Janeth terbiasa dengan pekerjaan sampingannya di luar jadwal kuliah atau jadwal menjadi asisten Shian. Dia mengelola sebuah café milik sang ayah, café bergaya vintage dengan menu utama kopi itu adalah satu-satunya harta yang mereka miliki dan bisa diandalkan, sebelumnya ayah Janeth adalah seorang pengusaha yang mengalami kebangkrutan, lalu perusahaan itu kemudian dikelola oleh pihak keluarga besar mereka tanpa kabar yang jelas.
“Shian, minum obatmu!” perintah Janeth sambil menyodorkan beberapa butir pil ke tangan pemuda itu.
“Aku lelah sekali Janeth, dengan semua ini. Bisakah kau menggantinya dengan kapsul berbungkus éclair saja?”
“Apa maksudmu? Tidak ada obat dibungkus coklat!” ucapnya sambil meminta Shian untuk membuka mulut.
“Umh umh!” Shian membungkam mulutnya rapat-rapat.
“Shian! jangan mengujiku! Berpacaran saja bisa mengapa minum obat tidak bisa! Dasar playboy cap rempeyek melempem!” ejek Janeth yang mulai jengkel.
“Umhh!” Shian menepis tangan gadis itu sambil tetap meletakkan telapak tangannya pada mulutnya.
“Ayolah cepat buka mulutmu!” tanpa menunggu reaksi Shian, gadis itu pun mencengkeram kedua pipi pemuda itu lalu memasukkan tiga butir pil pahit ke tersebut ke dalamnya.
“Auh!” pekik Shian saat tangan halus Janeth membuat kedua pipinya tertekan untuk memaksa mulutnya terbuka.
“Kau ini gadis atau kuli panggul sebenarnya ha! Sangat kasar!” dengus Shian sambil berusaha butir demi butir obat itu.
“Kau yang memaksaku Shian! sudah berjam-jam aku mengejarmu hanya untuk meminumkan obat ini! dan ini kulakukan setiap harinya!” balas Janeth kesal.
“Ini ambil! Minumlah!” Janeth menyodorkan sebotol air mineral kepada Shian, tetapi pemuda itu tampak ragu untuk menerimanya padahal pil-pil pahit yang baru saja ditelannya itu masih tersangkut di kerongkongan dan membutuhkan dorongan air untuk dapat terterlan sempurna.
“Tenang saja rempeyek higienis! Air mineral ini masih tersegel dengan sempurna! Hentikan kecurigaanmu pada botol tak bersalah ini!” seru Janeth lalu Shian pun meminumnya dengan tenang, membuat pil-pil jahanam itu masuk ke kerongkonganya, melewati dadanya lalu turun ke lambung dengan lancar.
“Aku akan membayarmu tiga kali lipat bulan ini jika kau mau mengurangi jadwalku untuk meminum obat sialan itu!” Shian menunjuk botol-botol berlabel kimia far*a itu.
“Apa katamu? Jadi kau mau menyogokku ha?” sergah Janeth, tiupan angin membuat rambut lembutnya melambai-lambai, menebarkan wangi yang menyegarkan.
“Tidak! Aku hanya sedang menawarimu kerja sama saja!”
“Kau benar-benar --!” Janeth terlihat marah dan berniat mengacak rambut Shian yang telah tertata rapi tetapi dengan sigap aksinya terhenti karena Shian menggenggam pergelangan tangannya dan tanpa sadar rambut panjang Janeth pun mengenai wajah playboy tampan itu.
“Janeth, apa merk parfummu?” tanya Shian mengendus aroma yang berasal dari rambut Janeth dengan hidung mancungnya.
“Aku tidak memakai parfum, Shian!”
“Kau bohong!” Shian tidak percaya bagaimanapun wangi itu begitu membuatnya sedikit tergoda pada Janeth. Shian menempelkan hidungnya pada rambut hitam Janeth, membuat gadis itu memelototkan matanya.
“Astaga! Shian jangan mencoba mengalihkan sesuatu!” Janeth mengibskan rambutnya ke belakang dan menjauhkan dirinya dari Shian tetapi pemuda itu mendekatkan dirinya lagi.
“Aku serius Janeth, parfum apa yang kau gunakan?”
“Aku tidak punya uang untuk membeli parfum! Jadi berhentilah membahas parfum-parfum tidak penting itu!” decak gadis itu tentu saja sambil membetulkan kacamatanya yang melorot menyusuri hidung mancungnya.
“Sungguh?” Shian mendekatkan wajahnya lagi pada wajah Janeth membuat gadis itu salah tingkah. Bagaimana pun dia adalah gadis yang normal, dia bisa merasakan ketegangan saat berada dalam posisi sedekat itu dengan lawan jenis.
“He’em, aku hanya menggunakan deodorant saja!” jawab Janeth terbata sambil memegangi jantungnya.
“Benarkah?” Shian menatap manik cantik yang tesembunyi di balik kacamata tebal gadis itu.
