Suara bedug yang ditabuh seakan membangunkan alam, berkumandang sahutan adzan menandakan jika langit akan segera berganti warna, gelapnya malam akan segera sirna dengan kemunculan fajar yang menghiasi alam raya pertanda kehidupan baru akan segera dimulai.
"Alhamdulillah" Rahma mengakhiri mendengarkan murotal dan dzikir paginya yang dia stel dari handphonenya, sudah menjadi kebiasaan jika sedang berhalangan shalat Rahma mengganti kebiasaan mengajinya dengan mendengarkan murotal.
Rahma membuka tirai jendela kamarnya yang tepat menghadap timur, waktu sudah menunjukkan pukul enam kurang langit pun mulai berubah warna. Bentangan sawah nan hijau mulai menguning tepat di belakang kamar Rahma menjadikan cahaya matahari terlihat jelas dan memasuki kamarnya tanpa penghalang apapun.
Rahma menghirup udara pagi nan terasa segar yang masuk melalui jendela kamarnya. Matanya bahkan terpejam menikmati kesejukan udara di pagi hari.
Ceklek....suara pintu kamar terbuka, Anggara baru saja kembali dari masjid. Saat adzan subuh menjelang sang ayah mertua, kakak dan adik iparnya mengajak dia untuk shalat subuh berjamaah di mesjid. Rahma pun mempersiapkan kain sarung untuk shalat Anggara yang dia pinjam dari lemari sang adik.
"Segar sekali" Anggara langsung menghampiri Rahma dan menyergap pinggangnya. Entah sadar atau tidak dengan apa yang dia lakukan, saat ini Anggara tengah memeluk Rahma dari belakang yang sedang terpejam menikmati kesejukan udara pagi. Anggara bahkan menjatuhkan dagunya di bahu Rahma. Sementara tubuh Rahma mematung seketika mendapati perlakuan tiba-tiba dari Anggara.
"Mas, sepertinya kamu salah orang" Rahma berusaha melepas pelukan Anggara dan berhasil karena Anggara dibuat kaget dengan ucapan Rahma,
"Apa maksud kamu aku salah orang?" Anggara berpindah posisi karena Rahma mendorong dadanya,
"Kamu yang salah orang, aku bukan kekasihmu" jawab Rahma tegas,
"Iya kamu memang istriku" sahut Anggara santai,
"Dan kamu mempunyai wanita lain yang sudah biasa kamu peluk, jadi sepertinya barusan kamu salah" Rahma beranjak, merapikan tempat tidurnya yang semalam ditiduri oleh Anggara.
"Tidak, aku tidak salah" jawab Anggara masih dengan mode santai, sejujurnya dia merasakan ketenangan yang luar biasa setelah dari mesjid. Shalat berjamaah dan mengikuti kajian subuh. Walau pun hanya beberapa menit tapi apa yang disampaikan ustadz di mesjid tadi membuat hatinya menghangat.
Memiliki keluarga sakinah mawaddah warahmah adalah impian setiap orang tidak menampik termasuk dirinya dan salah satu cara untuk memiliki keluarga idaman itu adalah dengan memiliki istri shalihah.
Semua penjelasan ustadz tentang kriteria istri shalihah terekam di memorinya dengan baik dan entah mengapa selama ustadz tadi membahas tentang kriteria istri shalihah bayangan Rahma selalu hadir di benaknya.
"Aku sadar kalau aku memang sedang memeluk kamu" tegasnya,
"Kalau begitu mas sudah mengkhianati kekasih mas, bukankah di awal pernikahan kita mas mengatakan sudah berjanji pada dia untuk tidak akan pernah menyentuhku" terang Rahma telak, mengingatkan membuat Anggara bahkan tidak berkutik.
"sebenarnya siapa yang mengkhianati siapa" batin Rahma,
Pembicaraan antara dirinya dan Anggara sesaat sebelum adzan subuh sejujurnya membuat Rahma kepikiran. Bagaimana bisa Anggara meminta dirinya menandatangani surat izin menikah lagi dan menghadiri pernikahan suaminya.
Walau pun belum ada cinta di hati Rahma untuk Anggara, tapi sebagai perempuan yang sangat menjunjung tinggi ikatan pernikahan dan teguh akan komitmen yang sudah dipegangnya tidak akan sulit bagi Rahma jika harus belajar dan membiasakan diri dan hatinya untuk mencintai pria halalnya.
Sejak dulu Rahma berkomitmen untuk tidak menjalin hubungan dengan lawan jenis tanpa ikatan halal, dia akan berusaha menerima dan mencintai siapapun yang menjadi jodohnya. Rahma yakin laki-laki yang menjadi jodohnya adalah takdir terbaik yang sudah Allah siapkan untuknya, mencintai dan berbakti pada pasangan halalnya adalah bukti syukur dan baktinya kepada Sang Pencipta.
