"Pak Firans, anda sangat pandai memilih seorang SPG," puji kepala showroom dengan senyum lebarnya, sambil melihat daftar penjualan hari itu yang lebih banyak dari biasanya.
"Kalau masalah itu, saya memang ahlinya pak Handika," sahut Firans memuji diri sendiri sambil ikut tersenyum lebar.
"Baru sehari, penjualan SPG anda sudah belasan unit," imbuh kepala showroom lagi masih dengan senyum lebarnya
"Saya tidak keberatan kalau besok Monaliza kembali kemari," kata sang kepala showroom itu penuh harap.
"Saya rasa itu tergantung CEO kita pak Handika," ucap Firans sambil melirik Dirga yang duduk disebelahnya.
Dirga yang disinggung tidak memberi respon apapun, ia terlihat sibuk memeriksa email yang masuk ketabletnya.
"Pak Firans, sepertinya wajah SPG yang bernama Monaliza itu mirip dengan mendiang-, ibu Megan," ucap kepala showroom itu memelankan ucapannya pada ujung kalimatnya, ia melirik sejenak kearah Dirga yang masih sangat sibuk dengan tablet dihadapannya.
"Hanya ada satu Megan didunia ini, yang lain palsu!" ucap Dirga ketus, membuat Firans dan Handika saling berpandangan. Keduanya tidak menyangka, ternyata sang CEO mereka itu tetap menyimak obrolan mereka walau sedang sibuk dengan pekerjaannya.
"M-maafkan saya pak Dirga, saya tidak bermaksud apa-apa," ucap Handika merasa tidak nyaman, saat dilihatnya Dirga berdiri dari duduknya.
"Eum," Dirga hanya bergumam. Dari wajah datarnya, bisa terlihat bila ia sangat tidak menyukai ada orang yang menyentil sedikit saja tentang apapun itu mengenai mendiang tunangannya.
"Saya rasa untuk hari ini sudah cukup baik pak Handika. Saya harap penjualan besok bisa lebih meningkat lagi," ucap Dirga.
"Baik pak," sahut Handika, ia-pun ikut berdiri.
"Ingat, kita hanya menjual stock unit yang ada digudang kita saja pak Handika," tambah Dirga lagi.
"Baik pak, kami siap memasarkan unit-unit yang ready saja," sahut Handika dengan suara tegasnya.
"Bagus," ujar Dirga.
"Firans, apa kau masih betah disini atau ikut pulang denganku?" tanya Dirga, ia mengalihkan pandangannya pada asisten sekaligus sahabatnya itu.
"Tentu saja aku akan pulang, tidak mungkin 'kan aku menginap disini?," ucap Firans seraya mengambil tas kerjanya.
"Pak Handika, kami permisi dulu, bila pekerjaanmu sudah selesai, kau juga boleh pulang," ucap Firans, lalu bergegas menyusul Dirga yang telah mendahuluinya keluar dari ruang kerja Handika.
"Terima kasih pak Firans," sahut Handika. Perasaannya masih kurang nyaman pada Dirga, CEO-nya itu, walau tanpa sengaja, dirinya sudah menyinggung perasaan atasannya yang baru saja berusaha bangkit dari rasa dukanya.
Setelah mereka menghilang dari pandangannya, Handika segera membereskan beberapa pekerjaannya yang belum rampung sebelum ia pulang.
"Kau mau kemana Firans?" tanya Dirga, saat dilihatnya Firans berjalan serong menuju pameran showroom.
"Apakah kau lupa bila aku kemari bersama Monaliza?" sahut Firans, ia menghentikan sejenak langkahnya, dan berbalik menghadap CEO-nya itu.
"Aku akan mengantarkannya pulang. Apakah kau sudah berubah fikiran sekarang, dan mau bergabung bersama kami?" goda Firans.
"Tidak, aku lebih baik pulang sendiri saja sekarang." sahut Dirga datar, ia lalu kembali melangkah menuju lift yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Sebelum lift tertutup, Dirga sempat melihat bayangan Monaliza yang sedang berbicara pada Firans yang baru saja datang menghampirinya.
"Kalian memang mirip," lirih Dirga, sambil melihat pada layar ponselnya yang menyala, yang ia naikan keudara tepat didepan wajahnya, sehingga ia bisa melihat secara bersamaan, bayangan Monaliza dan Megan yang ada di layar ponselnya.
Rasa duka itu, kembali menyerangnya. Hampir satu bulan ini, Megan pergi meninggalkannya untuk selamanya. Meninggalkan mimpi-mimpi dan harapannya yang tidak akan pernah bisa terwujud.
"Megan? Kenapa Megan? Kenapa kau begitu keras kepala saat itu?" Tanpa terasa, Dirga luruh kelantai lift sambil mengobrak-abrik rambutnya yang bertambah gondrong dengan kasar.
