Entah pukul berapa ini, Rahma yang sedang tertidur lelap setelah menangis sejadi-jadinya tiba-tiba terusik keberadaannya di atas kasur empuk itu. Rahma menyipitkan matanya, menyesuaikan dengan keadaan cahaya yang cukup terang memasuki netranya.
"Mas Anggara?" sapa Rahma yang terlihat cukup kaget. Anggara sepertinya sudah benar-benar ngantuk dia tak peduli lagi harus membersihkan diri dan berganti baju. Kebutuhannya saat ini adalah berada di atas ranjang empuk itu dan menjemput impian di tidurnya yang lelap.
Rahma akhirnya terbangun karena Anggara yang tak kunjung bangun setelah beberapa kali dibangunkan dengan cara hanya menyebut namanya, Mas Anggara. Rahma pun berinisiatif untuk berpindah tempat, setelah puas menangisi dan memikirkan kemungkinan keadaan rumah tangganya yang hanya akan menjadi status di atas kertas, Rahma sudah mengambil keputusan untuk mengikuti permainan yang diinginkan Anggara.
Dia akan berusaha bertahan dengan keadaan itu sekuat hati karena baginya pernikahan adalah ikatan suci yang terjalin atas kehendak Illahi, tak ada yang bisa memungkiri ketika Allah sudah berkehendak untuk menjadikan dua orang bersatu maka hanya cukup kata "Kun" untuk Allah mewujudkannya.
Rahma yakin di balik semua yang terjadi Allah pasti menyertakan hikmah tersembunyi untuk dia temukan melalui suatu proses ikhtiyar dengan sabar dan syukur. Allah tidak mungkin menghadirkan seseorang dalam hidupnya dengan kesia-siaan, dengan siapapun kita dipertemukan pasti akan ada yang kita dapat dari pertemuan itu. Apapun itu, apakah sesuatu yang akan menjadi kenangan indah atau sesuatu yang akan menjadi pelajaran berharga.
Jam menunjukkan pukul tiga pagi, Rahma memutuskan untuk bangun dan mengisi sepertiga malam terakhirnya dengan bersujud. Dia tumpahkan segala keluh kesahnya, segala kekhawatirannya dalam sujudnya. Jika dengan bercerita semua masalah yang dihadapinya dapat memberi ketenangan hati, maka pastikan Allah adalah tempat pertama untuknya bercerita. Dan Rahma mendapatkan itu setelahnya, yaitu ketenangan hati. Selama Allah yang menjadi sandaran tak akan ada do'a dan perjuangan yang sia-sia, Rahma yakin itu.
Rahma menatap laki-laki yang sudah berstatus suaminya itu dengan tatapan mendalam. Rambutnya acak-acakan, wajahnya kuyu, kemeja yang dipakainya pun sudah tak berbentuk, kendatipun demikian kegagahannya masih tampak begitu nyata.
Ingin sekali dia membuka sepatu yang dikenakan suaminya, ingin sekali dia mengganti baju yang dipakai suaminya, membenarkan posisi tidurnya agar lebih nyaman, tapi itu hanya sebatas keinginan dalam hati walau bagaimana pun Rahma tidak berani menyentuhnya sama sekali karena apa yang sudah dikatakan Anggara di awal pernikahan mereka dia pun akan melakukan hal yang sama terhadapnya sesuai janjinya dengan sang kekasih.
Waktu pun bergulir, mentari pagi sudah menampakkan sinarnya. Cahayanya memasuki setiap celah dari jendela yang tirainya sudah terbuka itu. Rahma berkali-kali membangunkan Anggara untuk shalat subuh, tapi sang empunya tubuh rupanya masih nyaman bergelut di bawah selimut.
"Mas, Mas Anggara!" Rahma kembali mencoba membangunkan laki-laki itu dan terlihat mulai ada pergerakan.
"Eumhhh....apa sayang, aku masih ngantuk" ...deg, Rahma merasa tersentak dengan panggilan sayang yang diucapkan Anggara. Namun sesaat kemudian hatinya kembali mencelos.
"Friska sayang bukankah semalam aku sudah memuaskanmu berkali-kali, heumm?" gumaman lanjutannya...
Deg, kali ini hati Rahma terasa begitu sakit, diapun jadi bergidik sendiri mendengar apa yang dikatakan suaminya dalam gumaman tidurnya. Pikirannya mulai melanglang buana. Miris, menikah dengannya tapi menghabiskan malam pertama dengan wanita lain, begitu pikirnya.
"Kamu sudah bangun Mas?" Rahma yang sudah tampak rapi dengan pakaian santainya menyapa suaminya dengan ramah.
"Hah? kamu?" Anggara terhenyak mendengar sapaan itu, diapun semakin kaget saat matanya sudah terbuka sempurna dan kesadarannya sudah kembali utuh dia melihat sosok wanita berhijab yang baru dikenalnya beberapa minggu itu berada dalam satu kamar dengannya.
"Shiittt.." Anggara baru ingat jika dirinya kini sudah menikah, diapun teringat semua perkataannya yang dilontarkan pada Rahma kemarin dan apa yang dia lakukan semalam dengan Friska kekasihnya.
"Bangunlah, aku sudah menyiapkan air hangat untukmu mandi. Setelah itu mari kita sarapan, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan padamu" Rahma berbicara santai tapi serius, kepiawaiannya dalam mengolah ekspresi dan kata tidak diragukan lagi.
Sebagai seorang pendidik, kemampuan komunikasi adalah kompetensi yang penting yang harus dimiliki. Dan Rahma memiliki itu, tak heran jika di sekolah tempatnya bekerja dia adalah teman yang paling nyaman untuk berbagi cerita tidak hanya bagi rekan-rekan kerjanya tapi juga para siswa yang cukup dekat dengannya.
Anggara pun beringsut turun dari ranjangnya, dia melakukan apa yang diintruksikan Rahma.
Sejenak suasana hening, sarapan sudah dilalui keduanya dalam keheningan. Rahma begitu menikmati sarapannya tanpa beban apapun, sesekali Anggara pun melirik gadis yang duduk di hadapannya itu tanpa sepengetahuan Rahma.
Sebagai pengantin baru Rahma dan Anggara benar-benar mendapatkan layanan VVIP, semuanya katanya sudah disiapkan oleh keluarga Anggara spesial untuk pernikahan putra bungsu mereka.
"Aku akan mengikuti permainanmu, Mas" Rahma akhirnya buka suara yang direspon masih dengan diam oleh Anggara, saat ini mereka tengah duduk menikmati dessert di balkon kamar yang berada di lantai tiga hotel mewah itu. Sekilas menjadi view yang begitu romantis untuk ukuran pengantin baru.
"Aku akan mendukung keinginanmu, aku bersedia hanya menjadi istri di atas kertas untukmu. Tak masalah jika aku tidak mendapatkan hak seutuhnya sebagai seorang istri darimu karena itu artinya aku pun tidak akan bisa melaksanakan kewajibanku padamu" Rahma menjeda ucapannya, sejenak dia menatap dalam wajah suaminya yang memalingkan pandang saat beradu tatap dengannya.
Menelisik seperti apa ekspresi wajahnya saat Rahma sudah mengatakan itu. Masih diam, tanpa kata. Dia pun berinisiatif untuk melanjutkan perkataannya.
"Yang aku yakini itu adalah sebuah kekeliruan karena dalam sebuah pernikahan kewajiban seorang suami salah satunya adalah memenuhi nafkah lahir dan batin istri, begitupun sebaliknya aku pun harus menunaikan kewajibanku memenuhi hakmu baik lahir maupun batin. Tapi mari kita tegaskan kembali sesuai keinginanmu kewajiban kita hanya sebatas lahir" Rahma menghela nafasnya untuk menjeda ucapannya, seakan ada sesuatu yang mencekat di tenggorokannya saat membicarakan hal itu. Tapi sebagai wanita dewasa yang sudah faham Rahma merasa harus membicarakan itu.
"Deal?" tanya rahma dengan dengan menyodorkan tangannya untuk bersalaman dengan Anggara. Tangan yang pertama kalinya Anggara sentuh setelah lafaz akad selesai diucapkannya, bahkan selepas prosesi itu diapun sempat mencium kening Rahma.
Anggara tidak lantas menerima uluran tangan Rahma, dia menatap Rahma dengan tatapan mendalam. Dalam hatinya berpikir, benarkah perempuan di hadapannya ini setegar itu akan menjalani rumah tangga dengannya yang hanya di atas kertas? bukankah dia begitu menginginkan pernikahan ini? berbagai pertanyaan bercokol dalam hatinya.
