Dilema

Suara bedug yang ditabuh seakan membangunkan alam, berkumandang sahutan adzan menandakan jika langit akan segera berganti warna, gelapnya malam akan segera sirna dengan kemunculan fajar yang menghiasi alam raya pertanda kehidupan baru akan segera dimulai.

"Alhamdulillah" Rahma mengakhiri mendengarkan murotal dan dzikir paginya yang dia stel dari handphonenya, sudah menjadi kebiasaan jika sedang berhalangan shalat Rahma mengganti kebiasaan mengajinya dengan mendengarkan murotal.

Rahma membuka tirai jendela kamarnya yang tepat menghadap timur, waktu sudah menunjukkan pukul enam kurang langit pun mulai berubah warna. Bentangan sawah nan hijau mulai menguning tepat di belakang kamar Rahma menjadikan cahaya matahari terlihat jelas dan memasuki kamarnya tanpa penghalang apapun.

Rahma menghirup udara pagi nan terasa segar yang masuk melalui jendela kamarnya. Matanya bahkan terpejam menikmati kesejukan udara di pagi hari.

Ceklek....suara pintu kamar terbuka, Anggara baru saja kembali dari masjid. Saat adzan subuh menjelang sang ayah mertua, kakak dan adik iparnya mengajak dia untuk shalat subuh berjamaah di mesjid. Rahma pun mempersiapkan kain sarung untuk shalat Anggara yang dia pinjam dari lemari sang adik.

"Segar sekali" Anggara langsung menghampiri Rahma dan menyergap pinggangnya. Entah sadar atau tidak dengan apa yang dia lakukan, saat ini Anggara tengah memeluk Rahma dari belakang yang sedang terpejam menikmati kesejukan udara pagi. Anggara bahkan menjatuhkan dagunya di bahu Rahma. Sementara tubuh Rahma mematung seketika mendapati perlakuan tiba-tiba dari Anggara.

"Mas, sepertinya kamu salah orang" Rahma berusaha melepas pelukan Anggara dan berhasil karena Anggara dibuat kaget dengan ucapan Rahma,

"Apa maksud kamu aku salah orang?" Anggara berpindah posisi karena Rahma mendorong dadanya,

"Kamu yang salah orang, aku bukan kekasihmu" jawab Rahma tegas,

"Iya kamu memang istriku" sahut Anggara santai,

"Dan kamu mempunyai wanita lain yang sudah biasa kamu peluk, jadi sepertinya barusan kamu salah" Rahma beranjak, merapikan tempat tidurnya yang semalam ditiduri oleh Anggara.

"Tidak, aku tidak salah" jawab Anggara masih dengan mode santai, sejujurnya dia merasakan ketenangan yang luar biasa setelah dari mesjid. Shalat berjamaah dan mengikuti kajian subuh. Walau pun hanya beberapa menit tapi apa yang disampaikan ustadz di mesjid tadi membuat hatinya menghangat.

Memiliki keluarga sakinah mawaddah warahmah adalah impian setiap orang tidak menampik termasuk dirinya dan salah satu cara untuk memiliki keluarga idaman itu adalah dengan memiliki istri shalihah.

Semua penjelasan ustadz tentang kriteria istri shalihah terekam di memorinya dengan baik dan entah mengapa selama ustadz tadi membahas tentang kriteria istri shalihah bayangan Rahma selalu hadir di benaknya.

"Aku sadar kalau aku memang sedang memeluk kamu" tegasnya,

"Kalau begitu mas sudah mengkhianati kekasih mas, bukankah di awal pernikahan kita mas mengatakan sudah berjanji pada dia untuk tidak akan pernah menyentuhku" terang Rahma telak, mengingatkan membuat Anggara bahkan tidak berkutik.

"sebenarnya siapa yang mengkhianati siapa" batin Rahma,

Pembicaraan antara dirinya dan Anggara sesaat sebelum adzan subuh sejujurnya membuat Rahma kepikiran. Bagaimana bisa Anggara meminta dirinya menandatangani surat izin menikah lagi dan menghadiri pernikahan suaminya.