“Ya!” Janeth semakin tak karuan, mendapati hidung Shian hampir menempel pada wajah halusnya.
“Lalu berasal dari manakah wangi yang menggairahkan ini?” goda Shian, Janeth pun tak tahan lagi lalu segera mendorong tubuh Shian.
“Berhenti membuatku merasa terancam Shian!” bentak gadis itu lalu berjalan mendahului pria yang saat ini sedang tertawa terbahak-bahak. Membuat Janetha Anjani merasa kesal adalah sesuatu yang sangat menyenangkan bagi Shian.
“Kau tegang bukan?” Shian mengejar langkah Janeth, dengan tergesa-gesa.
“Tidak!”
“Kau tegang Janeth! Kau takut tertarik padaku!”
“Tidak mungkin!”
“Aku bisa membuatnya menjadi mungkin jika kau mau Janeth!”
Shian terus saja berbicara tentang hal yang sebenarnya tidak perlu dibicarakan, entah mengapa dari sekian gadis yang dekat dengannya, hanya Janetha saja yang terlihat begitu kuat dan tidak tertarik pada pemuda bermata tajam itu.
“Janeth, pria seperti apa yang menjadi tipemu?” tanya Shian.
“Apa saja!”
“Apa saja bagaimana?”
“Apa saja! Yang penting tidak sepertimu!”
“Kenapa? Bukankah aku cukup tampan?” tanya Shian mengedipkan satu matanya.
“Tidak!”
“Bukankah aku cukup kaya?”
“Tidak!” lagi-lagi jawaban Janeth semakin membuat Shian kesal.
“Apa yang kurang dariku Janeth?”
“Apa aku kurang maskulin? Kurang bertenaga? Kurang bersih? Kau tau akan tingkat kebersihanku seperti apa bukan?” sergah Shian. Janeth menghela napas memikirkan jawaban untuk pemuda itu agar mau berhenti bicara.
“Kau mau tau, apa kekuarnganmu Shian?” akhirnya Janetha mendapatkan jawaban.
“Apa?”
“Kau kurang waras!” ucap Janeth dengan mengibaskan rambutnya pada Shian, membuat laki-laki itu kembali merasakan aroma bidadari dari khayangan.
“Apa kau bilang!” Shian menaikkan volumenya.
“Kau kurang waras!”
“Awas saja Janeth jangan sampai kau jatuh hati pria yang tak waras ini!”
“Kaulah yang akan jatuh hati padaku Shian!” ucap Janeth, ia bahkan tidak sadar jika dirinya sedang sesumbar.
“Hahaha! Aku tidak mencintai barang antik tetapi jika untuk diperlihara, baiklah!”
“Aku bukan barang antik Shian! lihat saja suatu saat nanti si antik ini akan berubah menjadi estetik!”
***
Kediaman keluarga Luby
“Kak Shian!” teriak Gweneth berlari menuruni anak tangga menghampiri kakaknya yang baru saja tiba di mansion.
“Tunggu Gwen!” Shian menjauhkan dirinya dari sang adik.
“Kak! Tenang saja! Aku tidak akan membawa es krim tanah itu lagi!” ucap gadis berponi itu sambil tetap mendekatkan dirinya pada sang kakak.
“Apa kau yakin?” Shian memeriksa. Memutari tubuh adiknya menelisik, khawatir jika sang adik akan melakukan hal konyol seperti dulu lagi.
“Kak! Ayolah! Aku sedang sangat serius!”
“Ada apa, memangnya?” tanya Shian.
“Mama kak!” Gweneth terlihat panik sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai. Mendengar nama mamanya disebut, membuat wajah Shian yang tadinya dingin berubah menjadi khawatir.
“ Mama? Ada apa dengan mama ha?”
“Dimana Mama?” Shian melihat sekeliling mencari sosok yang sangat dicintainya itu.
“Mama di rumah sakit Kak!”
“Apa? Kenapa?” Shian panik.
“Mama akan melahirkan! Dan saat ini sedang menjalani operasi untuk mengeluarkan adik kita kak!”
“O-operasi? Sekarang?” Shian terkejut, rasa khawatir dan bahagia bercampur menjadi satu, bahagia karena ia segera memiliki adik dan khawatir karena ibunya sedang berjuang mempertaruhkan nyawanya demi nayawa lain di dalam tubuhnya.
“Kita ke rumah sakit sekarang!” ajak Shian lalu menarik tangan Gweneth.
“Niluh! Jaga mansion! Aku akan ke rumah sakit!” perintah Shian pada pelayan andalan keluarga itu.
“Baik Baby Bos, eh-eh tuan muda maksud saya, ehe.” Niluh mengulum senyumnya, sama dengan David ia tak pernah bisa menghilangkan kebiasaannya untuk memanggil Shian dengan panggilannya sejak bayi itu.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Jans🍒
kurang brtenaga gak tuhh😅
2022-09-24
0
auliasiamatir
ya ammmpiuu, aku suka banget sama Janet
2022-09-15
0
mama Al
apakah ini sekuel
2022-08-28
0