Teddy mengeratkan pegangan tangannya pada Arsy. Baru saja Tita, teman se -kelasnya itu di bicarakan dan kini berada tept di depannya dan duduk di kursi depan mereka.
"Halo Tita?" tanya Teddy yang berusaha tetap tenang.
Arsy melirik Teddy dan tetap berdiri setenang mungkin tanpa menjawab pertanyaan Tita. Tita pun tersenyum mengejek Arsy, dan memajukan tubuhnya mendekati Tita.
"Ternyata loe itu murahan ya? Mau di ajak sama guru snediri?" ejek Tita dan berbalik lalu pergi begitu saja mencari tempat duduk lain bertukar dengan temannya yang lain.
Arsy hanya melongo menatap Tita yang terlalu percaya diri berbicara se -enaknya. Lalu Arsy duduk dan menyandarkan tubuhnya. Hari ini benar -benar bad day untuk dirinya.
"Sudah. Gak perlu kamu pikirkan ucapan Tita. Kalau dia berani kontak fisik, bilang ke saya," ucap Teddy tegas membuat Arsy sedikit lega.
"Ya, Mungkin ini memang pandangan orang akan seperti itu Pak," ucap ARsy pelan.
"Mau lanjut nonton atau mau keluar saja?" tanya Teddy pelan. teddy hanya tidak mau Arsy menjadi tidak nyaman..
"Nonton saja Pak. Gak apa -apa," jawab Arsy pelan.
"Saya akan tetap menjaga kamu, Sy." jawab Teddy pelan.
Acara nonton bioskop siang ini memang jadi sedikit terganggu. Mood Arsy tiba -tiba menurun saja. Lampu ruangan bioskop itu sudah di matikan dan sudah gelap. Suhu ruangan yang makin dingin membuat suasana menjadi semakin nyaman. Film layar lebar yang bagus dan romantis membuat ARsy sedikit terhanyut.
Arsy membuka snack pop corn -nya untuk mengembalikan mood -nya agar baik kembali.
"Kamu kedinginan?" tanya Teddy setengah berbisik.
"Sedikit Pak. Tapi gak apa -apa," ucap Arsy pelan.
Baru beberapa menit film layar lebar itu di putar. Ada orang lain juga yang datang terlambat dan duduk di samping Arsy, karena Arsy tidak mau duduk di pojok dengan alasan takut. Arsy tak curiga jika yang duduk di sebelahnya adalah orang yang sangat ia kenal.
Arsy hanya melihat sekilas dari bayangan sorotan sinar dari film yang di putar. Kedua orang yang duduk di sebelahnya pun saling menggenggam tangan dan ... eng ... ing ... eng ... Mereka berani berciuman di tempat umum walaupun keadaannya sedang gelap. Itu tandanya mereka sudah intim dan sangat dekat. Terdengar sekali suara decitan bibir yang saling bermain dengan ******* kecil yang lolos begitu saja walaupun suaranya teramat kecil dan tertutup dengan suara sound film layar lebar itu. tapi, Arsy bukan perempuan bodoh dan lugu yang tidak paha dengan permainan anak remaja saat ini yang mulai nekat walaupun di depan umum.
Awalnya Arsy tidak peduli dengan apa yang di lakukan keduanya. tapi, mendengar suar -suara horor yang membuatnya muak pun mulai menganggu Arsy. Tidak hanya itu saja, jelas sekali tangan lelaki itu mulai menggerayangi tubuh gadis yang ada di sebelah Arsy. Gadis itu hanya duduk diam menyandar di kursi dengan kepala berada di pundak si lelaki, jadi gadis itu tak melihat kalau Arsy sejak tadi melirik ke arah mereka. Hanya erangan kecil penuh nafsu yang jelas terdengar di telinga ARsy.
Teddy tahu betul apa yang sednag di lakukan Arsy, tunagannya itu. Genggaman erat di tangan Arsy semakin erat dan wajah Arsy di hadapkan tepat di depan Teddy.
"Jangan dengarkan yang begituan. Kamu masih remaja. Gak baik mendengarkan yang begitu," ucap Teddy menasihati.
Arsy hanya mengangguk kecil. Ia paham sekarang. Semua remaja hanya ingin melampiaskan karena penasaran, bukan karena memang ingin mempertahankan dan menjaga.
Dua jam berlalu. Film layar lebar yang begitu menarik, eru dan memberikan banyak pelajaran itu pun selelsai. Arsy begitu suka dengan film romance yang begitu mendidik dan memberikan pengalaman dalam kehidupan. Apa arti ketulusan? Apa arti mencintai yang sesungguhnya? Apa arti ikhlas? Apa arti sabar? Semuanya harus di lakukan dengan baik.
