QM 4

Perjalanan yang ditempuh

menuju pusat kota Bandung selama 4 jam. Keadaan lelah pasti dialami

Arka dan Farah apalagi insiden yang mereka alami sangat menguras tenaga.

Farah masih setia bersadar pada pundak Arka dengan memejamkan mata.

"Setelah ini kamu mau gimana Ka?" tanya Bang Azka khawatir dengan kondisi mental adiknya.

"Arka izin istirahat di rumah abang dulu, setelah itu baru pulang ke Riau buat ketemu Ayah sama Bunda" jelas Arka.

"Iya Ka, Abang akan

nyuruh kak Ami buat nyariin tiket untuk kalian pulang ke Riau" Bang Azka

sosok abang yang tegas namun perhatian. Meskipun kadang Arka tidak suka

dengan Azka karena selalu memerintah tetapi dia tidak bodoh untuk

mengetahui bahwa apa yang abangnya lakukan untuk kebaikan dirinya.

"Makasih banyak ya Bang,

Arka gak pernah kepikiran bakal ada di posisi ini" Meskipun lisannya

sudah berkata ikhlas, tetapi hatinya masih berat untuk menerima.

Bayangkan saja, dalam hitungan jam dia sudah berstatus sebagai seorang suami.

"Kamu yang sabar, dalam

hidup gak ada kata kebetulan. Bahkan daun yang jatuh ke tanah semua atas

izin Allah. Kamu hanya harus menerima dengan ikhlas. Rumah tangga bukan

hanya tentang kebutuhan biologis Ka, dan abang percaya kamu mampu untuk

itu. Di sini kamu yang harus dewasa" jelas Azka.

"Iya bang, Arka akan berusaha nerima semua ini. Maaf atas apa yang terjadi saat ini Bang"

"Tidak ada sebab kamu harus minta maaf Ka, masih ada 2 jam lagi lebih baik kamu istirahat"

Arka menyetujui apa yang

abangnya usulkan yaitu istirahat. Kepalanya masih sangat berat dan juga

tubuhnya tidak dalam kondisi baik-baik saja. Di tubuh Arka juga

terdapat luka lebam akibat pukulan dari beberapa orang yang main hakim

sendiri.

Setelah sampai ke pusat Kota Bandung, sebuah mobil sudah menunggu mereka terlebih dahulu.

"Ka bangunin Farah, kita udah sampai" ucap Azka sambil mengambil barang-barang adik iparnya.

"Dek bangun" Arka mulai membiasakan diri memakai panggilan Adek.

"Iya mas, udah nyampek ya?" tanya Farah dengan suara khas orang bangun tidur.

"Udah, Ayo turun" ajak Arka membantu sang istri untuk turun dari mobil travel.

Meskipun Farah

bersekolah di Kota, tetapi dia masing asing dengan keramain tempat yang

diinjaknya sekarang. Selama sekolah Farah hanya mempunyai aktivitas

yaitu di kosan dan sekolah.

"Kita mau kemana dulu Mas?"tanya Farah.

"Kita ke rumah bang Azka

dulu buat nginap malam ini. Adek gak keberatan kan?" Arka tau sang

istri tidak nyaman dengan keadaannya nya sekarang. Apalagi dengan orang

baru yang belum lama dikenalnya.

"Apa bang Azka gak keberatan Mas?"

"Insya Allah enggak, ayo

bang Azka udah masuk mobil" Farah terdiam sejenak melihat mobil yang

sangat mewah baginya. Perasaannya jadi tidak karuan.

"Maaf Om jadi ngerepotin buat jemput" ucap Arka tidak enak hati pada rekan abangnya itu.

"Santai Ka, Komandan

harus dituruti mha. Wah ini istri Arka yang buat komadan kayak kesetanan

tadi siang ya" Mata rekan Azka mengarah kea rah Farah.

"Jangan gitu liatinnya dia jadi takut, ayo jalan" tegur Azka.

"Siap komandan" mobil tersebut melaju dengan kecepatan normal. Farah masih terdiam dan tidak mengeluarkan sepatah katapun.

"Dingin dek?"tanya Arka saat melihat istrinya menggigil.

"Iya Mas" balas Farah pelan.

"Om kecilin ACnya, Istri

Arka kedinginan" ucap Arka yang tidak tega melihat Farah kedinginan.

Suhu di dalam mobil tidak dingin seperti yang dirasa oleh Farah. Bahkan

itu sudah biasa untuk orang lain, tetapi bukan untuk Farah yang sama

sekali belum pernah menaiki sebuah mobil.

Sesampainya di perumahan

elit dengan halaman yang cukup luas, Arka memboyong sang istri untuk

masuk ke rumah tersebut. Dia ingin segera membersihkan diri.

Farah teduduk kaku ketika melihat kamar sang suami. Dia berulang kali berpikir siapa sebenarnya suaminya ini?

"Dek baju di koper gak usah dibongkar ya, Besok pagi kita juga mau langsung ke Riau" jelas Arka.

"Ke Ri-Riau mas, ma-au ngapain?" tanya Farah terbata-bata.

"Mau ketemu Ayah sama Bunda" jawab Arka.

"Mas kita nikah bukan

karena kemauan kita. Aku ikhlas buat kamu ceraikan, jadi supaya masalah

ini tidak berbelit lebih baik tidak usah bertemu dengan keluarga mas

yang lain" bibir Farah sebenarnya tidak sanggup mengeluarkan ucapan

tersebut, tetapi dia sadar bahwa dia tidak mau menjadi perusak kehidupan

orang lain.