Walau pun belum ada cinta di hati Rahma untuk Anggara, tapi sebagai perempuan yang sangat menjunjung tinggi ikatan pernikahan dan teguh akan komitmen yang sudah dipegangnya tidak akan sulit bagi Rahma jika harus belajar dan membiasakan diri dan hatinya untuk mencintai pria halalnya.

Sejak dulu Rahma berkomitmen untuk tidak menjalin hubungan dengan lawan jenis tanpa ikatan halal, dia akan berusaha menerima dan mencintai siapapun yang menjadi jodohnya. Rahma yakin laki-laki yang menjadi jodohnya adalah takdir terbaik yang sudah Allah siapkan untuknya, mencintai dan berbakti pada pasangan halalnya adalah bukti syukur dan baktinya kepada Sang Pencipta.

Rahma hanya perlu memperbaiki diri untuk mendapatkan jodoh terbaik, bukankah jodoh kita adalah cerminan diri kita. Dia menyerahkan semua urusan hatinya pada Sang Pemilik Hati, untuk urusan rasa dan hatinya tugasnya hanya mengangkat tangan selebihnya biarlah Allah yang turun tangan.

Namun sayang ternyata komitmen yang Rahma tanam dalam hatinya itu kini justru membawanya pada sebuah belenggu akad yang membuatnya justru merasakan pesakitan yang luar biasa. Harus berbagi suami, tidak... bahkan dirinya tidak mendapatkan separuh pun dari diri maupun hati suaminya karena lebih dulu lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu sudah dilabeli wanita lain sebagai miliknya.

Handphone Anggara yang sejak semalam di mode silent kan kini kembali menyala. Anggara pun mengambil handphone nya dan mengabaikan ucapan Rahma.

"Hallo..."

"Aku sudah berada di depan rumah mertuamu, karena kamu sudah mengingkari janjimu" suara seorang wanita mengagetkan Anggara dengan ucapannya,

"Apa? ... jangan main-main kamu, aku sedang di rumah mertuaku kamu jangan membuat mereka curiga" sentak Anggara di teleponnya,

Rahma menghela nafasnya, tahu siapa yang sedang menelepon suaminya.

"Kamu yang ingkar janji" jawab si penelepon,

"Iya, aku akan segera menemuimu, tapi beri aku waktu untuk pamit pada mereka. Semua anggota keluarga sedang berkumpul aku tidak enak jika harus pergi tiba-tiba" jelas Anggara meminta pengertian orang yang meneleponnya yang tak lain adalah Friska kekasihnya.

"Rahma aku...."

"Pergilah mas, sudah kuingatkan untuk memenuhi janjimu" Rahma menyibukkan diri dengan merapikan perlengkapannya yang dibawanya dari rumah. Setelah suaminya pergi dia pun berencana akan segera pergi dari rumah orang tuanya untuk menghindari berbagai pertanyaan tentang kehidupan rumah tangganya.

"Loh kamu mau kemana?" tanya Anggara yang juga heran karena melihat Rahma berkemas,

"Aku juga mau pergi mas. Kamu tidak mau kan kalau keluargaku mengintrogasiku tentang kehidupan rumah tangga kita" jawab Rahma tanpa menoleh,

"Tapi kamu mau kemana?" Anggara menghentikan gerakan Rahma dengan memegangi tangannya.

"Mas, lepaskan" Rahma memberontak,

"Tidak, sebelum kamu jawab kamu akan pergi kemana, ini kan hari libur" Anggara semakin erat memegangi lengan Rahma.