Tak lama, lampu ruangan itu pun menyala. Pertanda film telah selesai. Gadis yang duduk di samping Arsy pun masih sibuk mengancingkan kemeja putihnya. Jujur saja, sejak tadi Arsy sudah tidak peduli lagi dengan apa yang di lakukan oleh gadis yang duduk di sebelahnya. Tapi, Arsy malah tercengan setelah lampu menyala. Ternyata pasangan yang duduk di sampingnya adalah Bismo dan Anisa. Berarti tadi yang mereka lakukan adalah perbuatan mesum yang menjijikkan.
"Bismo?" ucap Arsy lirih yang lolos begitu saja saat melihat Bismo berdiri sambil membenarkan resleting celananya.
"Arsy?" jawab Bismo yang tak kalah terkejut mlihat Arsy berada tepat di sampingnya.
Anisa pun tak kalan panik melihat Arsy, tentu Arsy tahu, apa saja yang di perbuatnya tadi. Hal yang lebih mengejutkan lagi bagi Bismo dan Anisa adalah, teddy, Guru BP mereka ada di dekat Arsy.
"Tolong berikan contoh baik kepada teman -teman kalian. Kamu ini ketua OSIS, Bismo tak sepatutnya melakukan hal -hal yang tidak baik. Ayok, kita pulang Arsy," titah Teddy tegas sambil menggandeng tangan Arsy.
Wajah Arsy memerah malu dan kesal. Malu karena beberapa teman sekolahya tahu, bahwa ia sedang jalan bareng dengan Pak Teddy, Guru BP -nya di sekolah. Arsy kesal karena ia tak menyangka Bismo itu lelaki yang penuh dengan nafsu. Selama ini untung saja, Arsy bisa menahan semuanya.
Teddy tetap menggandeng erat Arsy. Setidaknya hari ini, Arsy tahu semuanya. Bismo, Kekasihnya yang selama ini di pertahankan itu tidak betul -betul baik dan memiliki dua karakter yang berbeda.
"Masih mau membela Ketua OSIS -mu itu?" tanya Teddy pelan.
Arsy hanya bisa menunduk malu. Ia sama sekali tak banyak bicara, hanya menurut kemana pun Teddy membawa. Arsy sudah mematukan rasa sayangnya kepada Bismo, malahan yang ada Arsy muak melihat muka polos sok gantengnya itu padahal penuh gairah dan nafsu. Jadi, desas desus kedekatan Bismo dan Anisa ynag pernah ia dengar beberapa bulan yang lalu itu benar adanya. Tapi, Arsy saat itu tak peduli dan lebih mempercayai omong kosong bualan Bismo yang mampu berkata manis membuat hatinya selalu luluh.
"Pak ... Kita pulang saja ya? Arsy mau istirahat rasnya lelah sekali," ucap Arsy pelan.
"Pulang? Tapi, Bunda sama Papah gak ada lho Sy?" ucap Teddy pelan.
"Gak ada? Tadi kan Bunda kasih ijin? Tentu Bunda di rumah?" ucap Arsy pelan.
Teddy pun mengambil ponselnya dari saku celana dan memberikan kiriman chat Bunda Bella dengan dirinya.
"Lihat ini? Bunda ada acara mendadak sama Papah. Kamu mau kemana? Mama menunggu kamu siang ini? Kamu ke rumah saja, biar nanti saya antar pulang lagi?" ucap Teddy pelan.
"Iya Pak. Tapi, Nanti anatar pulang Arsy ya?" ucap Arsy pelan.
"Iya. Sy, Kalau bukan di sekolah bisa gak jangan panggil Pak? Panggil apa aja selain kaat Pak? Bisa?" tanya Teddy yang mulai merasa aneh di panggil dengan sebutan Pak.
"Terus harus manggil apa?" tanya Arsy malah melempar kembali pertanyaan itu.
"Ya apa aja. Se -nyaman kamu manggil saya apa? Beb, Sayang, Mas, Kak, Aa, Uda, Atau apa saja lah. Asal jangan Pak," pinta Teddy pelan.
Keduanya pun menuju parkiran. Acara belanja untuk keperluan seserahan pun tak jadi di lakukan.
Arsy nampak berpikir keras. Ia bingung harus memanggil apa.
"Bagaimana kalau Kak?" tanya Arsy pelan.
"Kalau kamu nyaman, gak apa -apa, Sy. Ehh Hujan, Ayok amsuk ke mobil Sy," ucap Teddy pelan.
Keduanya sudah masuk ke dalam mobil. Hujan deras mulai membasahi semua bumi dan jalanan yang mereka lewati.
"Ke rumah Mama sebentar ya? Takutnya ada hal penting," ucap Teddy pelan.
"Iya Pak. Ehh Kak," ucap Arsy yang canggung dengan panggilan barunya.
"Harus Kak? Gak mau cari panggilan lainnya yang lebih mesra gitu," ucap Teddy pasrah.
"Di Panggil apa dong? Nanti malah kelepasan kalau manggil di sekolah. Kan malu," ucap Arsy pelan.