"Dengarkan Mas

baik-baik, Mas hanya nikah sekali seumur hidup jadi jangan pernah

berpikiran untuk cerai. Mas mohon kedewasaan kamu untuk menanggapi

kondisi ini. Kita nikah bukan untuk terlepas dari amukan masyarakat di

daerah kamu tetapi kita nikah karena itu takdir kita. Mas mau mandi

dulu" Arka ingin mendinginkan pikirannya dengan berendam. Dia sudah

tersulut emosi ketika sang istri dengan tidak ada aba-aba langsung

membahas perihal perceraian. Perceraian adalah sesuatu yang

diperbolehkan dalam islam tetapi Allah sangat membencinya.

"Maafkan Farah mas" lirih Farah merasa bersalah.

Setelah Arka selesai

mandi, dia melihat sang istri tertidur di sofa kamar dengan mengenakan

pakaian sang sama seperti tadi. Arka masih menggunakan handuk menutupi

pingga sampai lututnya dan kaus putih di bagian atasnya.

"Dek mandi dulu biar segar" Arka menggoncang pelan tubuh Farah.

"Astagfirullah, Maaf mas Farah ketiduran. Mas udah selesai? Baju udah Farah siapin, maaf ya mas lancang" cicit Farah takut.

"Udah, sekarang Adek yang mandi. Mas senang kalau Adek mau nyiapin baju buat Mas" senyum tulus Arka tercetak indah di wajahnya.

"Mas handuk adek gak ada" Farah baru ingat dia tidak membawa satupun perlengkapan mandi.

"Pakai handuk mas aja gak apa-apa?" tanya Arka.

"Iya gak apa-apa mas"

"Ya udah masuk kamar mandi aja dulu, nanti handuknya mas kasih" Farah segera masuk ke dalam kamar mandi.

Mereka selesai membersihkan diri. Suasana hati dan tubuh mereka lebih baik dari sebelumnya.

"Mas Adek tidur di Sofa aja ya" pinta Farah takut.

"Gak boleh, di sini aja.

Mas janji gak akan macam-macam sebelum adek siap" tolak Arka tidak

terima. Kisah mereka bukan drama mellow atau novel pernikahan kontrak

yang sering bermunculan.

"Mas gak risih ada adek?"

"Enggaklah, Kita harus

membiasakannya" Arka menarik tangan sang istri untuk naik ke atas tempat

tidur. Farah menggunakan pakaian gamis hijau yang sudah kusam ditambah

hijab yang masih menempel.

"Mas buka hijabnya ya?" pinta Arka yang rishi dengan hijab sang istri yang masih terpasang.

Farah mengangguk saja, sebenarnya dia sangat malu melihatkan rambut yang sudah tercat dengan warna pirang cukup terang.

"Mas gak nanya kenapa rambut adek gini?" tanya Farah menunduk.

"Mas udah tau, ini karena kakak kamu itu kan?" tebak Arka yang dibenarkan oleh Farah.

"Mas jangan ketemu Bunda sama Ayah dulu ya, Adek takut" cicit Farah sambil memegang ujung kaus Arka.

"Hahaha jangan takut. Insya Allah Bunda sama Ayah udah nerima. Jangan sering nonton drama deh dek" ucap Arka tertawa.

"Ih Mas orang lagi takut

lo, gimana kalau Bunda sama Ayah mikir adek orang yang gak benar

apalagi rambut adek gini huaaaa" Farah menangis seperti anak kecil.

"Eh eh kok nangis, cup cup adek berhenti nangis dong" Arka mengelus pucuk kepala sang istri agar berhenti menangis.

"Adek takut di usir terus dipisahin dari Mas huaaaa" racau Farah.

"Hahaha tadi sok sokan

bahan cerai sekarang gak mau pisah. Pesona mas berat ditolak ya" ledek

Arka yang tidak mempu menahan tawanya.

"Mas adek serius taukk"

"Iya iya, udah jangan

nangis lagi. Mas kan udah bilang kehidupan nyata itu gak seperti drama,

sinetron ataupun novel mellow. Jadi jangan khawatir ya" Farah akhirnya

berhenti menangis.

"Udah sekarang kita tidur" Arka membawa sang istri untuk berbaring dengan bantal guling di tengah-tengah mereka.

"Mas adek gak pernah naik pesawat" lirih Farah.

"Terus?"tanya Arka bingung.

"Adek takut nanti pesawatnya jatuh gimana?"

"Mikirnya kejauhan dek,

Kalau jatuh udah takdir Allah toh. Urusan Ajal itu kuasa Allah, kita

enggak bisa merubah kapan wafat tetapi kita bisa merubah keadaan saat

wafat" jelas Arka. Dia mengelus pucuk kepala Farah untuk memberikan

ketenangan.

"Iya Mas, Maafin tingkah adek yang masih kayak anak kecil ya?"

"Iya, udah sekarang kita

tidur biar subuhnya gak kesiangan" mereka memutuskan untuk memejamkan

mata. Biarkan mimpi indah menyapa sehingga dapat melupakan keresahan di

dalam hati.

Tidak ada yang salah

dari pemikiran seorang remaja yang masih berusia 17 tahun, apalagi sosok

Farah sudah banyak mendapatkan kesedihan.

.

.

.

Jangan lupa baca Al-Qur'an every Time guys 💕💕

 

 

 

 

Terpopuler

Comments

Sofhia Aina

Sofhia Aina

So sweet bertanggung jawab 👍👍😍😍😍

2020-11-18

0

Herayanti Usman S

Herayanti Usman S

bahagia selalu yaa❤️

2020-06-10

0

Lestari Lestari

Lestari Lestari

lucunya klu dengar kata Adek, nggak ada kesan indah dalam ceritanya jadi.....

2020-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!