Rahma hanya perlu memperbaiki diri untuk mendapatkan jodoh terbaik, bukankah jodoh kita adalah cerminan diri kita. Dia menyerahkan semua urusan hatinya pada Sang Pemilik Hati, untuk urusan rasa dan hatinya tugasnya hanya mengangkat tangan selebihnya biarlah Allah yang turun tangan.
Namun sayang ternyata komitmen yang Rahma tanam dalam hatinya itu kini justru membawanya pada sebuah belenggu akad yang membuatnya justru merasakan pesakitan yang luar biasa. Harus berbagi suami, tidak... bahkan dirinya tidak mendapatkan separuh pun dari diri maupun hati suaminya karena lebih dulu lelaki yang sudah sah menjadi suaminya itu sudah dilabeli wanita lain sebagai miliknya.
Handphone Anggara yang sejak semalam di mode silent kan kini kembali menyala. Anggara pun mengambil handphone nya dan mengabaikan ucapan Rahma.
"Hallo..."
"Aku sudah berada di depan rumah mertuamu, karena kamu sudah mengingkari janjimu" suara seorang wanita mengagetkan Anggara dengan ucapannya,
"Apa? ... jangan main-main kamu, aku sedang di rumah mertuaku kamu jangan membuat mereka curiga" sentak Anggara di teleponnya,
Rahma menghela nafasnya, tahu siapa yang sedang menelepon suaminya.
"Kamu yang ingkar janji" jawab si penelepon,
"Iya, aku akan segera menemuimu, tapi beri aku waktu untuk pamit pada mereka. Semua anggota keluarga sedang berkumpul aku tidak enak jika harus pergi tiba-tiba" jelas Anggara meminta pengertian orang yang meneleponnya yang tak lain adalah Friska kekasihnya.
"Rahma aku...."
"Pergilah mas, sudah kuingatkan untuk memenuhi janjimu" Rahma menyibukkan diri dengan merapikan perlengkapannya yang dibawanya dari rumah. Setelah suaminya pergi dia pun berencana akan segera pergi dari rumah orang tuanya untuk menghindari berbagai pertanyaan tentang kehidupan rumah tangganya.
"Loh kamu mau kemana?" tanya Anggara yang juga heran karena melihat Rahma berkemas,
"Aku juga mau pergi mas. Kamu tidak mau kan kalau keluargaku mengintrogasiku tentang kehidupan rumah tangga kita" jawab Rahma tanpa menoleh,
"Tapi kamu mau kemana?" Anggara menghentikan gerakan Rahma dengan memegangi tangannya.
"Mas, lepaskan" Rahma memberontak,
"Tidak, sebelum kamu jawab kamu akan pergi kemana, ini kan hari libur" Anggara semakin erat memegangi lengan Rahma.
"Aku akan kembali ke rumah setelah selesai membantu semua persiapan pernikahan Maya, hari ini kami akan berbelanja semua kebutuhan pernikahan. Sekarang tolong lepaskan tanganku" Rahma terus berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Anggara,
Sementara Anggara tampak tak mempedulikan rengekan istrinya itu, dia menatap Rahma dengan tatapan mendalam, jarak yang dekat membuatnya dapat melihat wajah Rahma dengan jelas. Bahkan posisi mereka saat ini lebih intim dari semalam. Rasa yang semalam tiba-tiba menyeruak di hati Anggara pagi ini kembali hadir, bahkan jantungnya berpacu begitu cepat.
"Sialan, perasaan apa ini?" Anggara merutuki perasaannya sendiri, dia membatin terus berperang antara hati dan akalnya,
Tok...tok...tok....suara ketukan pintu lebih dulu menyadarkan Rahma yang juga sempat berhenti memberontak dan larut dalam tatapan dalam suaminya.
"Teh ada tamu mencari Mas Anggara" Yusuf berteriak dari luar kamar karena pintu kamar itu tak kunjung dibuka setelah beberapa kali dia mengetuknya,
"Itu pasti kekasihmu Mas" ucapan Rahma sontak menyadarkan Anggara yang segera melepaskan genggaman tangannya di lengan Rahma.
"Sialan, kenapa dia kesini sih" Anggara uring-uringan, pelan namun masih terdengar oleh Rahma.
Dia bingung harus menjawab apa jika ditanya oleh keluarga Rahma jika ditanya tentang kekasihnya. Walau bagaimana pun imej menantu idaman yang syarat sanjungan dari keluarga maupun tetangga Rahma saat dirinya mengikuti shalat berjamaah di mesjid tadi tidak ingin lenyap begitu saja hanya karena kehadiran Friska di tengah-tengah keluarga Rahma.
