Berdiam diri di dalam kamar hingga hari sudah berganti gelap. Sepulangnya dari sekolah dan mendapati sang suami tengah bercumbu dengan kekasihnya di rumahnya sendiri membuat Rahma sangat geram. Walau pun belum ada cinta di hatinya, tapi Rahma merasa terluka. Menurutnya Anggara sangat keterlaluan membawa kekasihnya ke rumahnya dan tanpa malu melakukan hal yang menjijikan menurut Rahma, bahkan dirinya yang sudah berstatus menikah pun belum pernah melakukannya.
Menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur, menatap langit-langit kamar yang setiap malam menjadi objek tatapannya. Pikirannya menerawang jauh, menapaki setiap perjalanan hidupnya hingga kini dia berada di fase ini.
Rahma enggan keluar dari kamarnya, di memilih mengistirahatkan diri dan jiwanya dari semua hal yang terjadi hari ini. Hari yang cukup berat buat Rahma, tidak hanya fisik yang lelah karena kegiatan sekolah yang padat tapi hati dan pikirannya jauh lebih lelah. Menerima pengakuan cinta seseorang dan di saat bersamaan mendapati sang suami yang tengah bersama kekasihnya di rumah tempatnya tinggal.
Rahma mengerjapkan matanya, dia mengumpulkan kesadarannya setelah cukup lama tertidur. Dari kaca jendela kamarnya terlihat hari telah berganti menjadi gelap. Rahma meraih ponsel yang terus bergetar di tas selempang yang masih berada di bahunya.
Lima panggilan tak terjawab dari nomor yang dia beri nama kontak Ibuku. Rahma menarik nafasnya dalam, menghilangkan rasa sesak yang kembali hadir saat teringat peristiwa tadi siang. Mengingat sang ibu, entah apa yang akan terjadi jika dia tahu keadaan rumah tangga yang dijalani putrinya, pastinya dia akan sangat sedih.
Rahma terhenyak saat mendapati rok bagian belakangnya terasa basah, bahkan seprai tempat tidur yang berwarna biru muda pun kini terdapat noda merah, rupanya dia datang bulan. Rahma memilih membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum kembali menghubungi sang ibu. Ibunya pasti akan membahas tentang persiapan pernikahan adiknya, Maya.
Selesai membersihkan diri dan merasa lebih segar, kini giliran perutnya yang meminta haknya. Rahma ragu untuk membuka pintu kamarnya dan keluar, takut jika suami dan kekasihnya masih ada di rumahnya.
Baru saja Rahma akan membuka pintu, tangannya sudah memegang handle pintu kamarnya untuk keluar dari kamar setelah mengingat dan menimbang akhirnya dia memutuskan untuk menghadapi dengan tegar apapun yang akan dihadapinya nanti. Namun, deringan ponsel kembali menghentikan gerakannya, dia lupa jika akan kembali menghubungi sang ibu dan membuat ibunya kembali menghubunginya.
"Assalamu'alaikum, Bu...maaf teteh keti...." sapaan Rahma yang sekaligus akan menjelaskan alasannya tidak kunjung mengangkat telepon terjeda.
"Wa'alaikumsalam, ari teteh kemana aja? dari tadi ditelepon gak diangkat wae, ibu jadi khawatir. Sudah selesai acara di sekolahnya? ini kan sudah malam, cepat pulang kasihan nak Anggara dari tadi nungguin. Teteh langsung ke sini aja ya" sang ibu langsung mencercanya dengan pertanyaan dan informasi yang membuatnya bingung sekaligus terkejut saat panggilan mereka terhubung.
"Ma.....maksud ibu apa?" tanyanya terbata, Rahma belum bisa mencerna informasi apapun dari obrolan sang ibu.
"Ini, nak Anggara sudah di rumah ibu. Dia bilang teteh ada acara di sekolah, karena di rumah gak ada siapa-siapa dia jadi main ke sini. Teteh sudah selesai kan di sekolahnya? Yusuf bilang pas lewat katanya sekolah teteh udah sepi" sontak penjelasan sang ibu membuatnya membulatkan mata, geleng-geleng kepala dengan kelakuan suaminya.
Kini dia faham maksud pembicaraan ibu, ini pasti strategi yang dilakukan suaminya agar tetap terlihat keren di mata keluarganya. Selama ini keluarga Rahma selalu membanggakan suaminya yang seorang polisi itu, tanpa tahu jika di antara kami sejak akad terucap sudah perjanjian tidak tertulis yang seolah membelengguku dengan akadnya.
"Iya Bu, teteh segera ke rumah ibu" akhirnya jawab Rahma pasrah, dia pun bergegas mengambil jaket dan tas selempangnya.
