Demam

Dengan baju yang basah kuyup Aryan kembali ke rumah sewanya. Air sungai yang begitu dingin membuat tubuhnya menggigil, Rama bahkan memberikan tiga selimut tebal pada atasannya- namun tetap saja tubuh Aryan menggigil.

Hari mulai petang, kedua bujangan jomblo yang hanya hidup berdua itu saling meng- maksudnya saling menguatkan. Rama membuatkan sup ayam untuk Aryan, pria itu berharap atasannya tidak akan demam malam ini.

Karena kalau sampai Aryan demam, Rama tidak tahu letak tenaga medis di tempat ini. Lebih tepatnya belum tahu, karena mereka berdua belum sempat berkeliling jauh. Dirinya dan Aryan baru sampai di lahan perkebunan pisang yang akan di kelola oleh keduanya.

Radja sengaja membeli beberapa ratus hektar kebun pisang dan sayur untuk Aryan kelola disana. Alih alih menjadi pemegang perusahaan tambang batu bara dan berlian milik kedua orang tuanya, Prince Aryan Dewangga Malik malah di suruh berkebun pisang oleh Radja.

Dasar tidak memiliki priperpisangan!

Radja sengaja melakukan itu semua, dia ingin melihat bagaimana kesungguhan putra tunggalnya dan tanggung jawabnya pada tugas yang dia berikan. Sebenarnya Berliana menentang, namun ibu dari dua orang anak itu tidak dapat berbuat apa pun.

Menurut Radja, ini demi kebaikan Aryan. Agar putra mereka bisa menjadi pria tangguh dan bertanggung jawab.

"Bunda, kepala Aryan sakit Bun. Badan Aryan pegal Bun, Aryan pilek Bun. Bunda Aryan kedinginan, Bunda pukul Papa Bun!"

Aryan terus saja mengoceh tidak jelas,  padahal kedua matanya tertutup. Tangannya menggenggam erat empat selimut yang membungkus tubuhnya. Bibirnya bergetar, sepertinya Sang Prince mulai demam- jelas terlihat sekali dan itu tidak lepas dari kedua mata Rama.

Pria berkaca mata itu menghela napas kasar, rasa khawatir mulai muncul di dalam hatinya. Mau bagaimana pun Aryan adalah tanggung jawabnya selama mereka di Kashmir. Terlebih Radja dan Berliana menitipkan Aryan padanya, beban di pundak Rama semakin berat selain ikut membantu mengelola lahan perkebunan.

Rama mendekat, sup ayam yang baru saja dia buat- Rama letakan diatas meja. Dengan berani Rama menempelkan punggung tangannya di dahi Aryan, Rama sedikit terkejut saat merasakan suhu tubuh Aryan yang jauh dari kata normal.

"Demam, aku harus gimana? dimana letak klinik?"

Rama mengusap wajahnya kasar, pikirannya kalut- kalau Aryan di biarkan demam sepanjang malam tanpa ditangani lebih lanjut, akan membahayakan jiwa atasannya.

"Apa aku harus minta pertolongan Nona Salima? hanya dia yang aku kenal di sini. Tapi apa suaminya tidak marah kalau aku meneleponnya malam malam begini? tapi kan aku tidak mau macam macam, hanya mau meminta bantuan,"

Rama terus saja berperang dengan pikirannya. Saat Rama hendak mengurungkan niatnya, tatapannya beralih pada Aryan yang terlihat semakin menggigil.

"Bodo amat, urusan dengan suaminya bisa nanti. Yang penting Pak Aryan bisa segera di tangani!"

Rama bergegas keluar rumah, dia merogoh ponsel yang ada di sakunya. Rama berdiri di depan rumah agar mendapatkan sinyal yang kuat. Pria berkacamata itu menelan saliva susah payah, saat ponsel sudah menempel di telinganya. Untung saja Rama masih menyimpan nomor pemilik rumah ini untuk sekedar berjaga jaga, dan ternyata saat ini sangat bermanfaat untuknya.

"Hallo, dengan Nona Salima?"

"Ya, ada yang bisa saya bantu Tuan Rama?"

"Apa aku bisa meminta bantuan mu?"

"Apa ini masalah rumah yang anda sewa?"

"Oh bukan, bukan masalah rumah. Ini menyangkut hidup dan mati teman ku. Tadi sore dia tercebur ke sungai, saat ini dia demam tinggi. Aku tidak tahu klinik di daerah ini, bisakah kau membantuku?"

Rama menggerak gerakan kedua kakinya, wanita yang ada di seberang telepon masih terdiam membuat Rama berpikir kalau Salima pasti akan menolak.

"Baiklah, saya akan kesana. Pastikan teman anda memaki selimut agar tetap hangat, Assalammualaikum!"

Kedua mata Rama berkedip cepat, hembusan napas lega keluar dari mulutnya. Pria itu tersenyum tipis mendengar balasan dari Salima, sepertinya wanita itu meminta izin terlebih dahulu pada suaminya, maka dari itu Salima mendiamkannya sejenak.

"Waalaikumsallam terimakasih Nona Salima, datanglah secepatnya!"

Rama mematikan sambungan telepon mereka, pria itu mengusap wajahnya kasar dan kembali masuk kedalam rumah.

Sementara di tempat lain, Salima tengah sibuk memakai kerudungnya. Setelah menyanggupi permintaan orang yang menyewa rumah Ayahnya, Salima bergegas- dia tidak ingin salah satu penyewa rumahnya mati karena demam. Nadara yang tengah membaca buku di ruang tamu, dan tidak sengaja melihat- hanya menatap heran pada sahabatnya.

Mau kemana Salima malam malam begini?

"Kau mau kemana Salima?"

Langkah Salima terhenti, raut wajah khawatir begitu terpancar di wajahnya saat ini. Salima khawatir kalau salah satu orang yang menyewa rumahnya semakin parah demamnya

"Penyewa rumah menghubungiku, dia meminta bantuan ku karena temannya demam. Tolong jaga Raviq, aku akan pergi sebentar oke!"

Nadara mengangguk ragu, dia sebenarnya ingin ikut mengantar Salima, namun karena Raviq sudah tertidur tidak mungkin mereka membawa bocah itu.

"Baiklah, hati hati!"

"Aku berangkat! Assalamualaikum!"

"Wa-Waalaikumsallam," sahut Nadara pelan.

Wanita bersaree putih itu menatap sendu pada Salima, Nadara berdoa semoga Tuhan selalu melindungi sahabatnya.

**SINI DEDE PELUK BANG BIAR GAK DINGIN

HOLLA MET PAGI EPRIBADEH

JANGAN LUPA LIKE VOTE KOMEN HADIAH DAN FAVORITNYA

SEE YOU NEXT PART MUUUAACCHH😘😘**

Terpopuler

Comments

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

𝘚𝘢𝘭𝘪𝘮𝘢 𝘫𝘰𝘥𝘰𝘩 𝘙𝘢𝘮𝘢 𝘯𝘪𝘩 𝘬𝘢𝘺𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 😅😅😅😅

2023-04-27

1

*k🎧ki€*

*k🎧ki€*

😂😂😂😂

2022-12-11

0

Nur Annisa Syam

Nur Annisa Syam

dia menjawab salam

2022-12-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!