"Mas" Rahma kembali memanggilnya.
"Aku sudah terlalu banyak bicara dari tadi, sekarang giliran kamu" ucap Rahma sambil terus mengulurkan tangannya.
Anggara terhenyak dengan ucapan terakhir yang dikatakan Rahma dengan ekspresi biasa saja, seolah apa yang dia katakan bukan hal yang akan menyakitinya.
"Oke, deal!" Anggara akhirnya buka suara, dia menyambut uluran tangan Rahma dengan mantap.
"Kami sungguh-sungguh akan menjalani rumah tangga ini?" Anggara kembali menelisik wajah Rahma dengan tangan yang masih bertaut.
"Ya, kenapa tidak? tidak lucukan kemarin kita menikah dan hari ini kita ke pengadilan agama?" jawab Rahma menjawab dengan pertanyaan yang disampaikannya dengan tampilan senyum yang merekah di bibirnya akan terlihat manis oleh orang yang benar-benar mengenalnya tapi mungkin tidak untuk Anggara.
"Walaupun aku memutuskan untuk menikah lagi?" susul Anggara.
"Ya" jawab Rahma mantap,
"Justru aku ingin kamu segera menikahi kekasihmu yang bernama Friska itu, aku tidak ingin terlalu banyak turut menanggung dosa atas hubungan tidak halalmu"
Deg....Anggara terhenyak, darimana Rahma tahu jika Friska adalah nama kekasihnya, dan darimana dia tahu jika hubungannya dengan Friska sudah sejauh itu. Walaupun selama ini Anggara masih membatasi dirinya.
Ekspresi keterkejutan terlihat jelas di wajah Anggara dan Rahma menahan senyum melihat itu, cukup lucu menurutnya.
"Kamu kaget aku tahu nama kekasihmu?" tanya Rahma dan dijawab anggukan oleh Anggara.
"Tadi kamu menyebut namanya saat aku bangunkan. Eumhhh....apa sayang, aku masih ngantuk. Friska sayang bukankah semalam aku sudah memuaskanmu berkali-kali, heumm?"
Sebagai guru bahasa yang juga pernah berkuliah di jurusan Ilmu komunikasi, Rahma cukup apik menirukan dialog yang beberapa saat lalu diucapkan oleh suaminya, dan anehnya dia menyampaikan semua itu kepada Anggara dengan sangat santai tanpa terbebani sama-sekali hingga Anggara sampai dibuat melongo oleh penjelasan Rahma.
"Aku tahu dari kemarin kamu sudah menyiapkan fasilitas kamar hotel yang sangat mewah untuk ditempati kekasihmu, dan aku tahu semalam apa yang kamu lakukan dengannya. Miris memang, menikah dengan siapa malam pertama dengan siapa. Hehe..." Rahma kembali membuat Anggara tertegun, tidak menyangka gadis dihadapannya itu sangat pandai mengolah emosinya.
"Sudahlah Mas, tidak perlu heran dengan apa yang sudah aku ketahui. Bukankan hal seperti itu biasa dilakukan dalam gaya pacaran kalian" ucap Rahma sambil bergidik sendiri.
"Rahma, aku...." tak ada lanjutan kata yang bisa diucapkan oleh Anggara, semua yang ingin dia sampaikan sudah lebih dulu diungkapkan dan disepakati oleh Rahma.
"Tak apa-apa, Mas. Sekarang persiapkanlah pernikahan kalian dengan segera, agar hubungan kalian berkah jika dalam ikatan yang halal. Aku bersedia membantumu jika kau butuhkan. Mulai sekarang mari kita berteman, dan kita akan memainkan peran kita sebagai pasangan suami istri di situasi tertentu. Begitu maumu?" telak Rahma, dan dijawab anggukan oleh Anggara dengan terpata-pata.
" Setuju!" ucapnya.
"Sepakat!" balas Rahma.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 137 Episodes
Comments
Nurhartiningsih
suka gaya Rahma...nggak menye2
2025-03-13
0
Mur syidah Syidah
Benar2 perempuan tangguh
2023-09-21
0
Aabece
bagusnya peran anggara, pekerjaannya bukan polisi, apalagi pejabat polda. urusan administrasi buat menikah kan ribet, baik secara kantor maupun organisasi bhayangkari. beda lagi kalo risma cuma istri sirri.
2023-08-10
1