Memberitahumu

Shian menggendong adiknya, sambil mendiamkan bayi tersebut agar tidak bersuara, dilihatnya Janeth masih tertidur di sofa ruangan itu, sementara keadaan kantor mulai sepi sebab jam kerja karyawan telah berakhir dan sebagian dari mereka pun telah pulang.

“Janeth,” bisik Shian. Tetapi gadis di hadapannya tersebut tidak menanggapinya, malah semakin mengeraskan dengkurannya.

“Dasar kebo!”

“Janetha Anjani, sampai kapan kau akan tidur? Aku bahkan harus menimang Bungsu dan mengabaikan pekerjaanku,” ucap pria dengan setelan tuxedo itu. Dia harus membiarkan beberapa berkas penting terbengkalai akibat sang pengasuh adiknya tiba-tiba terlelap begitu saja.

“Gadis ini benar-benar merepotkanku! Sejak tadi pagi tingkahnya sudah aneh, semakin siang semakin aneh! Tidak ada angin tidak ada hujan, tiba-tiba datang. Tidak ada apa-apa tiba-tiba saja tertidur, memangnya ruanganku ini kasur!”

“Bayangkan saja Gaes! Jika orang lain akan segera melek setelah minum secangkir kopi. Si antik ini malah tepar! Ngorok lagi! Untung cakep! Ya kan?” kata Shian.

Shian meraih selimut dari cubical di sudut ruangan itu, sebuah kamar kecil yang biasa ia gunakan untuk bertistirahat di jam-jam tertentu.

Ah mengapa tidak kuangkat saja tubuhnya ke cubical ini, gumam Shian.

Dia pun meletakkan adiknya yang juga sudah terlelap pada bed kecil itu kemudian mengangkat tubuh Janeth dan merebahkannya pada bed yang sama.

Sungguh seperti ibu dan anak yang sedang menemani ayahnya bekerja.

Beberapa menit kemudian seseorang mengetuk pintu dan masuk ke ruangan Shian.

Yoshi dan Ana mencari-cari anak bungsunya yang belum juga pulang hingga sore hari bersama Janeth.

“Mama, Papa,” ucap Shian.

“Nak, apa Bungsu ada di sini?” wajah panik Ana terlihat jelas.

“Dan Janeth, entah kemana mereka berdua pergi,” Yoshi memperhatikan sekeliling ruangan yang dulu ia gunakan itu. Tempat ia bekerja, tempat ia memikirkan Ana dan mengatur siasat untuk menjebak wanita yang kini telah menjadi istrinya itu.

“Oh mereka ada di sini Ma, di kamar itu,” Shian menunjuk ruangan kecil miliknya. Ana pun segera masuk ke kamar itu.

“Ah, syukurlah ternyata Janeth dan Bungsu ada di sini.” Ana bernapas lega.

“Tapi, bagaimana Janeth dan adikmu bisa tertidur di sana Nak?” tanya Yoshi.

“Shian juga tidak tau Pa, hari ini Janeth bilang jika adik mencariku sehingga ia mengajaknya ke sini,” jelas pria berkulit putih itu.

“Ya sudah, biarkan Bungsu Mama bawa pulang ya, dan kau yang mengurus Janeth.” Ana menggendong bayi gembul yang tengah tertidur itu lalu meninggalkan Janeth dan Shian dalam ruangan kerjanya.

“Ma, tapi Shian masih banyak perkejaan dan belum bisa pulang.”

“Selesaikan pekerjaanmu dulu Nak, sambil menunggu Janeth terbangun,” pesan Ana.

Shian memperhatikan tubuh ramping itu lalu menyelimutinya, AC di ruangan Shian memang cukup dingin dan tubuh Janeth sedikit menggigil.

Jangan mneggodaku Janeth, hentikan getaran tubuhmu itu atau aku akan memelukmu! Shian bermonolog.

Sesekali Shian membetulkan kancing kemeja, melihat Janeth seperti membuatnya merasa panas merasakan rangsangan, sangat berbeda dengan apa yang ia rasakan pada Sisil.

Janeth, kau begitu terlihat tenang saat sedang terpejam seperti ini, batin Shian lalu keluar dari ruangan tersebut ia tak dapat menjamin jika hawa nafsunya akan tertahan jika terus bersama Janeth.

Shian masih bergelut dengan laptop, beberapa klien dari perusahaan lain meminta peria itu untuk mengembangkan software di perusahaan mereka. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam, Shian pun teringat jika Janeth belum juga terbangun.

Astaga, apa Janeth benar-benar tidur ataukah mati? Mengapa belum bangun juga! ucap Shian lalu bergegas memeriksa gadis itu.

“Janeth, bangun!” Shian menepuk-nepuk pipi Janeth.

“Janeth, kau sudah tidur lebih dari enam jam! Kau ini tidur atau pingsan sebenarnya ha!”

Shian berusaha keras menahan gelora yang melanda.

Jujur saja insting liarnya kembali naik saat tangannya menyentuh pipi gadis itu, bagaimana pun Shian adalah pria yang normal dan memang sudah beberapa hari ini begitu terpesona dengan wajah dan tubuh Janeth.

“Shian,” Janeth mengeluarkan suara dengan mata yang masih terpejam.

“Ya, Janeth.”

“Dengarkan aku, aku ingin mengatakan sesuatu.”

“Katakan Janeth.” Shian duduk di pinggiran bed terus memandang wajah gadis itu.

