Cukup sulit bagi dua gadis itu membawa tubuh seorang pria. Sairen enggan membuka matanya, dia ikut membopong pria itu dari sebalah kanan sedangkan Biena yang menjadi supir yang menentukan jalan.
Sampai di rumah Sairen, pria itu langsung dibawa masuk ke kamar ibu Sairen. “Ah capeknya,” keluh Biena.
”Bie, sudah sampai, kan? Antarkan aku keluar, aku takut melihatnya,” pinta Sairen dengan nada merengek.
“Is jalan sendiri, setelah hadap kanan kau bisa membuka mata.”
Sairen mengikuti aba-aba Biena, setelah hadap kanan dia langsung menemukan pintu, Sairen langsung kabur tanpa menutup pintu terlebih dahulu.
Kemudian Biena membersihkan luka yang terdapat pada pria itu, kepala, lengan, dan kaki, hanya luka luar, tidak sampai mengganggu organ dalam, sepertinya sih. “Apa yang terjadi sama pria ini, kenapa lukanya sampai seperti ini?” gumam Biena dengan tangan yang terus bekerja.
Sesekali dia melirik wajah tampan pria asing itu, Biena salah tingkah sendiri. ”Ah dia tipeku banget.” Biena tertarik dengan tampang pria itu, dia memang sosok gadis yang memandang seseorang dari segi fisik.
Setelah selesai mengobati, Biena keluar, mengrtuk pintu kamar Sairen. “Ren, aku pulang dulu. Jangan lupa kunci pintu luar,” pamitnya, tanpa menunggu jawaban dari Sairen, Biena langsung pergi.
Rumah mereka bersebelahan, hanya beberapa langkah Biena sudah sampai ke rumahnya sendiri.
Panik menyerang Biena, gadis itu ragu untuk mengetuk pintu karena waktu sudah sangat larut. Biena takut dimarahi oleh ayah dan ibunya, karena ini pertama kali Biena pulang sampai selarut ini.
“Aduh bagaimana ini?” gumam Biena, mondar-mandir sampai pintu rumah itu terbuka.
Klek.
Belum lagi Bisnka mengetuk pintu, pintu malah sudah dibuka duluan oleh ayahnya. Seketika tangan Biena jadi dingin, dia jadi tergugup menunjukkan ekspresi canggung nyengir kuda.
“Dari mana?” tanya ayah Biena. Pria tua ini menatap datar putrinya sebab menahan marah karena sejak tadi dia tidak tidur menunggu Biena pulang.
“A-aku menemani Sairen ke rumah sakit, Yah.” Biena memasang ekspresi kasihan hingga ayahnya menghembuskan napas pasrah.
“Seharusnya kau ingat waktu, Nak.”
“Kami ketiduran tadi di sana.” Gadis ini memang sering membohongi orang tuanya, dia sangat nakal dan kekurangan attitude. Walaupun begitu orang tuanya masih saja memanjakan putri cantik mereka itu.
“Ya sudah cepat masuk.” Ayah Biena tidak bisa marah pada Biena, terlebih gadis itu anak satu-satunya.
Biena lolos begitu saja, dalam hatinya dia kegirangan dengan berkata, “Ayah mana bisa memarahi aku.” Gadis ini tahu kalau dia adalah kesayangan dalam keluarga, hal itu malah sering dimanfaatkan oleh Biena.
Sebelum tidur Biena mandi terlebih dahulu, dia tidak bisa tidur dalam keadaan kotor seperti ini, tidak akan nyaman. Dia bernyanyi-nyanyi kegirangan merasa suaranya sangat merdu di dalam kamar mandi ini.
“Astaga tak kusangka suaraku sebagus ini, mungkin aku akan lolos jika masuk audisi.” Ya, itu hanya pemikiran Biena, dia tidak sadar kalau suaranya itu sumbang bbahkan bernyanyi salah nada.
Setelah selesai mandi dan berpakaian, Biena berbaring di ranjangnya, tiba-tiba wajah pria tampan yang ia pungut tadi terbesit di otaknya. “Astaga dia genteng banget, enggak sabar besok jumpa dia lagi.” Gadis ini cengengesan terguling-guling memikirkan dia dan pria itu menikah.
“Ahhh aku bisa gila.”
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments