Ternyata Kita Dekat

Berdiam diri di dalam kamar hingga hari sudah berganti gelap. Sepulangnya dari sekolah dan mendapati sang suami tengah bercumbu dengan kekasihnya di rumahnya sendiri membuat Rahma sangat geram. Walau pun belum ada cinta di hatinya, tapi Rahma merasa terluka. Menurutnya Anggara sangat keterlaluan membawa kekasihnya ke rumahnya dan tanpa malu melakukan hal yang menjijikan menurut Rahma, bahkan dirinya yang sudah berstatus menikah pun belum pernah melakukannya.

Menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang setiap malam menjadi objek tatapannya. Pikirannya menerawang jauh, menapaki setiap perjalanan hidupnya hingga kini dia berada di fase ini.

Rahma enggan keluar dari kamarnya, di memilih mengistirahatkan diri dan jiwanya dari semua hal yang terjadi hari ini. Hari yang cukup berat buat Rahma, tidak hanya fisik yang lelah karena kegiatan sekolah yang padat tapi hati dan pikirannya jauh lebih lelah. Menerima pengakuan cinta seseorang dan di saat bersamaan mendapati sang suami yang tengah bersama kekasihnya di rumah tempatnya tinggal.

Rahma mengerjapkan matanya, dia mengumpulkan kesadarannya setelah cukup lama tertidur. Dari kaca jendela kamarnya terlihat hari telah berganti menjadi gelap. Rahma meraih ponsel yang terus bergetar di tas selempang yang masih berada di bahunya.

Lima panggilan tak terjawab dari nomor yang dia beri nama kontak Ibuku. Rahma menarik nafasnya dalam, menghilangkan rasa sesak yang kembali hadir saat teringat peristiwa tadi siang. Mengingat sang ibu, entah apa yang akan terjadi jika dia tahu keadaan rumah tangga yang dijalani putrinya, pastinya dia akan sangat sedih.

Rahma terhenyak saat mendapati rok bagian belakangnya terasa basah, bahkan seprai tempat tidur yang berwarna biru muda pun kini terdapat noda merah, rupanya dia datang bulan. Rahma memilih membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum kembali menghubungi sang ibu. Ibunya pasti akan membahas tentang persiapan pernikahan adiknya, Maya.

Selesai membersihkan diri dan merasa lebih segar, kini giliran perutnya yang meminta haknya. Rahma ragu untuk membuka pintu kamarnya dan keluar, takut jika suami dan kekasihnya masih ada di rumahnya.

Baru saja Rahma akan membuka pintu, tangannya sudah memegang handle pintu kamarnya untuk keluar dari kamar setelah mengingat dan menimbang akhirnya dia memutuskan untuk menghadapi dengan tegar apapun yang akan dihadapinya nanti. Namun, deringan ponsel kembali menghentikan gerakannya, dia lupa jika akan kembali menghubungi sang ibu dan membuat ibunya kembali menghubunginya.

"Assalamu'alaikum, Bu...maaf teteh keti...." sapaan Rahma yang sekaligus akan menjelaskan alasannya tidak kunjung mengangkat telepon terjeda.

"Wa'alaikumsalam, ari teteh kemana aja? dari tadi ditelepon gak diangkat wae, ibu jadi khawatir. Sudah selesai acara di sekolahnya? ini kan sudah malam, cepat pulang kasihan nak Anggara dari tadi nungguin. Teteh langsung ke sini aja ya" sang ibu langsung mencercanya dengan pertanyaan dan informasi yang membuatnya bingung sekaligus terkejut saat panggilan mereka terhubung.

"Ma.....maksud ibu apa?" tanyanya terbata, Rahma belum bisa mencerna informasi apapun dari obrolan sang ibu.

"Ini, nak Anggara sudah di rumah ibu. Dia bilang teteh ada acara di sekolah, karena di rumah gak ada siapa-siapa dia jadi main ke sini. Teteh sudah selesai kan di sekolahnya? Yusuf bilang pas lewat katanya sekolah teteh udah sepi" sontak penjelasan sang ibu membuatnya membulatkan mata, geleng-geleng kepala dengan kelakuan suaminya.

