Sehabis makan, seorang gadis lain masuk ke rumah mengganggu aktivitas Biena yang tengah menonton TV. Gadis itu adalah orang yang Biena kenal, Sairen, sahabat baik Biena. seorang gadis rajin setta ramah hingga semua orang menyukainya.
“Bi, nanti bisa temani aku ke rumah sakit, ya?” pintanya, menyatukan telapak tangan, memandang Biena dengan tatapan memohon.
Biena menghela napas. “Ok, nanti, kan?”
Persetujuan Biena berhasil membuat Sairen melompat. “Terima kasih, Bie. Tapi kita perginya nanti, ya. Aku mau pergi kerja dulu. Em... sekitar jam tiga.” Sairen langsung lari keluar, sedangkan Biena terduduk tegap.
“Woi aku malas ke tempat kerjamu!” teriak Biena yang diabaikan Sairen.
***
Pada pukul tiga sore, Biena jalan seorang diri menuju tempat kerja Sairen. Walaupun tadi dia bilang malas namun tetap saja dia datang. Setelah sampai, Biena melihat Sairen masih bekerja di meja kasir, langsung saja ia samperin.
“Ayo pergi,” ajak Biena setelah sampai di hadapan Sairen.
“Nanti bentar lagi, aku sedang menunggu Sofia. Siapa yang jaga kasir kalau aku pergi?”
Panjang umur, saat nama disebut, Sofia berteriak dari kejauhan sana. “Sairen maaf aku terlambat.”
Biena menusuk Sofia dengan tatapan tajamnya. “Cih,” desis Biena tidak senang, kaki Biena mulai menapak keluar, menyenggol bahu Sofia dengan sengaja.
Fiane tahu Biena memang jutek, beruntunglah ada Sairen yang selalu meminta maaf atas kelakuan Biena. “Abaikan saja dia. Ya sudah aku pergi dulu ya, Sof.” Sairen berlari kecil menyusul Biena.
“Kok bisa ya gadis sebaik Sairen berteman dengan nenek sihir itu?” gumam Sofia sendiri.
***
Sepulang dari rumah sakit, ternyata sudah pukul sepuluh malam. Jalanan rumah mereka terbilang sepi hingga saat ini mereka sama-sama merinding.
“Ahk.” Suara erangan dari semak-semak membuat dua gadis mati kutu terdiam di tempat.
“Suara apa itu, Ren?”
“Engga tahu ... Biena kamu jangan kabur meninggalkan aku.”
Srak.
Srak.
Semak tak jauh dari mereka bergoyang, hingga Biena langsung lari.
Brugh.
Kaki Biena dipegang oleh sesuatu, hingga gadis itu terjatuh. “Tolong! Tolong! Kakiku dipegang setan.” Biena memberontak dari genggaman tangan entah punya siapa.
“Bie diam dulu, i-itu orang,” kata Sairen yang menangkap sosok manusia di indra penglihatannya. Sairen mendekat dan sekarang malah dia yang berteriak. “Aaaa!”
“Ada apa, Sef?”
“Darah, dia berdarah.” Sairen menutup mata menggunakan kedua tangannya, dia memang takut darah.
Saat kakinya dilepas oleh tangan itu, Biena mendekati sosok pria yang sekarang pingsan dilumuri darah. “Astaga ganteng banget,” pekik Biena kegirangan. “Ren bantu aku membopong dia.”
“Engga ah takut,” jawab Sairen yang masih belum berani membuka mata.
“Tidak apa-apa, kamu enggak usah lihat, taruh saja tangannya di pundakmu, mudahkan?”
“Aku takut, Bi!”
“Ya sudah kau tutup mata saja, biar aku yang menuntut jalan.”
“Memang dia mau dibawa ke mana?”
“Ke rumahmu, masa ke rumahku.”
“Ih kok di rumahku?”
Biena menghela napas kasar. “Di rumahmu kan enggak ada orang, ibumu di rumah sakit bapakmu di rumah janda, apa lagi?”
“Kenapa dia engga dibawa ke rumah sakit, dia kan terluka.”
Biena dibuat geram dengan Sairen yang terlalu bertele-tele. “Kalau dia ini penjahat bagaimana? Polisi akan menemukannya di rumah sakit, luka-luka dia membuktikan kalau dia ini tengah lari dari seseorang!” bentak Biena.
“Kalau dia penjahat malah kita yang berada dalam bahaya.”
“Berisik, cepat bantu aku.”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 106 Episodes
Comments