"Andai saja kau mendengarkanku? Kau pasti masih ada disisiku saat ini Megan?" Dirga terus bermonolog seorang diri dengan menyesalkan keputusan yang telah diambil oleh mendiang tunangannya itu.
Ting! Tong!
Lift terbuka dilantai dasar. Seorang pria muda buru- buru masuk kedalam lift untuk naik keatas.
"Anda baik- baik saja pak?" tanya pemuda itu, saat melihat Dirga duduk dilantai lift sambil menyandarkan punggungnya didinding. ia membantu Dirga untuk bediri lalu memapahnya keluar.
"Terima kasih, saya baik- baik saja," sahut Dirga. Ia lalu berlalu pergi.
"Pak! Pak! Tunggu!" panggil pemuda itu lagi. Ia segera memungut ponsel dilantai lift dan berlari keluar dari lift mencari Dirga yang sudah menghilang entah kemana.
*
"Monaliza!" panggil Firans sambil mendekati Monaliza.
"Iya pak Firans," sahut Monaliza seraya menoleh kearah Firans yang berjalan kearahnya.
"Kau sudah selesai?" tanya Firans lagi.
"Sedikit lagi pak Firans," Monaliza kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda.
Firans duduk tepat dihadapan meja Monaliza, ia memperhatikan gadis itu yang tengah serius menulis diatas kertas.
Firans melirik arloji ditangannya yang sudah menunjukan pukul 7 malam, suasana showroom nampak sepi, karena SPG yg bertugas di siang hari sudah kembali, dan akan dilanjutkan SPG yang bertugas dimalam hari.
"Pak Firans, ini nama-nama konsumen yang berencana akan membeli mobil." ucap Monaliza, sambil menyodorkan catatan yang baru ia tulis pada Firans.
"Bukankah catatanya tadi telah kau berikan pada kepala showroom?" ungkap Firans yang menyempatkan ikut meeting dengan para SPG sore tadi.
"Benar pak Firans, ini ada catatan tambahan konsumen baru, jadi saya memberikannya pada pak Firans saja." jelas Monaliza.
Firans menerima kertas yang telah disodorkan oleh Monalisa, ia memperhatikannya sejenak lalu menyimpannya kedalam tas kerjanya.
"Aku akan mentraktirmu makan malam," kata Firans.
"Terima kasih pak Firans, tapi saya sedang buru-buru," tolak Monaliza.
"Aku tidak menerima penolakan, anggap saja ini sebagai ucapan terima kasihku, karena kau bersedia kurekrut menjadi SPG sehari disini." Firans berusaha membuat Monaliza menerima ajakan makan malamnya.
"Tapi saya sudah ada janji dengan seorang teman pak," Monaliza tetap berusaha memberikan alasan penolakannya, sambil membenahi beberapa brosur miliknya yang telah diberikan oleh manager operasional padanya saat dikantor, dan memasukannya didalam tas kerjanya.
"Dan aku juga tidak akan membiarkanmu pergi sebelum kau mengisi perutmu, karena kau kemari bersamaku." ucap Firans tetap bersikeras.
Monaliza nampak ragu sejenak, ia menatap wajah Firans yang juga sedang menatap kearahnya. "Tapi bagaimana kalau teman saya tiba disini nanti?" ucap Monaliza ragu.
"Ajak temanmu makan malam bersama kita, beres kan," kata Firans enteng.
Monaliza mengikuti Firans menuju salah satu restoran yang berada disekitar showroom mobil milik perusahaan Surya Otomotif di mall itu.
Keduanya duduk disalah satu meja yang kosong sambil menunggu pesanan makan malam mereka yang belum tiba.
Dritt. Dritt.
Monaliza segera meraih ponselnya dari dalam tas kerjanya, saat dilihatnya siapa yang melakukan panggilan padanya, ia menatap sebentar pada Firans seolah meminta persetujuan.
Firans yang seolah mengerti maksud Monaliza menganggukan kepalanya supaya gadis didepannya itu boleh mengangkat ponselnya.
"Hallo Leon," sambut Monaliza.
"Kau dimana? Aku tidak menemukanmu di showroom, Sepi,-" Sahut suara pria dari sambungan telepon.
"Berjalanlah kearah utara, ada restoran disana, masuklah. Aku menunggumu disana," ucap Monaliza menjelaskan dimana ia berada.
"Baiklah," sahut pria itu singkat. Ia lalu menutup teleponnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Mommy QieS
Dua kuntum gift 🌹🌹 untuk mu kak😊😘
2023-06-09
1
Mommy QieS
apa si Leon pacarnya Mona?
2023-06-09
1
Mommy QieS
hemmm, akhirnya 😍😍
2023-06-09
1