Pagi ini Ivana bangun dengan wajah segar. Dia sedikit merenggangkan tubuhnya. Membuat tubuhnya terasa nikmat. Perlahan dia menyibak selimut yang membungkus tubuhnya. Kakinya diayunkan turun. Menapak ke karpet berbahan bulu yang berada di kamar Irena.
Ivana berdiri. Langkahnya diayunkan ke balkon kamarnya. Membuka pintu untuk melihat pemandangan indah dari kamar Irena. Pantas Jane begitu menginginkan kamar ini, karena kamar memang menyajikan pemandangan indah.
Mengingat Jane, Ivana teringat pada keluarga paman Irena. Dia ingin memberikan pelajaran untuk mereka semua. Mempertahankan hak milik Irena.
Tak mau membuang waktu, Ivana langsung segera berlalu membersihkan diri. Dia ingin segera melakukan aksinya itu.
...****************...
Di meja makan Jane tampak menekuk wajahnya. Dia masih kesal karena Irena mengusir dari kamarnya. Dia masih merasa tidak terima.
“Sudahlah jangan menekuk wajahmu seperti itu. Yang ada kamu akan terlihat jelek pagi ini.” Laria memberitahu sang anak. Dia tahu apa yang menyebabkan sang anak melakukan hal itu. Apalagi jika bukan karena Irena yang merebut kembali kamarnya.
“Apa Mama tidak bisa meminta kamar itu untukku?” Jane menatap sang mama dengan penuh harap.
“Sudah, nanti Mama akan bilang pada Irena untuk kembali ke kamar belakang.” Laria mencoba menangkan sang anak.
Jane tersenyum. Dia yakin jika sang mama bisa diandalkan. Biasanya memang sang mama yang membantunya.
Dari kejauhan tampak Irena berjalan menuruni anak tangga. Tampak dia begitu anggun sekali. Irena yang biasanya memakai flat shoes berubah memakai high heels. Ketukan high heels yang terdengar membuat Laria dan Jane mengalihkan pandangannya.
“Ma, apa kecelakaan kemari membuat otaknya tidak waras?” tanya Jane. Dia melihat jelas jika Irena memakai high heels. Padahal gadis itu tidak pernah memakainya.
“Sepertinya begitu. Mungkin bentukan saat kecelakaan itu membuatnya sedikit eror.” Laria membenarkan apa yang dikatakan oleh anaknya.
Ivana yang berjalan ke arah meja makan. Tanpa memedulikan Laria dan Jane, dia duduk. Pelayan segera melayani Irena. Ivana pun dengan anggunnya menikmati makannya.
Apa yang dilakukan Irena itu membuat Jane dan Laria aneh sekali. Biasanya Irena akan tersenyum manis pada mereka. Jane yang melihat ini adalah kesempatan, segera menyenggol mamanya. Meminta sang mama untuk membujuk Irena.
“Iren.” Laria yang melihat sang anak memberikan kode segera berlalu untuk bicara, segera memulai pembicaraannya.
Ivana mengalihkan pandangannya. Dia menatap Laria yang berbicara padanya.
“Iren, kamu tahu bukan jika Jane sangat butuh udara yang bagus. Jadi berikan kamar untukmu itu untuk Jane lagi.” Laria mencoba untuk membujuk keponakannya itu.
“Kalau dia butuh udara segar, suruh saja dia tidur di luar. Dipastikan dia akan dapat udara segar.” Ivana menarik senyum tipisnya di sudut bibirnya. Mencibir apa yang dikatakan oleh Laria. Dia bukan Irena yang akan dengan mudah menerima perintah. Jadi tentu saja dia akan melawan orang-orang yang memberikannya perintah.
Laria dan Jane begitu terkejut sekali. Dia tidak menyangka jika ternyata Irena akan menjawab seperti itu. Padahal biasanya Irena akan menurut saja ketika Laria memberikan perintah.
“Apa kamu bilang?” Jane menggebrak meja makan. Merasa tidak terima dengan yang dikatakan oleh Irena.
Ivana tampak tenang ketika amarah Jane meledak-ledak. Dia mengabaikan Jane dan menikmati makannya.
“Jika kamu tidak suka, silakan keluar dari rumah ini.” Dengan tegas Ivana memberikan peringatan. Dia masih asyik menikmati sarapannya pagi ini. Memotong roti dengan pisaunya dan segera memasukkan ke dalam mulutnya.
“Iren, jangan asal bicara kamu!” Laria memberikan peringatan pada Irena. Dia merasa tidak terima dengan perlakuan Irena.
“Jika Bibi tidak suka, silakan ikut keluar juga.” Ivana dengan tenangnya mengusir semua orang yang membantah perintahnya.
Laria masih tidak menyangka kenapa keponakan suaminya yang biasanya lemah lembut itu berani sekali. Tidak pernah sekali pun dia memberikan perintah.