"Ya sudahlah. Gimana kamu saja, Arsy," ucap Teddy pasrah.
Teddy hanya tidak mau memaksakan khendaknya dan membuat Arsy malah tertekan dengan hubungan mereka. Sudah terkesan di jodohkan paksa, di suruh cepat -cepat dan sekarang di tuntut ini itu. Bisa -bisa ia kesal dan moodnya gak baik.
"Kak saja ya. Nanti kalau sudah lulus, mungkin ada panggilan lain lagi. Maaf ya Kak, kalau sikap Arsy itu kurang baik dan ketus kemarin," ucap Arsy pelan.
"Iya gak apa -apa. Saya tahu, Kamu tuh hanya syok," ucap Teddy pelan.
"Iya. Ekhem Kak ...." ucap Arsy pelan.
"Kenapa?" tanya Teddy pelan sambil melirik sekilas ke arah Arsy sambil fokus kembali dengan jalanan yang mulai gelap dan pandangan pendek karena hujan deras.
"Arsy masih kecil. Kakak kan tahu, Arsy juga anak tunggal yang gak bisa apa -apa. Lagi pula Arsy masih mau kuliah, kerja, dan belum pengen punya anak dulu," ucap Arsy dengan jujur.
"Apalagi keinginan kamu? Selain ingin kuliah, ingin bekerja, tidak ingin punya anak, lalu apalagi?" tanya Teddy pelan.
"Arsy hanya ingin bebas dan tidak di kekang. Bisa main dan kumpul sama teman -teman," ucap Arsy meminta persetujuan.
"Terus? Mau apalagi? Biar Saya paham maunya kamu, Arsy," ucap Teddy pelan.
"Itu saja sih." jawab Arsy pelan. Hawa di dalam mobil itu semkin dingin sekali.
"Oke. Saya juga ada permintan kalau begitu. Saya harus bisa mengerti keinginan kamu, dan kamu juga harus melakukan hal sebaliknya," ucap Teddy juga melempar keinginannya.
"Apa itu?" tanya Arsy.
"Setiap pagi siapkan saya sarapan dan kopi hitam. Kamu bebas, saya juga bebas, tidak boleh posesif dan tidak boleh cemburu," ucap Teddy kemudian.
"Oke. Berani. Sampai Arsy lulus kuliah," ucap Arsy pelan.
Teddy hanya menarik napas dalam. Ia seenarnya tak setuju dengan permintaan gila ini. Hubungan mereka sebentar lagi suami istri. Tidak mungkin meeka sibuk dengan kepentingannya sendiri -sendiri.
"Hujannya tambah deres. Arsy pulang saja. Arsy capek Kak. Ke rumah Kakak nanti malam saja. Gimana?" tanya Arsy pelan.
"Yakin? Ini juga sudah mau maghrib Arsy," jawab Teddy pelan.
"Ya, sudah besok saja, ke rumah Kakak. Gak apa -apa kan?" tanya Arsy pelan.
"Gak apa -apa, biar nanti saya bilang mama," jawab Teddy pelan.
Beberapa waktu kemudian. Sampailah di rumah Arsy. Rumahnya gelap sekali. Bibi yang biasa bekerja di sana pun nampak tidak ada.
"Rumahnya kosong. Bibi kemana?" tanya Teddy pelan.
"Mungkin Bibi pulang dulu. Karena ada anaknya yang sakit kata Bunda kemarin," ucap Arsy pelan. Sore ini bukan hanya hujan deras saja, tapi juga petir menyambar dengan sangat keras. Angin kencang yang membuat suasana semakin mncekam.
Teddy parkir tepat di depan pintu masuk rumah Arsy agar Arsy bisa turun langsung ke teras rumahnya tanpa harus kehujanan. Setelah Arsy keluar dari mobilnya, teddy pun ikut turun menemani sebentar gadisnya itu.
"Kuncinya di mana?" tanya Teddy pelan saat mencoba membuka pintu ruang depan yang memang terkunci. Semua lampu memang sudah di nyalakan semua, sehingga tidak terlihat gelap.
"Ekhem ... Biasanya ada di dekat pot besar itu," ucap Arsy pelan.
"Di sini?" tanya Teddy kemudian. Aneh saja. menyimpan kunci rumah sebesar ini terkesan teledor hanya di pot bunga tepat di bawah bunga yang cantik.
Arsy hanya mengangguk kecil. Tubuhnya mulai merasa kedinginan dan menggigil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 407 Episodes
Comments
Rapa Rasha
duh Bismo kelakuannya dah Arsy fokus aja sama Tedy ya moga aja Tedy gk nyakiti Arsy nantinya
2024-01-22
0
Qaisaa Nazarudin
Kan kubilang juga apa,padti Bismo,Apalagi Arsy,gak labrak aja..
2023-04-20
1
Kiki Sulandari
Teddy,memangnya kamu maunya dipanggil dengan sebutan apa?
2022-11-13
1