Keluar dari kamar, matanya langsung tertuju pada sofa yang berada di ruang tengah. Pintu kamar Rahma langsung menuju ruang itu. Sekelebat bayangan adegan yang tadi siang dilihatnya kembali membayangi, Rahma bahkan menggeleng-gelengkan kepala untuk menghilangkan bayangan itu. Hatinya teriris, sebagai wanita dan sebagai seorang istri Rahma merasa harga dirinya sudah sangat terkoyak.
"Huhh" hembusan nafas kasar Rahma menghentikan lamunannya, dia kembali ke kamar dan mengambil sebuah seprai dari dalam lemari. Menutup single sofa itu dengan kain seprai tak ingin bayangan menyebalkan itu terus menghantuinya saat kembali melihat sofa itu.
Dua puluh menit waktu yang dibutuhkan Rahma untuk sampai di rumah ibunya. Rahma memarkirkan motor tepat di samping mobil suaminya. Menarik nafasnya panjang sebelum memasuki rumah, entah apa yang dilakukan suaminya kini dan apa yang harus dilakukannya, Rahma masih bingung.
"Assalamu'alikum" ucapan salam menjadi sapaan wajib saat membuka pintu dan memasuki rumah, Rahma memasuki rumah orang tuanya melalui pintu samping, pintu yang terhubung langsung dengan ruang tengah yang biasa dijadikan ruang keluarga.
"Wa'alaikumsalam" serempak semua orang menjawab salam Rahma, bersamaan menoleh ke arah Rahma yang mematung diambang pintu melihat semua orang tengah berkumpul di ruangan itu, lengkap. Bahkan kakak laki-lakinya dan keluarganya pin turut serta berada di sana setelah sekian bulan mereka tidak berjumpa karena jarak yang memisahkan.
Binar bahagia terpancar di mata Rahma, menandakan betapa dia merindukan kakaknya itu.
"A Budi, kapan datang?" tatapan Rahma langsung terfokus pada kakaknya, beralih pada sang ayah yang dan semua orang yang sedang duduk melingkar di atas karpet mengelilingi hidangan makan malam.
"Teteh, lama banget. Pulang dulu ya? udah wangi ih" Maya yang pertama kali menyapa dan menghampirinya, dia meraih tangan kanan Rahma untuk mencium tangannya.
"Hah? iya teteh dari rumah" jawabnya Rahma sambil berpelukan dengan sang adik. Melangkah menuju sang ayah yang duduk berdekatan dengan kakak dan suaminya, juga yusuf sang adik.
Rahma menyalami sang ayah, kemudian menyalami kakak laki-lakinya dan saling berpelukan melepas rindu berbulan-bulan tidak berjumpa. Terakhir mereka bertemu tujuh bulan yang lalu saat idul fitri, bahkan Budi tidak hadir saat pernikahan adiknya itu.
Ada sesuatu yang menghangat di pelupuk matanya ketika dirinya berpelukan dengan sang kakak, dia segera menyeka ujung matanya tatkala pelukan mereka terurai. Tak ingin semua kesedihannya terlihat jelas oleh sang kakak, sejak dulu bagi Rahma Budi adalah pelindungnya, selalu menjaga dan memastikan dirinya selalu baik-baik saja. Budi seolah bisa membaca yang terjadi pada Rahma hanya dengan melihat bahasa tubuhnya. Rahma pun berusaha bersikap sewajarnya, agar tak terlihat keadaan dirinya yang sebenarnya.
"Lho...kenapa nangis" Budi mengusap kepala Rahma yang berbalut hijab, menatap lekat wajah adik kesayangannya. Sejujurnya dia pun merasa jika ikatan batin dirinya dengan Rahma melebihi dengan dua adiknya yang lain, entah mungkin karena usia mereka yang terpaut cukup dekat. Budi dan Rahma selalu berangkat sekolah bersama.
"Kangen Aa" jawab Rahma sambil terus mengusap pipi karena matanya tak tertahankan.
"Aa juga kangen, sekarang kan sudah ketemu" balas Budi dengan kembali mengusap kepala Rahma penuh kasih.
Rahma pun beralih menyalami kakak iparnya, mereka berpelukan penuh haru. Rahma tahu jika perjalanan cinta Budi pun tidak semulus yang diperkirakan orang. Budi tidak mudah untuk jatuh cinta, dia pernah mengalami patah hati yang dalam karena ditinggal menikah oleh kekasihnya dan betapa beruntungnya Budi mendapatkan perempuan yang penuh pengertian dan menerima dirinya dengan segala kekurangannya, dia seorang psikolog dengan penuh kasih dan kesabaran membersamai Budi mengobati luka hatinya, sang istri begitu hangat dan dewasa, membantunya keluar dari masa-masa tersulitnya, dia sangat menyayangi dirinya dan keluarganya hingga kini merekapun sudah dikaruniai dua anak perempuan yang lucu dan cantik.