"Rahma, aku mau minta...."
"Minta tolong untuk menyamarkan status hubungan kalian di hadapan keluargaku?" sambung Rahma yang melihat kegelisahan dari wajah Anggara,
"Iya, aku mohon. Sebagai gantinya aku akan melakukan apapun yang kamu minta Rahma, please" Anggara memohon, menatap Rahma dengan penuh harap,
"Iya Dek sebentar lagi teteh keluar. Mas Anggaranya masih mandi, suruh tunggu aja tamunya di ruang tamu" teriak Rahma dari dalam kamar, membuat Anggara sedikit bernafas lega karena Rahma mau membantunya,
"Assalamu'alaikum, maaf dengan siapa ya? Mas Anggaranya sedang mandi" Rahma lebih dulu menyapa tamu yang ternyata seorang wanita cantik dengan tubuh tinggi langsing dan rambut hitam lurus tergerai melebihi bahunya.
Benar saja prasangkanya tamu yang datang adalah Friska kekasih Anggara. Walau pun Rahma tidak pernah bertemu langsung dengan wanita itu, tapi dari postur tubuhnya Rahma yakin jika dia memang Friska, wanita yang menjadi kekasih suaminya.
Maya mendongak saat mendengar suara Rahma, dia tengah menyuguhkan secangkir teh hangat dengan camilan pisang goreng yang baru saja dibuat ibu. Sedikit heran karena Rahma tidak mengenali teman suaminya sendiri, dia kembali setelah sedikit menganggukan kepala ke arah tamu,
"Saya ada perlu dengan Anggara, sebelumnya kami sudah berjanji akan bertemu pagi ini" tanpa menjawab salam wanita itu menjelaskan kedatangannya,
"Kalau begitu mohon tunggu sebentar, silahkan nikmati suguhan alakadarnya ini sambil menunggu suami saya" Rahma menunjuk sajian di atas meja di hadapannya, dia sedikit menekan kata suami saya saat mengucapkan kalimatnya dan ternyata berhasil membuat raut wajah wanita yang sedang duduk anggun di hadapannya itu langsung saja berubah seperti sedang menahan marah,
"Mas tamunya sudah menunggu" Rahma mengalihkan perhatiannya dari Friska saat melihat Anggara datang dari arah ruang tengah, dia menyapa suaminya dengan senyum manis,
"Ada tamu siapa Dek?" di saat bersamaan Budi kakak Rahma pun masuk setelah kembali dari lari paginya,
"Ini A, temannya Mas Anggara" jawab Rahma santai, dia pun berdiri hendak meninggalkan ruang tamu,
"Sayang mau kemana? di sini temani aku" tanpa diduga Anggara meraih tangan Rahma yang sudah akan beranjak dari duduknya, melihat kakak iparnya berada di tengah-tengah mereka Anggara bertindak cepat dengan bersikap romantis terhadap Rahma,
Sontak hal yang dilakukan Anggara membuat Rahma menghentikan kakinya yang akan melangkah, sementara dia menatap tangan yang digenggam Anggara dengan cukup erat itu. Hampir saja Rahma akan menepisnya namun pikirannya langsung sadar mengingat jika sang kakak masih berada di ruangan yang sama dengannya,
Tidak jauh beda dengan Rahma, Friska juga cukup kaget dengan sikap Anggara. Dia tidak terima Anggara menyentuh tangan Rahma.
"Aku hanya mau mengambilkan teh untukmu. Mas mau teh hijau atau teh melati?" Rahma mengalihkan kecanggungan dengan bertanya pada Anggara,
"Aku mau teh hijau" jawab Anggara dengan senyum manis seribu watt di bibirnya, membuat dada Friska semakin bergemuruh tidak terima dengan kemesraan dua sejoli itu.
