Penobatan Raja Henry menjadi seorang kaisar terdengar seantero wilayah. Empat kerajaan sudah menjadi satu dengan kerajaan Horton maka luas wilayah dan kekayaan kerajaan yang menjadi kekaisaran makin bertambah. Terlebih adanya pembangunan listrik terbesar di wilayah itu. Kerajaan Harley sangat terkejut ketika mengetahui jika kerajaan kecil yang ia anggap remeh kini sudah berubah menjadi kekaisaran.
"Apa-apaan ini. Kau bilang jika Kerajaan Horton tak akan mampu bersaing dengan kita. Lalu apa itu?" tanya Raja Robin Harley marah pada seluruh ajudannya.
"Kami tidak tau jika ternyata Raja ... eum maksud kami Kaisar Henry memperluas wilayahnya dengan memerangi kerajaan-kerajaan itu," jawab salah satu ajudan istana.
"Bodoh ... apa gunanya mata-mata di sana hah!" pekik Raja Robin marah.
Semua staf dan ajudan habis ia pukuli hingga babak belur. Pria dengan rambut hitam legam dengan iris coklat terang itu benar-benar marah luar biasa. Ia sudah mengirim mata-mata ke semua wilayah kerajaan untuk mengamati situasi. Tak ada satupun laporan tentang pergerakan kerajaan-kerajaan yang tiba-tiba sudah menjadi satu dan kini semua berada di bawah kekuasaan satu kerajaan yang kini berubah jadi kekaisaran.
"Kalian tak berguna!" pekiknya.
"Panglima!" pekiknya.
Panglima yang tengah minum arak bersama para wanita penghibur di sebuah klub tentu tak mendengar teriakan rajanya. Ia sedang asik meremas gundukan kenyal dan juga area sensitif empat wanita yang menghimpit tubuhnya.
"Yang Mulia ... aaahhh!" para wanita itu keenakan ketika dijamah oleh tangan kasar pria tampan yang sedang setengah mabuk.
Sedang di ruang utama para algojo menyeret paksa delapan pria yang sudah babak belur dihajar rajanya. Robin begitu kesal, ia meminta delapan pengawal menjemput paksa panglimanya.
"Hukum mereka semua!" titahnya melempar simbol kerajaan.
Salah satu prajurit mengambil simbol yang berukir burung Phoenix terbuat dari emas asli dengan benang emas sebagai hiasannya. Mereka pun bergerak mencari keberadaan panglima mereka.
Sedang di kerajaan Horton para raja-raja berkumpul dan langsung membuat plakat pengangkatan pada Raja Henry dan juga Ratunya.
Raja Darly, Raja Jones, Raja Raymon, Raja Hobert Namont yang baru. Mereka membuat plakat yang terbuat dari emas dan dibubuhi cap lima kerajaan. Pesta besar berlangsung meriah, dari semua istana memang hanya istana milik kerajaan Horton sendiri yang paling besar. Ayahanda Raja Horton yang sudah renta begitu bangga menatap putranya yang kini sudah bergelar Kaisar.
"Hidup Kaisar Henry Horton!" pekik lima raja mencabut pedang mereka dan mengangkatnya ke udara. Henry membungkuk hormat. Jubah dengan warna merah dan emas langsung disampirkan oleh Raja Hobert Namont, sedang Mahkota diletakkan di kepala Henry oleh Raja Samuel Darly.
Para tamu undangan terdiri para bangsawan dari lima kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Kaisar Henry. Kini pria itu memeluk ayahnya yang sudah tua. Pria itu akan pergi dan tinggal di sebuah negara asri di mana makam istrinya berada.
"Aku masih membutuhkanmu, Ayahanda Raja," ujar Henry sedih.
"Oh ... ayo lah, jangan sedih. Aku belum mati!" sahut Horton terkekeh.
"Ayah," rajuk Henry.
"Mana menantuku? Kenapa kau tak mengangkatnya sebagai Ratu dan mengucap janjimu?" tanya Horton sambil matanya mencari keberadaan menantunya itu.
"Ada Ayah. Sebentar lagi acaranya akan dimulai," ujar Henry.
Lalu pria itu meninggalkan ayahnya. Ia akan bersiap untuk mengangkat ratu dan bersumpah sesuai plakat yang sudah ada secara turun temurun.
"Yang Mulia Ratu Raisa Deborah tiba!" pekik kasim.
Raisa melangkah dengan gaun sutra berwarna perak dengan motif bunga-bunga kecil dari benang emas. Wanita itu begitu cantik luar biasa terlebih riasannya yang begitu natural. Semua terpesona melihat kecantikan wajah sang ratu. Raisa kini bersimpuh di hadapan rajanya. Pedang diletakkan di bahu kanannya.
"Aku Kaisar Henry Horton mengangkat engkau istriku Raisa Deborah sebagai Ratu kekaisaran ini!" ujar Henry penuh ketegasan.