"Teteh, makasih ya selalu jagain Aa dan bikin Aa bahagia" bisik Rahma di telinga kakak iparnya saat mereka berpelukan.
"Selalu, teteh akan selalu berusaha membuat Aa bahagia" balasnya menenangkan, dia pun mengusap punggung Rahma yang memeluknya erat. Merasakan jika Rahma tengah mengalami sesuatu namun enggan untuk diucapkan tapi untuk kakak iparnya yang seorang psikolog dia faham bahasa tubuh Rahma seolah berbicara.
"Mas" Rahma pun menyalami Anggara, dia hanya mengulurkan tangan tanpa menatap suaminya itu.
"Ibu dimana?" tanya Rahma mengalihkan keharuannya
"Ini ibu" suara sang ibu terdengar bersamaan dengan kemunculannya dari arah dapur, membawa dua piring berisi makanan kesukaan anak-anaknya di tangannya yang siap disantap sebagai hidangan makan malam bersama.
Makan malam keluarga pun berlangsung dengan penuh kehangatan, ada binar bahagia di mata kedua orang tua Rahma. Kebahagiaan tak terhingga untuk orang tua adalah ketika melihat anak-anaknya tumbuh dengan baik dan saling menyayangi, menemukan kebahagiaannya masing-masing yang menular pada seluruh anggota keluarga lainnya.
Momen berkumpul keluarga yang sangat langka ini tidaklah disia-siakan, obrolan mereka pun berlanjut pada rencana pernikahan Maya. Ibu terlihat bersemangat membicarakan rencana acara pernikahan anak ketiganya itu, semua orang pun mendukung. Walau pun berbeda dengan pernikahan Rahma yang mendadak dan sederhana tapi itu tidak membuat Rahma iri, dia pun antusias memberi ide dan masukan untuk kelancaran acara sakral sang adik.
"Teh, nginep saja di sini. Kasihan Nak Angga, ini sudah malam dia pasti lelah kalau harus pulang" ibu memberi usul pada Rahma saat putrinya itu mengatakan jika dia akan pulang.
"Enggak Bu, Mas Anggara..." ucapan Rahma terhenti saat tiba-tiba Anggara datang ke dapur dan memegangi bahunya.
"Kami akan menginap di sini Bu" sela Anggara dengan tetap memegang bahu Rahma dari belakang yang sedang duduk di kursi.
"Hah?" Rahma pun menolah,
"Yakin Mas?" tanyanya memastikan,
"Iya sayang, lagian sejak.awal menikah kita kan belum pernah menginap di sini" jawabnya manis, dia mengusap kepala Rahma saat mengatakannya, terlihat romantis dan penuh cinta. Ibu tersenyum bahagia melihat pemandangan itu.
"Baiklah" jawab Rahma acuh, Anggara pun pamit untuk kembali ke depan setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, secangkir teh hijau buatan Rahma.
'Hebat akting kamu, Mas', gumam Rahma dalam hatinya,
"Teteh kudu banyak bersyukur mendapat suami yang baik seperti Nak Anggara, Alhamdulillah dia terlihat sangat menyayangi teteh, tidak marah saat pulang teteh malah sibuk di sekolah. Ibu senang akhirnya satu persatu anak-anak ibu menemukan kebahagiaannya. Mulai sekarang teteh harus lebih mengutamakan suami, walau bagaimanapun kewajiban nomor satu teteh sekarang adalah itu. Untuk seorang perempuan yang sudah bersuami, ridho suami adalah segalanya, jangan lupa minta izin dengan benar kalau mau pergi. Kalau diizinkan baru teteh pergi kalau tidak, teteh harus lebih mengutamakan keinginan suami. Karena ridho suami adalah kunci keberkahan hidup kita, Teh"
Ibu terus memberi nasehat pada Rahma. Saat ini Ibu dan Rahma sedang di dapur membereskan bekas makan malam, Rahma membantu mencuci piring sementara ibu merapikan sisa lauk dan memasukkannya ke dalam lemari makanan. Maya dan kakak iparnya sedang menemani dua keponakannya bermain, sementara Bapak, Budi, Yusuf dan Anggara sedang terlibat obrolan seputar pekerjaan mereka. Dia hanya diam mendengarkan semua yang dikatakan sang ibu tanpa menyela sedikit pun.
"Sayang aku ngantuk" tiba-tiba Anggara kembali ke dapur, dia berdiri diambang pintu menatap istrinya penuh arti.
Rahma menoleh, pandangan mereka bertemu, namun segera Rahma berpaling. Sejujurnya melihat Anggara saat ini kembali mengingatkan dirinya pada peristiwa tadi siang, dengan mata kepalanya sendiri dia melihat Anggara begitu menikmati apa yang dilakukannya.
"Euleuh, nak Anggara sudah ngantuk. Teteh, cepat ajak suamimu ke kamar. Kamarnya sudah ibu siapkan sejak tadi sore, seprai juga udah diganti. Biarin itu mah nanti ibu yang lanjutin" di saat bersamaan Maya pun datang,
"Teh, biar aku yang lanjutin. Teteh mah istirahat aja sama A Anggara" sahut Maya yang sempat mendengar sang ibu berbicara,
Tidak bisa menolak, Rahma pun mencuci tangannya dan segera berjalan menuju kamarnya tanpa bicara diikuti Anggara di belakangnya.
"Silahkan, selamat istirahat" Rahma membentangkan selimut di atas kasurnya. Kamar sederhana yang tampak rapi dan nyaman, lagi-lagi ada kekaguman di hati Anggara saat melihat foto-foto Rahma yang terpajang di dinding kamarnya. Foto-foto yang menggambarkan bagaimana Rahma bermetamorfosa dengan berbagai prestasi hingga tumbuh menjadi gadis yang luar biasa.
"Ini teman-teman kamu saat kuliah?" Anggara menunjuk satu foto yang berlatar air terjun. Foto bersama saat Rahma mengikuti reuni SMAnya, mereka bermain ke curug orok, salah satu destinasi wisata yang ada di kawasan Cikandang Garut setelah acara reuni selesai.
"Bukan itu teman-teman SMA" jawab Rahma apa adanya,
"Ouh, acara reuni ya?" Anggara mengambil foto yang dicetak ukuran 10R itu, tatapannya tertuju pada setiap wajah difoto itu. Namun sebenarnya tatapan Anggara lebih terfokus pada Rahma yang duduk di atas sebuah batu besar dan di sampingnya terlihat seorang laki-laki yang justru matanya tidak tertuju pada lensa kamera, tetapi pada Rahma. Bahkan dia membentangkan jaketnya untuk melindungi Rahma dari percikan air terjun.
"Ini mantan kamu?" tanya Anggara menunjuk pada orang di foto yang sejak tadi menyita perhatiannya,
"Hah?" Rahma mengernyit mendengar pertanyaan Anggara,
"Aku belum pernah pacaran, jadi aku tidak punya mantan" jawab Rahma mantap, dirinya memang belum pernah berpacaran walaupun sejak dulu banyak yang menyatakan suka dan mengaku cinta padanya, tapi Rahma selalu membuat endingnya hanya sekedar teman.
"Benarkah?" Anggara menoleh, ada senyum tipis yang terlukis di bibirnya.
"Dia terlihat care sekali, sangat melindungi" Anggara kembali mengomentari foto itu,
"Siapa?" Rahma pun penasaran, dia berjalan mendekat ke arah Anggara yang bersebrangan dengan dirinya terhalang tempat tidur.
Rahma meraih foto yang ada di tangan Anggara, dia pun menatap lekat setiap wajah difoto itu. Deg....tiba-tiba dadanya berdebar, saat melihat seseorang yang Anggara maksud sangat mirip dengan seseorang. Rahma sungguh baru menyadari keberadaan orang itu difotonya. Mereka
Kegiatan Reuni yang didatangi Rahma waktu itu diikuti oleh lima sepuluh angkatan. Setelah reuni selesai, anak-anak OSIS di almamaternya itu meminta waktu untuk semua alumni yang pernah menjadi pengurus OSIS saat bersekolah untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan mereka. Sepakat, semuanya setuju pertemuan akan diadakan di luar sekolah tepatnya di curug orok.
Rahma menatap lekat laki-laki yang ada disampingnya, yang membentangkan jaketnya untuk melindungi Rahma agar tidak kena percikan air terjun itu. Wajahnya tidak asing, Rahma bahkan sangat syok saat mengetahui jika ternyata mereka sudah pernah bertemu sebelumnya, bahkan mereka terikat pada almamater yang sama dan dipertemukan secara khusus karena sesama mantan pengurus OSIS. Rahma merutuki dirinya kenapa batu menyadari dengan keberadaan orang itu difoto yang beberapa bulan ini terpajang di dinding kamarnya.
"Ternyata kami memang pernah bertemu dan ternyata begitu dekat, pantas saja dia bilang sudah lama mengenalku dan menyukaiku ternyata kita satu almamater, Pratama Ardhan"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 136 Episodes
Comments
Aabece
bukannya satu smp? itu foto sma. betul ridho istri ada di suami. tapi ada di sighat taklik, kalo istri disakiti lahir batin, nggak ridho, bayar iwad, jatuh talak satu. jadi risma ridho ya diperlakukan seenaknya sama anggara. yaodah...boleeeh 😁
2023-08-10
1
Yanti Daryanti
jangan melow melow lah buat pemeran utamanya... yang hapy
2023-06-25
1