Kini dia faham maksud pembicaraan ibu, ini pasti strategi yang dilakukan suaminya agar tetap terlihat keren di mata keluarganya. Selama ini keluarga Rahma selalu membanggakan suaminya yang seorang polisi itu, tanpa tahu jika di antara kami sejak akad terucap sudah perjanjian tidak tertulis yang seolah membelengguku dengan akadnya.

"Iya Bu, teteh segera ke rumah ibu" akhirnya jawab Rahma pasrah, dia pun bergegas mengambil jaket dan tas selempangnya.

Keluar dari kamar, matanya langsung tertuju pada sofa yang berada di ruang tengah. Pintu kamar Rahma langsung menuju ruang itu. Sekelebat bayangan adegan yang tadi siang dilihatnya kembali membayangi, Rahma bahkan menggeleng-gelengkan kepala untuk menghilangkan bayangan itu. Hatinya teriris, sebagai wanita dan sebagai seorang istri Rahma merasa harga dirinya sudah sangat terkoyak.

"Huhh" hembusan nafas kasar Rahma menghentikan lamunannya, dia kembali ke kamar dan mengambil sebuah seprai dari dalam lemari. Menutup single sofa itu dengan kain seprai tak ingin bayangan menyebalkan itu terus menghantuinya saat kembali melihat sofa itu.

Dua puluh menit waktu yang dibutuhkan Rahma untuk sampai di rumah ibunya. Rahma memarkirkan motor tepat di samping mobil suaminya. Menarik nafasnya panjang sebelum memasuki rumah, entah apa yang dilakukan suaminya kini dan apa yang harus dilakukannya, Rahma masih bingung.

"Assalamu'alikum" ucapan salam menjadi sapaan wajib saat membuka pintu dan memasuki rumah, Rahma memasuki rumah orang tuanya melalui pintu samping, pintu yang terhubung langsung dengan ruang tengah yang biasa dijadikan ruang keluarga.

"Wa'alaikumsalam" serempak semua orang menjawab salam Rahma, bersamaan menoleh ke arah Rahma yang mematung diambang pintu melihat semua orang tengah berkumpul di ruangan itu, lengkap. Bahkan kakak laki-lakinya dan keluarganya pin turut serta berada di sana setelah sekian bulan mereka tidak berjumpa karena jarak yang memisahkan.

Binar bahagia terpancar di mata Rahma, menandakan betapa dia merindukan kakaknya itu.

"A Budi, kapan datang?" tatapan Rahma langsung terfokus pada kakaknya, beralih pada sang ayah yang dan semua orang yang sedang duduk melingkar di atas karpet mengelilingi hidangan makan malam.

"Teteh, lama banget. Pulang dulu ya? udah wangi ih" Maya yang pertama kali menyapa dan menghampirinya, dia meraih tangan kanan Rahma untuk mencium tangannya.

"Hah? iya teteh dari rumah" jawabnya Rahma sambil berpelukan dengan sang adik. Melangkah menuju sang ayah yang duduk berdekatan dengan kakak dan suaminya, juga yusuf sang adik.

Rahma menyalami sang ayah, kemudian menyalami kakak laki-lakinya dan saling berpelukan melepas rindu berbulan-bulan tidak berjumpa. Terakhir mereka bertemu tujuh bulan yang lalu saat idul fitri, bahkan Budi tidak hadir saat pernikahan adiknya itu.

Ada sesuatu yang menghangat di pelupuk matanya ketika dirinya berpelukan dengan sang kakak, dia segera menyeka ujung matanya tatkala pelukan mereka terurai. Tak ingin semua kesedihannya terlihat jelas oleh sang kakak, sejak dulu bagi Rahma Budi adalah pelindungnya, selalu menjaga dan memastikan dirinya selalu baik-baik saja. Budi seolah bisa membaca yang terjadi pada Rahma hanya dengan melihat bahasa tubuhnya. Rahma pun berusaha bersikap sewajarnya, agar tak terlihat keadaan dirinya yang sebenarnya.

"Lho...kenapa nangis" Budi mengusap kepala Rahma yang berbalut hijab, menatap lekat wajah adik kesayangannya. Sejujurnya dia pun merasa jika ikatan batin dirinya dengan Rahma melebihi dengan dua adiknya yang lain, entah mungkin karena usia mereka yang terpaut cukup dekat. Budi dan Rahma selalu berangkat sekolah bersama.

"Kangen Aa" jawab Rahma sambil terus mengusap pipi karena matanya tak tertahankan.

"Aa juga kangen, sekarang kan sudah ketemu" balas Budi dengan kembali mengusap kepala Rahma penuh kasih.

Rahma pun beralih menyalami kakak iparnya, mereka berpelukan penuh haru. Rahma tahu jika perjalanan cinta Budi pun tidak semulus yang diperkirakan orang. Budi tidak mudah untuk jatuh cinta, dia pernah mengalami patah hati yang dalam karena ditinggal menikah oleh kekasihnya dan betapa beruntungnya Budi mendapatkan perempuan yang penuh pengertian dan menerima dirinya dengan segala kekurangannya, dia seorang psikolog dengan penuh kasih dan kesabaran membersamai Budi mengobati luka hatinya, sang istri begitu hangat dan dewasa, membantunya keluar dari masa-masa tersulitnya, dia sangat menyayangi dirinya dan keluarganya hingga kini merekapun sudah dikaruniai dua anak perempuan yang lucu dan cantik.

"Teteh, makasih ya selalu jagain Aa dan bikin Aa bahagia" bisik Rahma di telinga kakak iparnya saat mereka berpelukan.

"Selalu, teteh akan selalu berusaha membuat Aa bahagia" balasnya menenangkan, dia pun mengusap punggung Rahma yang memeluknya erat. Merasakan jika Rahma tengah mengalami sesuatu namun enggan untuk diucapkan tapi untuk kakak iparnya yang seorang psikolog dia faham bahasa tubuh Rahma seolah berbicara.

"Mas" Rahma pun menyalami Anggara, dia hanya mengulurkan tangan tanpa menatap suaminya itu.

"Ibu dimana?" tanya Rahma mengalihkan keharuannya

"Ini ibu" suara sang ibu terdengar bersamaan dengan kemunculannya dari arah dapur, membawa dua piring berisi makanan kesukaan anak-anaknya di tangannya yang siap disantap sebagai hidangan makan malam bersama.

Makan malam keluarga pun berlangsung dengan penuh kehangatan, ada binar bahagia di mata kedua orang tua Rahma. Kebahagiaan tak terhingga untuk orang tua adalah ketika melihat anak-anaknya tumbuh dengan baik dan saling menyayangi, menemukan kebahagiaannya masing-masing yang menular pada seluruh anggota keluarga lainnya.

Momen berkumpul keluarga yang sangat langka ini tidaklah disia-siakan, obrolan mereka pun berlanjut pada rencana pernikahan Maya. Ibu terlihat bersemangat membicarakan rencana acara pernikahan anak ketiganya itu, semua orang pun mendukung. Walau pun berbeda dengan pernikahan Rahma yang mendadak dan sederhana tapi itu tidak membuat Rahma iri, dia pun antusias memberi ide dan masukan untuk kelancaran acara sakral sang adik.

"Teh, nginep saja di sini. Kasihan Nak Angga, ini sudah malam dia pasti lelah kalau harus pulang" ibu memberi usul pada Rahma saat putrinya itu mengatakan jika dia akan pulang.

"Enggak Bu, Mas Anggara..." ucapan Rahma terhenti saat tiba-tiba Anggara datang ke dapur dan memegangi bahunya.

"Kami akan menginap di sini Bu" sela Anggara dengan tetap memegang bahu Rahma dari belakang yang sedang duduk di kursi.

"Hah?" Rahma pun menolah,

"Yakin Mas?" tanyanya memastikan,

"Iya sayang, lagian sejak.awal menikah kita kan belum pernah menginap di sini" jawabnya manis, dia mengusap kepala Rahma saat mengatakannya, terlihat romantis dan penuh cinta. Ibu tersenyum bahagia melihat pemandangan itu.

"Baiklah" jawab Rahma acuh, Anggara pun pamit untuk kembali ke depan setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, secangkir teh hijau buatan Rahma.

'Hebat akting kamu, Mas', gumam Rahma dalam hatinya,

"Teteh kudu banyak bersyukur mendapat suami yang baik seperti Nak Anggara, Alhamdulillah dia terlihat sangat menyayangi teteh, tidak marah saat pulang teteh malah sibuk di sekolah. Ibu senang akhirnya satu persatu anak-anak ibu menemukan kebahagiaannya. Mulai sekarang teteh harus lebih mengutamakan suami, walau bagaimanapun kewajiban nomor satu teteh sekarang adalah itu. Untuk seorang perempuan yang sudah bersuami, ridho suami adalah segalanya, jangan lupa minta izin dengan benar kalau mau pergi. Kalau diizinkan baru teteh pergi kalau tidak, teteh harus lebih mengutamakan keinginan suami. Karena ridho suami adalah kunci keberkahan hidup kita, Teh"

Ibu terus memberi nasehat pada Rahma. Saat ini Ibu dan Rahma sedang di dapur membereskan bekas makan malam, Rahma membantu mencuci piring sementara ibu merapikan sisa lauk dan memasukkannya ke dalam lemari makanan. Maya dan kakak iparnya sedang menemani dua keponakannya bermain, sementara Bapak, Budi, Yusuf dan Anggara sedang terlibat obrolan seputar pekerjaan mereka. Dia hanya diam mendengarkan semua yang dikatakan sang ibu tanpa menyela sedikit pun.

"Sayang aku ngantuk" tiba-tiba Anggara kembali ke dapur, dia berdiri diambang pintu menatap istrinya penuh arti.

Rahma menoleh, pandangan mereka bertemu, namun segera Rahma berpaling. Sejujurnya melihat Anggara saat ini kembali mengingatkan dirinya pada peristiwa tadi siang, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Anggara begitu menikmati apa yang dilakukannya.

"Euleuh, nak Anggara sudah ngantuk. Teteh, cepat ajak suamimu ke kamar. Kamarnya sudah ibu siapkan sejak tadi sore, seprai juga udah diganti. Biarin itu mah nanti ibu yang lanjutin" di saat bersamaan Maya pun datang,

"Teh, biar aku yang lanjutin. Teteh mah istirahat aja sama A Anggara" sahut Maya yang sempat mendengar sang ibu berbicara,

Tidak bisa menolak, Rahma pun mencuci tangannya dan segera berjalan menuju kamarnya tanpa bicara diikuti Anggara di belakangnya.

"Silahkan, selamat istirahat" Rahma membentangkan selimut di atas kasurnya. Kamar sederhana yang tampak rapi dan nyaman, lagi-lagi ada kekaguman di hati Anggara saat melihat foto-foto Rahma yang terpajang di dinding kamarnya. Foto-foto yang menggambarkan bagaimana Rahma bermetamorfosa dengan berbagai prestasi hingga tumbuh menjadi gadis yang luar biasa.

"Ini teman-teman kamu saat kuliah?" Anggara menunjuk satu foto yang berlatar air terjun. Foto bersama saat Rahma mengikuti reuni SMAnya, mereka bermain ke curug orok, salah satu destinasi wisata yang ada di kawasan Cikandang Garut setelah acara reuni selesai.

"Bukan itu teman-teman SMA" jawab Rahma apa adanya,

"Ouh, acara reuni ya?" Anggara mengambil foto yang dicetak ukuran 10R itu, tatapannya tertuju pada setiap wajah difoto itu. Namun sebenarnya tatapan Anggara lebih terfokus pada Rahma yang duduk di atas sebuah batu besar dan di sampingnya terlihat seorang laki-laki yang justru matanya tidak tertuju pada lensa kamera, tetapi pada Rahma. Bahkan dia membentangkan jaketnya untuk melindungi Rahma dari percikan air terjun.

"Ini mantan kamu?" tanya Anggara menunjuk pada orang di foto yang sejak tadi menyita perhatiannya,

"Hah?" Rahma mengernyit mendengar pertanyaan Anggara,

"Aku belum pernah pacaran, jadi aku tidak punya mantan" jawab Rahma mantap, dirinya memang belum pernah berpacaran walaupun sejak dulu banyak yang menyatakan suka dan mengaku cinta padanya, tapi Rahma selalu membuat endingnya hanya sekedar teman.

"Benarkah?" Anggara menoleh, ada senyum tipis yang terlukis di bibirnya.

"Dia terlihat care sekali, sangat melindungi" Anggara kembali mengomentari foto itu,

"Siapa?" Rahma pun penasaran, dia berjalan mendekat ke arah Anggara yang bersebrangan dengan dirinya terhalang tempat tidur.

Rahma meraih foto yang ada di tangan Anggara, dia pun menatap lekat setiap wajah difoto itu. Deg....tiba-tiba dadanya berdebar, saat melihat seseorang yang Anggara maksud sangat mirip dengan seseorang. Rahma sungguh baru menyadari keberadaan orang itu difotonya. Mereka

Kegiatan Reuni yang didatangi Rahma waktu itu diikuti oleh lima sepuluh angkatan. Setelah reuni selesai, anak-anak OSIS di almamaternya itu meminta waktu untuk semua alumni yang pernah menjadi pengurus OSIS saat bersekolah untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan mereka. Sepakat, semuanya setuju pertemuan akan diadakan di luar sekolah tepatnya di curug orok.

Rahma menatap lekat laki-laki yang ada disampingnya, yang membentangkan jaketnya untuk melindungi Rahma agar tidak kena percikan air terjun itu. Wajahnya tidak asing, Rahma bahkan sangat syok saat mengetahui jika ternyata mereka sudah pernah bertemu sebelumnya, bahkan mereka terikat pada almamater yang sama dan dipertemukan secara khusus karena sesama mantan pengurus OSIS. Rahma merutuki dirinya kenapa batu menyadari dengan keberadaan orang itu difoto yang beberapa bulan ini terpajang di dinding kamarnya.

"Ternyata kami memang pernah bertemu dan ternyata begitu dekat, pantas saja dia bilang sudah lama mengenalku dan menyukaiku ternyata kita satu almamater, Pratama Ardhan"

Terpopuler

Comments

Aabece

Aabece

bukannya satu smp? itu foto sma. betul ridho istri ada di suami. tapi ada di sighat taklik, kalo istri disakiti lahir batin, nggak ridho, bayar iwad, jatuh talak satu. jadi risma ridho ya diperlakukan seenaknya sama anggara. yaodah...boleeeh 😁

2023-08-10

1

Yanti Daryanti

Yanti Daryanti

jangan melow melow lah buat pemeran utamanya... yang hapy

2023-06-25

1

lihat semua
Episodes
1 Pertemuan Pertama
2 Akad
3 Kesepakatan
4 Suamiku Pulang
5 Pengakuan
6 Pratama Ardhan
7 Di Depan Mata
8 Ternyata Kita Dekat
9 Permintaan Anggara
10 Dilema
11 Pernikahan Maya
12 Nasehat Sahabat
13 Hari Pertama Kembali Ke Sekolah
14 Kisah di Sekolah
15 Jam Tangan
16 Abaikan Suara-Suara Sumbang
17 Setitik Harapan
18 Pertemuan
19 Pujian Untuk Rahma
20 Permintaan Maaf
21 Menyerah
22 POV Anggara
23 Bertanya-Tanya
24 Pengakuan
25 Mulai Terbiasa
26 Permintaan Mama Mertua
27 Kebesaran Hati Rahma
28 Keputusan Tama
29 Kasih Tak Sampai
30 Move On?
31 Rumah Mertua Indah
32 Kebersamaan Keluarga
33 Berubah
34 Menerka
35 Kehidupan Baru
36 Inikah Waktunya?
37 Pengakuan
38 Pengakuan (2)
39 Rahma Sakit
40 Kehadiran Sahabat
41 Kehadiran Sahabat (2)
42 Keputusan Rahma
43 Orang Tua Tama
44 Kabar Rahma
45 Kehadiran Sang Adik
46 Acara Syukuran
47 Acara Syukuran 2
48 Adikku Sudah Besar
49 Berita Duka
50 Duka Keluarga Rahma
51 Duka Keluarga Rahma (2)
52 Saling Menguatkan
53 Duka Itu Belum Berakhir.
54 Mengambil Keputusan
55 Malam Terakhir
56 Menuju Hidup Baru
57 Pengakuan Rahma
58 Permintaan Anggara
59 Curahan Hati
60 Hidup Baru
61 Bertemu Kembali
62 Bertemu Kembali (2)
63 Athaya
64 Kabar Pernikahan
65 Bunda
66 Pernikahan Regy dan Lisna
67 Fakta Mengejutkan
68 Kepanikan Rahma
69 Indahnya Kebersamaan
70 Bermalam di Garut
71 Bermalam di Garut (2)
72 Malam Indah Bersamamu
73 Olah Raga Jantung
74 Memulai dari Adik Ipar
75 Tidak Tahan
76 Rahasia Kita
77 Malam di Papandayan
78 Percakapan Dua Sahabat
79 Senja di Sayang Heulang
80 Assalamu'alaikum Bunda
81 Menyingkirkan Kerikil
82 Kedatangan Anggara
83 Ungkapan Cinta
84 Trauma
85 Memaksimalkan Ikhtiyar
86 Support System
87 Hanya Tuhan Yang Tahu
88 Keresahan Tama
89 Penampilan Athaya
90 Menanti Jawaban
91 Jawaban Rahma
92 Saling Terbuka
93 Pertemuan Keluarga (1)
94 Pertemuan Keluarga (2)
95 Keresahan Tama
96 Gagal Faham
97 Tangisan Tama
98 Rindu
99 Saling Memantaskan
100 Kebersamaan dengan Camer
101 Gangguan Sang Mantan
102 Cemburu
103 Serba-Serbi Menjelang Pernikahan
104 Serba-Serbi Menjelang Pernikahan (2)
105 Usaha Anggara
106 Pengajian Menjelang Pernikahan
107 Pernikahan Rahma dan Tama
108 Pernikahan Rahma dan Tama (2)
109 Penyesalan
110 Penyesalan (2)
111 Resepsi
112 Gas Tipis-Tipis
113 Pemanasan
114 Menunggu
115 Kabar Pasti
116 Malam Panjang
117 Permintaan Athaya
118 Pesta Kejutan
119 Pesta Kejutan (2)
120 Kamu adalah Sumber Bahagiaku
121 Kedatangan Tamu
122 Tamu Tak Diundang
123 Kekhawatiran Tama
124 Panik
125 Tamu Tak Diundang
126 Pengakuan
127 Permohonan Friska
128 Menemui Anggara
129 Do'a Athaya
130 Permintaan Maaf Anggara
131 Kebersamaan Athaya dan Anggara
132 Ikhlas Itu Indah
133 Mensupport Anggara
134 The Power Of Connection
135 Akhir Kisah
136 Spoiler Novel Baru
Episodes