"Aku akan kembali ke rumah setelah selesai membantu semua persiapan pernikahan Maya, hari ini kami akan berbelanja semua kebutuhan pernikahan. Sekarang tolong lepaskan tanganku" Rahma terus berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Anggara,

Sementara Anggara tampak tak mempedulikan rengekan istrinya itu, dia menatap Rahma dengan tatapan mendalam, jarak yang dekat membuatnya dapat melihat wajah Rahma dengan jelas. Bahkan posisi mereka saat ini lebih intim dari semalam. Rasa yang semalam tiba-tiba menyeruak di hati Anggara pagi ini kembali hadir, bahkan jantungnya berpacu begitu cepat.

"Sialan, perasaan apa ini?" Anggara merutuki perasaannya sendiri, dia membatin terus berperang antara hati dan akalnya,

Tok...tok...tok....suara ketukan pintu lebih dulu menyadarkan Rahma yang juga sempat berhenti memberontak dan larut dalam tatapan dalam suaminya.

"Teh ada tamu mencari Mas Anggara" Yusuf berteriak dari luar kamar karena pintu kamar itu tak kunjung dibuka setelah beberapa kali dia mengetuknya,

"Itu pasti kekasihmu Mas" ucapan Rahma sontak menyadarkan Anggara yang segera melepaskan genggaman tangannya di lengan Rahma.

"Sialan, kenapa dia kesini sih" Anggara uring-uringan, pelan namun masih terdengar oleh Rahma.

Dia bingung harus menjawab apa jika ditanya oleh keluarga Rahma jika ditanya tentang kekasihnya. Walau bagaimana pun imej menantu idaman yang syarat sanjungan dari keluarga maupun tetangga Rahma saat dirinya mengikuti shalat berjamaah di mesjid tadi tidak ingin lenyap begitu saja hanya karena kehadiran Friska di tengah-tengah keluarga Rahma.

"Rahma, aku mau minta...."

"Minta tolong untuk menyamarkan status hubungan kalian di hadapan keluargaku?" sambung Rahma yang melihat kegelisahan dari wajah Anggara,

"Iya, aku mohon. Sebagai gantinya aku akan melakukan apapun yang kamu minta Rahma, please" Anggara memohon, menatap Rahma dengan penuh harap,

"Iya Dek sebentar lagi teteh keluar. Mas Anggaranya masih mandi, suruh tunggu aja tamunya di ruang tamu" teriak Rahma dari dalam kamar, membuat Anggara sedikit bernafas lega karena Rahma mau membantunya,

"Assalamu'alaikum, maaf dengan siapa ya? Mas Anggaranya sedang mandi" Rahma lebih dulu menyapa tamu yang ternyata seorang wanita cantik dengan tubuh tinggi langsing dan rambut hitam lurus tergerai melebihi bahunya.

Benar saja prasangkanya tamu yang datang adalah Friska kekasih Anggara. Walau pun Rahma tidak pernah bertemu langsung dengan wanita itu, tapi dari postur tubuhnya Rahma yakin jika dia memang Friska, wanita yang menjadi kekasih suaminya.

Maya mendongak saat mendengar suara Rahma, dia tengah menyuguhkan secangkir teh hangat dengan camilan pisang goreng yang baru saja dibuat ibu. Sedikit heran karena Rahma tidak mengenali teman suaminya sendiri, dia kembali setelah sedikit menganggukan kepala ke arah tamu,

"Saya ada perlu dengan Anggara, sebelumnya kami sudah berjanji akan bertemu pagi ini" tanpa menjawab salam wanita itu menjelaskan kedatangannya,

"Kalau begitu mohon tunggu sebentar, silahkan nikmati suguhan alakadarnya ini sambil menunggu suami saya" Rahma menunjuk sajian di atas meja di hadapannya, dia sedikit menekan kata suami saya saat mengucapkan kalimatnya dan ternyata berhasil membuat raut wajah wanita yang sedang duduk anggun di hadapannya itu langsung saja berubah seperti sedang menahan marah,

"Mas tamunya sudah menunggu" Rahma mengalihkan perhatiannya dari Friska saat melihat Anggara datang dari arah ruang tengah, dia menyapa suaminya dengan senyum manis,

"Ada tamu siapa Dek?" di saat bersamaan Budi kakak Rahma pun masuk setelah kembali dari lari paginya,

"Ini A, temannya Mas Anggara" jawab Rahma santai, dia pun berdiri hendak meninggalkan ruang tamu,

"Sayang mau kemana? di sini temani aku" tanpa diduga Anggara meraih tangan Rahma yang sudah akan beranjak dari duduknya, melihat kakak iparnya berada di tengah-tengah mereka Anggara bertindak cepat dengan bersikap romantis terhadap Rahma,

Sontak hal yang dilakukan Anggara membuat Rahma menghentikan kakinya yang akan melangkah, sementara dia menatap tangan yang digenggam Anggara dengan cukup erat itu. Hampir saja Rahma akan menepisnya namun pikirannya langsung sadar mengingat jika sang kakak masih berada di ruangan yang sama dengannya,

Tidak jauh beda dengan Rahma, Friska juga cukup kaget dengan sikap Anggara. Dia tidak terima Anggara menyentuh tangan Rahma.

"Aku hanya mau mengambilkan teh untukmu. Mas mau teh hijau atau teh melati?" Rahma mengalihkan kecanggungan dengan bertanya pada Anggara,

"Aku mau teh hijau" jawab Anggara dengan senyum manis seribu watt di bibirnya, membuat dada Friska semakin bergemuruh tidak terima dengan kemesraan dua sejoli itu.

"Aa juga mau?" Rahma beralih memandang kakaknya,

"Tentu saja, Aa juga mau teh hijau. Tapi tolong kami minta kakak iparmu untuk membawanya ke kebun samping rumah" ujar Budi, halaman samping rumah keluarga Rahma yang cukup luas dijadikan lahan berkebun dengan aneka tanaman obat dan rempah-rempah, Ayahnya sengaja membuat kesibukan agar di masa pensiunnya ini dia tidak merasa bosan dan kesepian,

"Baik A" Rahma membalikkan badannya melangkah menuju dapur, sementara Budi pun pamit untuk pergi ke kebun yang berada di samping rumahnya,

"Kenapa kamu kemari" Anggara memelankan suaranya saat mereka tinggal berdua di ruang tamu itu,

"Aku hanya membuktikan ucapanku, jika kamu tidak datang sesuai waktu yang sudah kamu janjikan maka aku yang akan datang" jawab Friska dengan senyum menyeringai,

"Kamu tahu aku sedang berada dimana kan? harusnya kamu tahu situasi apalagi semua anggota keluarga Rahma sedang berkumpul. Aku tidak mau mereka curiga dengan kedatanganmu" Anggara berkata dengan ekspresi marah namun masih dengan suara pelan,

"Aku tidak suka dibuat menunggu dan aku pun tidak mau kamu malah kerasan berada di sini. Hari ini kita ditunggu oleh kedua orang tuaku untuk memastikan pernikahan kita. Aku harap kamu sudah membicarakannya dengan wanita itu" Friska berpindah posisi dan duduk di sofa yang sama dengan Anggara, dia meraih tangan Anggara dan menggenggamnya erat.

"Aku takut kehilangan kamu, semalaman kamu sudah bersama dia. Tadi tangan ini juga memegang tangan dia, bibirmu juga tersenyum penuh pesona sama dia. Aku takut kamu meninggalkan aku..." suara Friska terdengar parau, dia terlihat sedang menahan tangis membuat Anggara tidak tega melihatnya. Sejak dulu Anggara paling tidak bisa melihat Friska menangis, hatinya selalu luluh saat melihat wanita itu menangis.

"Sudah-sudah, semuanya akan berjalan sesuai rencana. Kita akan segera melangsungkan pernikahan, Rahma sudah setuju dengan permintaanku untuk menandatangani surat itu dan dia akan hadir dalam pernikahan kita" Anggara menenangkan Friska yang sudah mulai membuat drama, namun masih dengan batasan dia bahkan melepas tangannya dari genggaman Friska karena takut jika tiba-tiba ada yang datang.

"Sekarang kembalilah duduk di tempatmu semula jangan merusak rencana kita dengan sikap yang membuat keluarga Rahma curiga" titah Anggara lemah lembut, Friska pun menurut.

Tanpa mereka ketahui sejak tadi Rahma sudah berdiri di balik pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang tamu, dari pintu yang memiliki sekat kaca di bagian atasnya itu Rahma bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan suaminya dengan wanita itu. Dia bahkan mendengar semua percakapan mereka berdua.

Lagi-lagi hatinya teriris melihat dan mendengar semuanya. Ingin rasanya dia menyerah dan mengatakan kepada keluarganya kelakuan suaminya, namun kata-kata sang ibu saat dia membuatkan teh hijau untuk suaminya kembali terngiang.

"Teh, Ibu mah bahagia sekali melihat Aa, teteh sudah berumah tangga dengan pasangan yang tepat. Bapak tadi cerita kalau di masjid banyak yang memuji nak Angga karena kepiawaiannya saat melantunkan iqamah dan membaca Al-Qur'an. Sudah ganteng, punya jabatan, sholeh, ramah lagi. Ibu tenang sekarang teh, apalagi Maya juga Alhamdulillah akan menikah insya Allah dengan laki-laki yang baik juga"

"Ibu berharap kalian selalu akur, memiliki rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah. Saling mengerti dan melengkapi kekurangan, dan bahagia atas kelebihan kalian masing-masing. Aa sudah bahagia, teteh sudah bahagia, sebentar lagi Maya menyusul tinggal Yusuf, tapi dia mah da masih lama masih mau mengejar cita-cita dulu katanya. Alhamdulillah dia sekolah dengan jujur dan membanggakan. Ibu dan Bapak bahagia sekali teh"

"Ibu mah suka miris, ngeri denger anak-anak bi Tati, mang Ujang mereka katanya bercerai, padahal pernikahan baru seumur jagung. Naudzubillah jangan sampe anak-anak ibu mah mengalami hal seperti itu. Menikah cukup sekali, bersama sampai tua dan maut yang memisahkan" Ibu menyodorkan sepiring pisang goreng yang baru diangkatnya dari penggorengan dan menyerahkannya pada Rahma untuk diberikan pada Bapak yang berada di belakang.

Rahma menarik nafasnya dalam, pikirannya kacau. Dilema antara harga diri dan kebahagiaan keluarganya.

Terpopuler

Comments

mie_moet

mie_moet

anggora 🤣 ahli maksiat berkedok alim 😅🤣

2025-02-02

1

Siti Tamzis

Siti Tamzis

lucu si anggora ini fasih baca alquran rajin ibadah seperti alim banget tapi rajin pula zinah

2024-05-29

2

Aabece

Aabece

wow sempurnanya anggara, dunia nggak akhirat. bacaan fasih, maksiat ahli 😁

2023-08-10

2

lihat semua
Episodes
1 Pertemuan Pertama
2 Akad
3 Kesepakatan
4 Suamiku Pulang
5 Pengakuan
6 Pratama Ardhan
7 Di Depan Mata
8 Ternyata Kita Dekat
9 Permintaan Anggara
10 Dilema
11 Pernikahan Maya
12 Nasehat Sahabat
13 Hari Pertama Kembali Ke Sekolah
14 Kisah di Sekolah
15 Jam Tangan
16 Abaikan Suara-Suara Sumbang
17 Setitik Harapan
18 Pertemuan
19 Pujian Untuk Rahma
20 Permintaan Maaf
21 Menyerah
22 POV Anggara
23 Bertanya-Tanya
24 Pengakuan
25 Mulai Terbiasa
26 Permintaan Mama Mertua
27 Kebesaran Hati Rahma
28 Keputusan Tama
29 Kasih Tak Sampai
30 Move On?
31 Rumah Mertua Indah
32 Kebersamaan Keluarga
33 Berubah
34 Menerka
35 Kehidupan Baru
36 Inikah Waktunya?
37 Pengakuan
38 Pengakuan (2)
39 Rahma Sakit
40 Kehadiran Sahabat
41 Kehadiran Sahabat (2)
42 Keputusan Rahma
43 Orang Tua Tama
44 Kabar Rahma
45 Kehadiran Sang Adik
46 Acara Syukuran
47 Acara Syukuran 2
48 Adikku Sudah Besar
49 Berita Duka
50 Duka Keluarga Rahma
51 Duka Keluarga Rahma (2)
52 Saling Menguatkan
53 Duka Itu Belum Berakhir.
54 Mengambil Keputusan
55 Malam Terakhir
56 Menuju Hidup Baru
57 Pengakuan Rahma
58 Permintaan Anggara
59 Curahan Hati
60 Hidup Baru
61 Bertemu Kembali
62 Bertemu Kembali (2)
63 Athaya
64 Kabar Pernikahan
65 Bunda
66 Pernikahan Regy dan Lisna
67 Fakta Mengejutkan
68 Kepanikan Rahma
69 Indahnya Kebersamaan
70 Bermalam di Garut
71 Bermalam di Garut (2)
72 Malam Indah Bersamamu
73 Olah Raga Jantung
74 Memulai dari Adik Ipar
75 Tidak Tahan
76 Rahasia Kita
77 Malam di Papandayan
78 Percakapan Dua Sahabat
79 Senja di Sayang Heulang
80 Assalamu'alaikum Bunda
81 Menyingkirkan Kerikil
82 Kedatangan Anggara
83 Ungkapan Cinta
84 Trauma
85 Memaksimalkan Ikhtiyar
86 Support System
87 Hanya Tuhan Yang Tahu
88 Keresahan Tama
89 Penampilan Athaya
90 Menanti Jawaban
91 Jawaban Rahma
92 Saling Terbuka
93 Pertemuan Keluarga (1)
94 Pertemuan Keluarga (2)
95 Keresahan Tama
96 Gagal Faham
97 Tangisan Tama
98 Rindu
99 Saling Memantaskan
100 Kebersamaan dengan Camer
101 Gangguan Sang Mantan
102 Cemburu
103 Serba-Serbi Menjelang Pernikahan
104 Serba-Serbi Menjelang Pernikahan (2)
105 Usaha Anggara
106 Pengajian Menjelang Pernikahan
107 Pernikahan Rahma dan Tama
108 Pernikahan Rahma dan Tama (2)
109 Penyesalan
110 Penyesalan (2)
111 Resepsi
112 Gas Tipis-Tipis
113 Pemanasan
114 Menunggu
115 Kabar Pasti
116 Malam Panjang
117 Permintaan Athaya
118 Pesta Kejutan
119 Pesta Kejutan (2)
120 Kamu adalah Sumber Bahagiaku
121 Kedatangan Tamu
122 Tamu Tak Diundang
123 Kekhawatiran Tama
124 Panik
125 Tamu Tak Diundang
126 Pengakuan
127 Permohonan Friska
128 Menemui Anggara
129 Do'a Athaya
130 Permintaan Maaf Anggara
131 Kebersamaan Athaya dan Anggara
132 Ikhlas Itu Indah
133 Mensupport Anggara
134 The Power Of Connection
135 Akhir Kisah
136 Spoiler Novel Baru
137 Novel Baru
Episodes