Pria itu memindahkan ujung pedang dari bahu kiri ke bahu kanan Raisa. Lalu ia menyarungkan lagi pedangnya. Pria itu membantu istrinya berdiri.
"Aku bersumpah sesuai plakat turun temurun, bahwa hanya ada satu istriku tanpa selir atau wanita lainnya yang memimpin negara ini!" sumpahnya.
Mahkota terbuat dari untaian berlian dan mutiara asli kini berada di atas kepala Raisa. Wanita itu begitu terharu dengan pengangkatan luar biasa ini. Kini ia bersanding dengan rajanya duduk di singgasana menikmati pesta.
Semua tari-tarian dan juga persembahan aktraksi digelar untuk menghibur para tamu undangan. Baroness Imelda bersama putrinya baru saja datang ke pesta setelah menyelesaikan semua pekerjaan.
"Ibu ... dekorasinya mewah sekali!" pekik Hilda memuji.
Untaian kain-kain dari benang emas dan juga pernak-pernik dari kristal membuat tempat itu benar-benar mewah.
"Harum ini apa dari parfum?" tanya gadis itu seperti orang dusun.
"Bukan Yang Mulia Baroness. Wangi ini berasal dari bunga-bunga yang menjadi hiasan seluruh ruangan," jelas salah satu pelayan.
Hilda menatap susunan bunga mawar dan juga bunga lainnya. Tempat itu memiliki harum yang begitu sejuk dan alami. Ternyata semua berasal dari bunga-bunga alami yang menjadi hiasan pesta mewah itu. Baroness Imelda ingin menemui rajanya. Wanita itu menekuk kaki.
"Bagaimana pekerjaanmu?" tanya Raja Darly.
"Sangat menyenangkan Yang Mulia!" jawab wanita itu berlebihan tentunya.
"Enak bukan? Kalian pasti memiliki hunian sendiri?" terka raja yang masih muda itu.
Imelda hanya membungkuk hormat masih menekuk kaki yang mulai kesemutan, begitu juga Hilda.
Raja Darly meminta mereka pergi menikmati pesta mewah ini. Imelda mengucap terima kasih lalu ia mengajak putrinya duduk bersamanya di sebuah tempat khusus.
Hilda selalu berdecak kagum dengan semua hiasan mewah di seluruh dinding istana. Lalu matanya memandang sepasang manusia yang duduk begitu mesra. Dahinya berkerut, mereka harusnya menghadap pada Kaisar dan juga Ratu untuk mengucap selamat. Tetapi Imelda lupa melakukannya.
"Ibu apa kita tak menyambangi Yang Mulia Raja?"
"Ah ... aku nyaris melupakannya," sahut Imelda.
Raisa tiba-tiba ingin pipis, ia minta ijin pada suaminya untuk ke kamar mandi.
"Yang Mulia," pintanya.
"Pergilah sayang, jangan lama-lama," ujar Henry iba melihat wajah istrinya yang seperti kepayahan itu.
Raisa pun pergi menuju ruangan peristirahatan mereka, untuk menuntaskan hajatnya. Wanita itu diikuti oleh enam pelayan.
Imelda dan Hilda sudah berada di hadapan. Hilda mencuri pandang pada pria tampan yang duduk di singgasana.
"Selamat atas diangkatnya Yang Mulia menjadi Kaisar!" ujar Imelda menekuk kakinya.
"Terima kasih, kau boleh berdiri dan nikmati pesta ini!" sahut Henry.
Imelda menekuk kakinya dan berjalan mundur, ia sampai menarik putrinya yang tak bergerak dari sana.
Ketika sudah sedikit jauh dari singgasana. Barulah Raisa datang dan duduk di sisi suaminya. Hilda mendengkus kuat hingga terdengar oleh ibunya.
"Ada apa, jangan buat ulah kenapa?" tanyanya gusar.
"Ibu, apa itu Ratu atau selir?" tanyanya menunjuk pada wanita yang duduk di samping raja.
"Jika dilihat dari mahkotanya. Sepertinya itu Yang Mulia Ratu," jawab Imelda.
Hilda terus menatap sebuah tempat yang paling mewah dihias. Singgasana terbuat dari kayu jati dicat lapis emas murni di kepala kursi terdapat permata ruby hitam yang langka sedang milik ratu permata emerald yang juga langka.
"Aku akan duduk menggantikan selir sialan itu!" tekad Hilda dalam hati.
Bersambung
ya ... jika kamu bisa Baroness!
next?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
fitriani
si hilda itu bibit pelakor oneng masa dy gak yaw wajah ratu malah tetap mengira ratu itu selir😏😏😏😏emang dy gak taw plakat turun temurun kl raja hanya boleh punya 1 iatri dan gak boleh punya selir
2025-03-21
0
Shinta Dewiana
kenapa si hilsa ini bodoh se x....bukannya dia bisa melihat klu yg di pakai raisa adalah mahkota ratu...knp msh berpikir itu seir...ck
2024-11-23
0
Siti solikah
Hilda dasar ulat bulu
2025-03-18
0