Updated 136 Episodes

1
Pertemuan Pertama
2
Akad
3
Kesepakatan
4
Suamiku Pulang
5
Pengakuan
6
Pratama Ardhan
7
Di Depan Mata
8
Ternyata Kita Dekat
9
Permintaan Anggara
10
Dilema
11
Pernikahan Maya
12
Nasehat Sahabat
13
Hari Pertama Kembali Ke Sekolah
14
Kisah di Sekolah
15
Jam Tangan
16
Abaikan Suara-Suara Sumbang
17
Setitik Harapan
18
Pertemuan
19
Pujian Untuk Rahma
20
Permintaan Maaf
21
Menyerah
22
POV Anggara
23
Bertanya-Tanya
24
Pengakuan
25
Mulai Terbiasa
26
Permintaan Mama Mertua
27
Kebesaran Hati Rahma
28
Keputusan Tama
29
Kasih Tak Sampai
30
Move On?
31
Rumah Mertua Indah
32
Kebersamaan Keluarga
33
Berubah
34
Menerka
35
Kehidupan Baru
36
Inikah Waktunya?
37
Pengakuan
38
Pengakuan (2)
39
Rahma Sakit
40
Kehadiran Sahabat
41
Kehadiran Sahabat (2)
42
Keputusan Rahma
43
Orang Tua Tama
44
Kabar Rahma
45
Kehadiran Sang Adik
46
Acara Syukuran
47
Acara Syukuran 2
48
Adikku Sudah Besar
49
Berita Duka
50
Duka Keluarga Rahma
51
Duka Keluarga Rahma (2)
52
Saling Menguatkan
53
Duka Itu Belum Berakhir.
54
Mengambil Keputusan
55
Malam Terakhir
56
Menuju Hidup Baru
57
Pengakuan Rahma
58
Permintaan Anggara
59
Curahan Hati
60
Hidup Baru
61
Bertemu Kembali
62
Bertemu Kembali (2)
63
Athaya
64
Kabar Pernikahan
65
Bunda
66
Pernikahan Regy dan Lisna
67
Fakta Mengejutkan
68
Kepanikan Rahma
69
Indahnya Kebersamaan
70
Bermalam di Garut
71
Bermalam di Garut (2)
72
Malam Indah Bersamamu
73
Olah Raga Jantung
74
Memulai dari Adik Ipar
75
Tidak Tahan
76
Rahasia Kita
77
Malam di Papandayan
78
Percakapan Dua Sahabat
79
Senja di Sayang Heulang
80
Assalamu'alaikum Bunda
81
Menyingkirkan Kerikil
82
Kedatangan Anggara
83
Ungkapan Cinta
84
Trauma
85
Memaksimalkan Ikhtiyar
86
Support System
87
Hanya Tuhan Yang Tahu
88
Keresahan Tama
89
Penampilan Athaya
90
Menanti Jawaban
91
Jawaban Rahma
92
Saling Terbuka
93
Pertemuan Keluarga (1)
94
Pertemuan Keluarga (2)
95
Keresahan Tama
96
Gagal Faham
97
Tangisan Tama
98
Rindu
99
Saling Memantaskan
100
Kebersamaan dengan Camer
101
Gangguan Sang Mantan
102
Cemburu
103
Serba-Serbi Menjelang Pernikahan
104
Serba-Serbi Menjelang Pernikahan (2)
105
Usaha Anggara
106
Pengajian Menjelang Pernikahan
107
Pernikahan Rahma dan Tama
108
Pernikahan Rahma dan Tama (2)
109
Penyesalan
110
Penyesalan (2)
111
Resepsi
112
Gas Tipis-Tipis
113
Pemanasan
114
Menunggu
115
Kabar Pasti
116
Malam Panjang
117
Permintaan Athaya
118
Pesta Kejutan
119
Pesta Kejutan (2)
120
Kamu adalah Sumber Bahagiaku
121
Kedatangan Tamu
122
Tamu Tak Diundang
123
Kekhawatiran Tama
124
Panik
125
Tamu Tak Diundang
126
Pengakuan
127
Permohonan Friska
128
Menemui Anggara
129
Do'a Athaya
130
Permintaan Maaf Anggara
131
Kebersamaan Athaya dan Anggara
132
Ikhlas Itu Indah
133
Mensupport Anggara
134
The Power Of Connection
135
Akhir Kisah
136
Spoiler Novel Baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!