Updated 137 Episodes

1
Pertemuan Pertama
2
Akad
3
Kesepakatan
4
Suamiku Pulang
5
Pengakuan
6
Pratama Ardhan
7
Di Depan Mata
8
Ternyata Kita Dekat
9
Permintaan Anggara
10
Dilema
11
Pernikahan Maya
12
Nasehat Sahabat
13
Hari Pertama Kembali Ke Sekolah
14
Kisah di Sekolah
15
Jam Tangan
16
Abaikan Suara-Suara Sumbang
17
Setitik Harapan
18
Pertemuan
19
Pujian Untuk Rahma
20
Permintaan Maaf
21
Menyerah
22
POV Anggara
23
Bertanya-Tanya
24
Pengakuan
25
Mulai Terbiasa
26
Permintaan Mama Mertua
27
Kebesaran Hati Rahma
28
Keputusan Tama
29
Kasih Tak Sampai
30
Move On?
31
Rumah Mertua Indah
32
Kebersamaan Keluarga
33
Berubah
34
Menerka
35
Kehidupan Baru
36
Inikah Waktunya?
37
Pengakuan
38
Pengakuan (2)
39
Rahma Sakit
40
Kehadiran Sahabat
41
Kehadiran Sahabat (2)
42
Keputusan Rahma
43
Orang Tua Tama
44
Kabar Rahma
45
Kehadiran Sang Adik
46
Acara Syukuran
47
Acara Syukuran 2
48
Adikku Sudah Besar
49
Berita Duka
50
Duka Keluarga Rahma
51
Duka Keluarga Rahma (2)
52
Saling Menguatkan
53
Duka Itu Belum Berakhir.
54
Mengambil Keputusan
55
Malam Terakhir
56
Menuju Hidup Baru
57
Pengakuan Rahma
58
Permintaan Anggara
59
Curahan Hati
60
Hidup Baru
61
Bertemu Kembali
62
Bertemu Kembali (2)
63
Athaya
64
Kabar Pernikahan
65
Bunda
66
Pernikahan Regy dan Lisna
67
Fakta Mengejutkan
68
Kepanikan Rahma
69
Indahnya Kebersamaan
70
Bermalam di Garut
71
Bermalam di Garut (2)
72
Malam Indah Bersamamu
73
Olah Raga Jantung
74
Memulai dari Adik Ipar
75
Tidak Tahan
76
Rahasia Kita
77
Malam di Papandayan
78
Percakapan Dua Sahabat
79
Senja di Sayang Heulang
80
Assalamu'alaikum Bunda
81
Menyingkirkan Kerikil
82
Kedatangan Anggara
83
Ungkapan Cinta
84
Trauma
85
Memaksimalkan Ikhtiyar
86
Support System
87
Hanya Tuhan Yang Tahu
88
Keresahan Tama
89
Penampilan Athaya
90
Menanti Jawaban
91
Jawaban Rahma
92
Saling Terbuka
93
Pertemuan Keluarga (1)
94
Pertemuan Keluarga (2)
95
Keresahan Tama
96
Gagal Faham
97
Tangisan Tama
98
Rindu
99
Saling Memantaskan
100
Kebersamaan dengan Camer
101
Gangguan Sang Mantan
102
Cemburu
103
Serba-Serbi Menjelang Pernikahan
104
Serba-Serbi Menjelang Pernikahan (2)
105
Usaha Anggara
106
Pengajian Menjelang Pernikahan
107
Pernikahan Rahma dan Tama
108
Pernikahan Rahma dan Tama (2)
109
Penyesalan
110
Penyesalan (2)
111
Resepsi
112
Gas Tipis-Tipis
113
Pemanasan
114
Menunggu
115
Kabar Pasti
116
Malam Panjang
117
Permintaan Athaya
118
Pesta Kejutan
119
Pesta Kejutan (2)
120
Kamu adalah Sumber Bahagiaku
121
Kedatangan Tamu
122
Tamu Tak Diundang
123
Kekhawatiran Tama
124
Panik
125
Tamu Tak Diundang
126
Pengakuan
127
Permohonan Friska
128
Menemui Anggara
129
Do'a Athaya
130
Permintaan Maaf Anggara
131
Kebersamaan Athaya dan Anggara
132
Ikhlas Itu Indah
133
Mensupport Anggara
134
The Power Of Connection
135
Akhir Kisah
136
Spoiler Novel Baru
137
Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!