"Maaf dokter, keluarga dari pasien yang bernama Monaliza Zhue ini tidak bisa kerumah sakit." Firans yang memahami maksud Dirga langsung angkat bicara.
"Kenapa pak Firans?" tanya dokter Hilda ingin tahu sambil meneliti wajah Firans yang duduk disamping Dirga.
"Ayah Monaliza sudah tiada, dia hidup bersama ibunya dan keempat orang adiknya yang masih kecil-kecil dok," dokter Hilda memperhatikan penuturan Firans sambil mengangguk-anggukan kepalanya pelan.
"Bila ibunya kemari, tidak mungkin meninggalkan keempat anaknya sendiri dirumah, sedangkan bila dibawah kerumah sakit juga tidak mungkin, karena aturan rumah sakit tidak memperbolehkan anak-anak ada dirumah sakit kecuali bila sakit." jelas Firans.
"Anda benar pak Firans." sahut dokter Hilda memahami apa yang disampaikan Firans mengenai keadaan keluarga dari Monaliza.
"Tapi sangat disayangkan, karena pihak keluarga, khususnya orang tuan nona Monaliza Zhue harus tahu kondisi putrinya sekarang," imbuh dokter Hilda.
"Kalau kami boleh tahu, apa maksud dokter dengan perkataan anda barusan mengenai kondisi Monaliza?" tanya Firans, sambil melirik kearah Dirga yang duduk disampingnya.
"Hasil visum kami menerangkan tidak sempat terjadi pemerkosaan pada nona Monaliza," jelas dokter Hilda.
"Namun, akibat pelecehan seksual yang hampir terjadi pada dirinya semalam, nona Monaliza Zhue mengalami trauma," ucap dokter Hilda menatap Firan dan Dirga bergantian.
"Nona Monaliza sering terlihat cemas, terbangun tiba-tiba saat tertidur, sulit percaya pada orang-orang yang ia temui, termasuk kami para tenaga kesehatan." jelas dokter Hilda.
"Ini membuat kami agak kesulitan untuk merawatnya. Kami juga sudah mendatangkan psikolog, tapi ia mengusirnya dengan rasa ketakutan."jelas dokter Hilda.
"Itu sebabnya, perlu adanya keluarga terdekatnya yang memberikan dukungan padanya. Saya rasa pasien tidak akan takut bila bertemu dengan ibunya." imbuh dokter Hilda lagi.
"Sepertinya, kekerasan yang dilakukan para pria itu membekas diingatan nona Monaliza Zhue, sehingga menimbilkan trauma," jelas dokter Hilada lagi.
"Baiklah dokter, kami akan berusaha mendatangkan ibu dari Monaliza kemari," sahut Firans, setelah mendengar penuturan dari sang dokter.
Dirga hanya terdiam saja, entah apa yang sedang difikirkannya, yang jelas ada banyak fikiran didalam kepalanya saat itu.
"Bagaimana kalau kita menemui pasien untuk melihat kondisinya?" kata dokter Hilda.
"Baik dok," sahut Firans.
Dokter Hilda langsung beranjak dari duduknya diikuti Firans dan Dirga menuju ruang rawat inap Monaliza.
Prankkk!
Suara benda kaca terjatuh dilantai, saat dokter Hilda baru saja mendorong knop pintu ruang rawat inap Monaliza.
Membuat Dokter Hilda, Firanz, dan Dirga saling berpandangan karena terkejut
"Siapa disana?!" teriak suara seorang wanita dari dalam ruangan rawat inap membuat mereka kembali saling berpandangan.
"Pak Dirga dan pak Firans tenang saja, tetap ikuti saya," ucap dokter Hilda memberi instruksi. Dirga dan Firans hanya mengangguk mendengar arahan dokter Hilda.
"Selamat siang nona Monaliza," sapa dokter Hilda sambil mengulas senyum hangatnya mendekati Monaliza yang terlihat takut.
Monaliza tidak menjawab ia hanya menatap penuh kewaspadaan, karena telinganya mendengar langkah kaki orang yang berjalan dibelakang dokter Hilda.
"Jangan biarkan dia masuk dokter!" teriak Monaliza dengan wajah cemas, saat melihat Firans muncul dibelakang punggung dokter Hilda.
Firans langsung mengentikan langkahnya didepan pintu, lalu berbalik keluar mendekati Dirga yang masih berdiri diluar ruangan.
Dokter Hilda menoleh sejenak, lalu kembali memandang kearah Monaliza sambil mendekati gadis itu yang sudah menjatuhkan piring makan siangnya hingga pecah berserakan dilantai.
"Tenang nona Monaliza, mereka adalah atasanmu dari tempat kerjamu, pak Dirga dan pak Firans, datang untuk menjengukmu," ucap dokter Hilda berusaha menenangkan.
"Pak Dirga?" tanya Monaliza, ia terlihat berfikir sejenak, lalu mengangguk.