“Kamu benar-benar tidak sopan, Iren.” Jane berusaha membela sang mama. Apa yang dilakukan Irena menurutnya melebihi batas.
Tepat saat perdebatan itu Paman Berto datang. Dia yang keluar dari kamar mendapati sebuah keributan. Hal itu membuatnya merasa bingung.
“Ada apa ini?” Paman Berto segera bertanya.
“Iren, Pa.” Jane langsung mengadu pada papanya. “Mama hanya minta Iren untuk memberikan kamarnya padaku, tetapi dia justru menyuruhku tidur di luar. Saat mama mencoba membela, dia justru meminta mama juga ikut tidur di luar.” Jane menceritakan pada sang papa.
Paman Berto beralih menatap Irena. Ikut kesal karena keponakannya melakukan hal itu pada istrinya.
“Apa benar itu Irena?” Paman Berto langsung melempar pertanyaan itu pada Irena.
Ivana yang selesai makan segera berdiri. Dia menatap sang paman dengan berani. “Jika paman tidak suka, paman bisa menyusul bibi tinggal di luar.” Senyum tipis tertarik di sudut bibirnya.
“Irena.” Suara Paman Berto menggelegar ketika mendengar apa yang diucapkan keponakannya.
Ivana berjalan ke arah sang paman. Tidak ada ketakutan sama sekali yang dirasakannya. “Jangan berteriak di rumahku. Yang boleh meninggikan suaranya di sini hanya aku!” Dia memberikan peringatan pada sang paman. Tatapannya tajam hingga terasa dapat menyayat apa yang ada dihadapannya.
Paman Berto tercengang. Dia tidak menyangka jika ternyata Irena berani memberikannya ancaman seperti itu.
“Pelayan.” Ivana memanggil pelayan yang berada di rumahnya.
Kepala pelayan langsung datang menghampiri Irena. “Iya, Nona.”
“Pindahkan barang-barang mereka semua dari kamar utama. Aku tidak mau kamar orang tuaku ditempati oleh mereka. Pindahkan ke mansion belakang. Jika mereka tidak mau. Buang keluar barang-barang mereka!” Ivana menabuh genderang perang dengan paman Irena. Mulai hari ini, dia tidak akan membiarkan Irena menurut saja. Dia akan membalas apa yang sudah dilakukan oleh paman dan bibir Irena.
“Apa kamu dengar?” Ivana menatap pelayan yang belum menjawab perintahnya.
“Baik, Nona.” Pelayan ragu menjawab perintah Irena. Biasanya yang memberikan perintah padanya adalah Berto.
Ivana masih menatap Paman Berto. Kemudian mengayunkan langkahnya meninggalkan meja makan. Dia terlalu malas melihat wajah-wajah munafik dari orang-orang di rumahnya itu.
Laria dan Jane segera menghampiri Paman Berto. Laria langsung memegangi lengan sang suami. Sambil melihat Irena yang dengan anggunnya naik ke lantai atas.
“Sayang, bagaimana ini? Kenapa kamu diam saja?” Laria menggoyang-goyangkan lengan sang suami.
Berto masih benar-benar tidak percaya dengan yang terjadi. Dia tidak menyangka jika keponakannya akan melakukan hal itu.
“Aku rasa otaknya bermasalah paska kecelakaan.” Jane mengomentari apa yang terjadi pada Irena.
Mendengar kata anaknya, Berto merasa memang benar adanya jika Irena seperti itu karena kecelakaan. Dia masih yakin jika Irena tidak akan melakukan hal itu karena tahu bagaimana sifat Irena selama ini.
“Kita ikuti dia dulu sampai keadaan membaik. Sambil kita susun rencana.” Berto akhirnya mengalah. Untuk saat ini, hanya itu yang bisa dilakukannya.
“Tapi, Sayang—“
Baru Laria ingin bicara, tetapi sudah mendapatkan tatapan tajam dari suaminya. Artinya sang suami tidak mau dibantah.
...****************...
Di lantai atas, Ivana merasa puas sekali bisa melawan keluarga paman Irena. Dengan begini, dia yakin sekali jika mereka tidak akan berani lagi padanya.
“Kini tinggal aku mengembalikan perusahaan.” Saat rumah sudah bisa dikendalikan, Ivana merasa hal yang penting selanjutnya adalah perusahaan warisan kedua orang tua Irena yang selama ini dikuasai oleh pamannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Aidah Djafar
ivana the best 👍👌
2023-07-27
0
Aidah Djafar
mantap Viana 👍
dirimu tetap harus waspada pada mereka yg akan mengatur strategi kejahatannya . 🤔
semangat Viana membela kebenaran 👍👌
2023-07-27
0
Anonim
semangat berjuang Irene...good job 👍👍
2023-01-17
0