“Shian, hati-hati kau sedang dalam keadaan terancam,” ucap Janeth lirih dan Shian mendengarkan dengan sungguh-sungguh.

“Terancam bagaimana? Jelaskan padaku Janeth."

“Sisil sedang merencanakan sesuatu untukmumu, emmh.” Janeth menggeliatkan tubunya membuat fokus Shian tertuju pada sesuatu yang tersingkap itu.

“Rencana apa hm?” Shian membelai wajah Janeth dan menutupi bagian dadanya yang terekspose dengan selimut, ia benar-benar tak ingin khilaf.

Dia terfokus pada kata-kata yang sedang keluar dari mulut gadis cantik itu.

“Dia hamil.” Janeth menggenggam tangan pria itu, lalu meletakkannya di atas dadanya.

Shian menelepon David, memberikan tugas untuk asistennya itu.

...***...

Pagi hari

Janeth terbangun dari tidurnya dengan posisi Shian sedang berada di atas dadanya. Dia terkejut bukan kepalang lalu mendorong kepala itu dengan sekuat tenaga. Sedikit kram karena menahan kepala Shian yang berat semalaman.

“Aww!” pekik Shian saat kepalanya membentur dinding.

“Shian! Apa yang kau lakukan!” bentak Janeth lalu melihat sekeliling sambil menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Padahal ia masih berpakaian lengkap.

“Apa kau tidak bisa bersikap lembut sedikit saja Janeth!” kepala Shian sakit dan dia memijitnya.

“Katakan kau apakan aku? Bukankah terakhir kali kita sedang berada di kantormu dan di mana Bungsu? Dan di mana ini?” cecar Janeth.

“Bungsu tidak ingin mengganggu kita berdua Janeth,” jelas Shian santai, ia sangat suka meliaht gadis itu panik dengan wajahnya yang menggemaskan.

“Apa yang kau katakan!”

“Mama menjemput Bungsu, dan membiarkan kita berdua di tempat ini, apa kau tak ingat?” Janeth mencoba mengingat sesuatu tetapi rasa kantuknya begitu menyiksa, dia tidak ingat apa pun.

“Apa yang terjadi padaku? Mengapa Ibu Ana tidak mengajakku pulang?”

“Janeth, kau sendiri yang menyerahkan dirimu ke sini, lalu mengapa harus mama yang membawamu pulang?” goda Shian. Ingin mempermainkan pikiran Janeth.

“Semalam kau membuatku melayang Janeth, terimakasih!” ucap Shian mengedipkan satu matanya.

“Shian! Apa maksudmu. Me-malayang bagaimana?”

“Kau telah memberikan sesuatu padaku saat matamu terpejam.” Shian menatap wajah memerah itu sambil menahan tawanya.

Janeth seketika membuka selimut dan memeriksa apakah pakaian dan tubuhnya baik-baik saja.

Apa maksudmu Shian? Apa aku telah menggodanya saat tidak sadar? Kukira yang Sisil masukkan ke kopi itu obat tidur bukan obat perangsang, batin Janeth menerka.

“Kau tau, kini aku telah tau semuanya,” Shian masih dalam mode yang sama, idenya untuk mengganggu Janeth semakin menjadi-jadi.

“Se-semuanya apa?”

“Semuanya yang ada pada dirimu dan—“ Shian tidak melanjutkan perkataannya.

“Shian cukup! Jangan mengotori pikiranku!” Janeth mulai berkeringat, ia benar-benar khawatir bahwa telah terjadi sesuatu antara dirinya dan Shian.

“Maafkan aku Janeth, aku tak bisa menahan diri.” Pria itu menundukkan kepalanya menunjukkan ekspresi penyesalan. Membuat Janeth tak karuan.

God, pria ini benar-benar membuatku muak! umpat Janeth, memeriksa sprei dan bed itu mencari-cari adanya noda darah.

Janeth gadis yang lugu, dia belum pernah mendapatkan pelajaran tentang hubungan intim, kecuali apa yang ia dapatkan saat pelajaran biologi dulu, bahkan melihat film biru pun dia belum pernah, berbeda dengan Shian, hampir setiap hari ia melihat hal seperti itu, tetapi akhir-akhir ini ia menghentikan aktifitasnya dan menjadikan Janeth sebagai objek fantasi asli.

“Astaga Shian!” Janeth memelototkan matanya, sambil membuat gerakan pada kakinya yang masih berselimut.

Dia menggerak-gearkkan panggulnya merasakan adanya rasa nyeri, sakit ataukah ngilu pada daerah itu. Tetapi tak ada, ia merasa biasa saja.

Tidak, Shian pasti bohong! Area sensitifku pun tidak terasa sakit, tidak mungkin aku memberikan sesuatuku padanya! gumam Janeth.

Shian hanya tertawa ia tau saat ini Janeth sedang memikirkan banyak hal, dia seperti ingin menangis tetapi gadis itu berusaha menahannya. Bebarapa kali Janeth memukul pria itu dengan bantal. Tetapi Shian justru sangat menikamatinya.

“Janeth, semalam kau mengatakan jika kau sangat mencintaiku.”

“Lalu kau memberikan tubuhmu untukku secara Cuma-Cuma.”

Plak

Tamparan mendarat ke wajah pria itu dengan sempurna.

Terpopuler

Comments

Buna Seta

Buna Seta

Tampan tuh Shian

2022-09-17

0

Tyara Lantobelo Simal

Tyara Lantobelo Simal

zemangat Shian

2022-08-09

1

Rahma AR

Rahma AR

🥰

2022-08-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!