"Pak Dirga boleh masuk?" tanya dokter Hilda memastikan. Kembali Monaliza mengangguk pelan.
Dokter Hilda melangkah kepintu untuk menemui Dirga dan Firans yang sedang menunggu diluar karena dilarang masuk oleh Monaliza.
"Mohon maaf, untuk sementara hanya pak Dirga saja yang boleh masuk menemui nona Monaliza Zhue,"ucap dokter Hilda pada Firans dan Dirga.
"Kenapa-, harus saya dok?" tanya Dirga bingung menatap dokter Hilda sambil melirik kearah Firans disebelahnya.
Menurutnya, bila dilihat kedekatan, Firans-lah yang lebih dekat, karena mereka sempat pergi bersama untuk urusan pekerjaan kemaren sebelum insiden semalam. Sedangkan dirinya mengobrol-pun belum pernah dengan Monaliza.
"Entahlah pak Dirga, saya juga tidak tahu, tapi nona Monaliza tadi mengatakan kalau hanya anda yang boleh masuk." ucap dokter Hilda.
"Baiklah kalau begitu," sahut Dirga, ia lalu masuk mengikuti dokter Hilda dari belakangnya.
Monaliza menatap datar kearah dokter Hilda dan Dirga yang masuk keruang rawat inapnya dan mendekati dirinya.
Sementara pandangan Dirga terfokus pada lantai dibawah ranjang pasien yang kotor. Pecahan piring kaca bercampur menu makan siang masih berhamburan disana, sèpertinya suara benda jatuh yang pecah tadi adalah piring makan siang Monaliza, batin Dirga.
Dirga langsung mengambil sekop sampah dan sapu yang ada disudut dekat kamar mandi pasien.
"Biar perawat saja yang mengerjakannya pak Dirga," ucap dokter Hilda merasa tidak enak, saat melihat Dirga akan membersihkan hasil perbuatan Monaliza.
"Tidak apa-apa dokter. Tolong pesankan pada suster untuk membawakan Monaliza makan siangnya lagi," pinta Dirga sambil membersihkan pecahan yang masih berserakan dilantai.
"Baik pak Dirga," dokter Hilda lalu meraih ponselnya. Terdengar ia sedang menghubungi seseorang.
Monaliza hanya memperhatikan apa yang dilakukan Dirga tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Setelah selesai menelpon, dokter Hilda mendekati Monaliza yang duduk diranjangnya sambil menyandarkan punggungnya.
"Bagaimana keadaanmu siang ini nona Monaliza?" tanya dokter Hilda menatap retina mata gadis itu.
"Baik," sahut Monaliza tanpa semangat.
"Ibumu, belum bisa datang kemari nona," ucap dokter Hilda masih tetap menatap mata Monaliza yang sendu.
"Ibu?" Monaliza mengulang kata dokter Hilda, ia menatap dokter Hilda yang masih menatapnya.
"Iya, ibu anda nona Hilda?" ucap dokter Hilda lagi.
"Apakah ibu tahu aku ada disini?"tanya Monaliza lirih. Dokter Hilda hanya menganggukan kepalanya.
"Kasihan ibu, kasihan adik-adik," air mata Monaliza langsung menetes jatuh tanpa terbendung.
"Apakah kau merindukan mereka?" tanya dokter Hilda. Monaliza hanya mengangguk sambil mengusap airmatanya yang jatuh dipipinya.
"Kami akan mengusahakan ibumu datang kemari untuk menemuimu nona," ucap dokter Hilda.
"Jangan dok," sahut Monaliza cepat dengan wajah cemasnya.
"Kanapa?" tanya dokter Hilda ingin tahu.
"Kasihan ibu, ibu sudah terlalu lelah mengurus adik-adik, aku tidak apa-apa dok, aku seharusnya segera pulang, mereka pasti khawatir mencariku," ucapnya panik.
"Kau belum boleh pulang sekarang nona, lukamu masih belum sembuh, kau harus dirawat dulu disini,"ucap dokter Hilda mengingatkan.
"Tapi-, saya khawatir tidak bisa membayar tagihan rumah sakit kalau terlalu lama dirawat disini dokter," ucap Monaliza jujur mengemukakan alasan rasa kekhawatirannya.
"Untuk saat ini, nona Monaliza jangan memikirkan hal itu dulu, fikirkanlah untuk kesembuhan nona supaya bisa segera pulang." jelas dokter Hilda berusaha meberi pengertian pada pasiennya itu.
Monaliza mengangguk pelan mendengar ucapan dokter Hilda, ia menatap dokter Hilda lalu beralih pada Dirga yang baru menyelesaikan pekerjaannya membersihkan lantai kotor akibat perbuatanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Rini Antika
smg cepet sembuh mona
2023-02-08
1
Rini Antika
kasihan Mona
2023-02-08
1
Syhr Syhr
Semoga cepat sembuh Monaliza
2022-12-11
1