkeluh kesah dengannya.
*
"Bagaimana pak Dirga? Apakah anda setuju dengan penawaran yang kami ajukan," ucap Hirago, CEO PT. IFF setelah ia menyelesaikan penjelasan program kerjasamanya.
"Saya terima penawaran Anda, Pak Hirago, segera buat MoU-nya, dan serahkan pada asisten saya, Pak Firans. Dia yang akan mengatur semuanya," sahut Dirga menyetujui sambil mengulas senyum tipisnya.
Ponsel Dirga tiba - tiba berderit di sakunya, ia segera meraihnya. Saat dilihatnya dari calon ibu mertuanya. Dirga langsung permisi memberi isyarat untuk mengangkat teleponnya di hadapan para tamunya.
"Halo, Ma," sambut Dirga, sambil menempelkan ponsel didaun telinganya.
"Dirga ...." Terdengar suara tangisan tertahan dari calon ibu mertuanya.
"Ma, Mama kenapa? Mama baik-baik saja, ‘kan?" tanya Dirga merasa cemas.
"Kau harus ke Rumah Sakit Nusa Asia sekarang. Megan kecelakaan lalu lintas di jalan tol menuju bandara," ucap Ibu Han masih menangis di ujung sambungan telepon.
"Megan, bagaimana keadaannya, Ma?" Dirga langsung merasakan lemas di seluruh sendi-sendi tulangnya. Berita kecelakaan Megan bagai petir di siang hari baginya.
Firans dan kedua rekanan kerja dari PT. IFF itu saling berpandangan satu sama lain, saat melihat wajah Dirga menegang.
"Megan, keadaannya tidak baik. Segeralah kemari, Dirga." Belum sempat Dirga bertanya lebih lanjut, Ibu Han sudah memutuskan sambungan teleponya.
Dirga terhenyak di tempat duduknya, ia seketika bingung harus berbuat apa. Dirinya benar-benar tidak siap menerima berita yang mengejutkan itu.
"Apa yang terjadi pada Megan, Dirga?" tanya Firans turut merasa khawatir.
"Megan, dia kecelakaan lalu lintas di jalan tol menuju bandara tadi, sekarang sudah berada di rumah sakit." Sahut Dirga dengan wajah kalut.
"Tunggu apa lagi! Ayo kita ke rumah sakit, Dirga. Cepat!" seru Firans menyentak Dirga yang terlihat binggung harus bertindak dan berbuat apa.
"Pak Hirago, Pak Bonarly, kami mohon maaf tidak bisa menemani makan siang. Ibu Megan, tunangan Pak Dirga sekarang ada di rumah sakit karena kecelakaan lalu lintas. Kami akan segera kesana sekarang." Pamit Firans pada kedua rekanan kerja mereka dari PT. IFF itu.
"Baik, Pak Firans. Kami turut prihatin dan kami sangat memakluminya," sahut Hirago. Ia menatap kepergian Dirga dan Firans yang nampak tergesa-gesa keluar dari restoran.
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Enung Samsiah
pacar nggk nurut tuh
2023-12-31
1
Mommy QieS
innalilahi wainnailaihi Raji'un
2023-06-04
1
Mommy QieS
teman aku ada yang sudah 10 tahun pacaran namun tak jodoh, Kak.
2023-06-04
1