"Aa juga mau?" Rahma beralih memandang kakaknya,
"Tentu saja, Aa juga mau teh hijau. Tapi tolong kami minta kakak iparmu untuk membawanya ke kebun samping rumah" ujar Budi, halaman samping rumah keluarga Rahma yang cukup luas dijadikan lahan berkebun dengan aneka tanaman obat dan rempah-rempah, Ayahnya sengaja membuat kesibukan agar di masa pensiunnya ini dia tidak merasa bosan dan kesepian,
"Baik A" Rahma membalikkan badannya melangkah menuju dapur, sementara Budi pun pamit untuk pergi ke kebun yang berada di samping rumahnya,
"Kenapa kamu kemari" Anggara memelankan suaranya saat mereka tinggal berdua di ruang tamu itu,
"Aku hanya membuktikan ucapanku, jika kamu tidak datang sesuai waktu yang sudah kamu janjikan maka aku yang akan datang" jawab Friska dengan senyum menyeringai,
"Kamu tahu aku sedang berada dimana kan? harusnya kamu tahu situasi apalagi semua anggota keluarga Rahma sedang berkumpul. Aku tidak mau mereka curiga dengan kedatanganmu" Anggara berkata dengan ekspresi marah namun masih dengan suara pelan,
"Aku tidak suka dibuat menunggu dan aku pun tidak mau kamu malah kerasan berada di sini. Hari ini kita ditunggu oleh kedua orang tuaku untuk memastikan pernikahan kita. Aku harap kamu sudah membicarakannya dengan wanita itu" Friska berpindah posisi dan duduk di sofa yang sama dengan Anggara, dia meraih tangan Anggara dan menggenggamnya erat.
"Aku takut kehilangan kamu, semalaman kamu sudah bersama dia. Tadi tangan ini juga memegang tangan dia, bibirmu juga tersenyum penuh pesona sama dia. Aku takut kamu meninggalkan aku..." suara Friska terdengar parau, dia terlihat sedang menahan tangis membuat Anggara tidak tega melihatnya. Sejak dulu Anggara paling tidak bisa melihat Friska menangis, hatinya selalu luluh saat melihat wanita itu menangis.
"Sudah-sudah, semuanya akan berjalan sesuai rencana. Kita akan segera melangsungkan pernikahan, Rahma sudah setuju dengan permintaanku untuk menandatangani surat itu dan dia akan hadir dalam pernikahan kita" Anggara menenangkan Friska yang sudah mulai membuat drama, namun masih dengan batasan dia bahkan melepas tangannya dari genggaman Friska karena takut jika tiba-tiba ada yang datang.
"Sekarang kembalilah duduk di tempatmu semula jangan merusak rencana kita dengan sikap yang membuat keluarga Rahma curiga" titah Anggara lemah lembut, Friska pun menurut.
Tanpa mereka ketahui sejak tadi Rahma sudah berdiri di balik pintu yang menghubungkan ruang tengah dengan ruang tamu, dari pintu yang memiliki sekat kaca di bagian atasnya itu Rahma bisa melihat dengan jelas apa yang dilakukan suaminya dengan wanita itu. Dia bahkan mendengar semua percakapan mereka berdua.
Lagi-lagi hatinya teriris melihat dan mendengar semuanya. Ingin rasanya dia menyerah dan mengatakan kepada keluarganya kelakuan suaminya, namun kata-kata sang ibu saat dia membuatkan teh hijau untuk suaminya kembali terngiang.
"Teh, Ibu mah bahagia sekali melihat Aa, teteh sudah berumah tangga dengan pasangan yang tepat. Bapak tadi cerita kalau di masjid banyak yang memuji nak Angga karena kepiawaiannya saat melantunkan iqamah dan membaca Al-Qur'an. Sudah ganteng, punya jabatan, sholeh, ramah lagi. Ibu tenang sekarang teh, apalagi Maya juga Alhamdulillah akan menikah insya Allah dengan laki-laki yang baik juga"
"Ibu berharap kalian selalu akur, memiliki rumah tangga yang sakinah, mawaddah warahmah. Saling mengerti dan melengkapi kekurangan, dan bahagia atas kelebihan kalian masing-masing. Aa sudah bahagia, teteh sudah bahagia, sebentar lagi Maya menyusul tinggal Yusuf, tapi dia mah da masih lama masih mau mengejar cita-cita dulu katanya. Alhamdulillah dia sekolah dengan jujur dan membanggakan. Ibu dan Bapak bahagia sekali teh"
"Ibu mah suka miris, ngeri denger anak-anak bi Tati, mang Ujang mereka katanya bercerai, padahal pernikahan baru seumur jagung. Naudzubillah jangan sampe anak-anak ibu mah mengalami hal seperti itu. Menikah cukup sekali, bersama sampai tua dan maut yang memisahkan" Ibu menyodorkan sepiring pisang goreng yang baru diangkatnya dari penggorengan dan menyerahkannya pada Rahma untuk diberikan pada Bapak yang berada di belakang.
Rahma menarik nafasnya dalam, pikirannya kacau. Dilema antara harga diri dan kebahagiaan keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
mie_moet
anggora 🤣 ahli maksiat berkedok alim 😅🤣
2025-02-02
1
Siti Tamzis
lucu si anggora ini fasih baca alquran rajin ibadah seperti alim banget tapi rajin pula zinah
2024-05-29
2
Aabece
wow sempurnanya anggara, dunia nggak akhirat. bacaan fasih, maksiat ahli 😁
2023-08-10
2