"Mbak Susan, bos udah ada di ruangannya," tanya Rania pagi itu ketika tiba di kantor.
"Udah....," balas Susan tanpa menoleh. Tangannya masih sibuk di depan laptop.
"Mbak Susan ada yang mau di serahin ke bos nggak," tanya Nia lagi.
"Ada, tapi ntar siang si bos nya butuh, masih di riview,"
"Nia titip mbak Susan aja," pinta Rania lagi
"Nitip apaan....,"
"Ini loh mau jelasin berkas sumbangan dan donasi kemarin," jawab Rania.
"Bukannya lebih baik kamu menjelaskan sendiri. Karena lebih enak jadinya, kamu yang mengerjakan, kamu yang menjelaskan," ujar Susan akhirnya.
Rania diam.
Dalam hati dia menyetujui semua omongan mbak Susan. Tapi Rania nggak enak kalau berhadapan langsung dengan bosnya itu. Karena Rania merasa bos nya itu agak sedikit berbeda. Dia sering memanggil Rania untuk hal-hal yang menurut Rania kadang nggak relevan. Tapi Rania juga tidak bisa menyimpulkan dugaannya, karena nanti dia malah dikira baper.
"Kenapa....," Susan berhenti mengetik dan memandang ke arah Rania.
Rania terdiam tidak berani menjelaskan.
"Sepertinya memamg si bos menaruh hati padamu," ujar Susan akhirnya setelah tidak mendapatkan jawaban dari Rania.
Rania masih memandang mbak Susan ragu.
"Udah nggak usah cerita kalau ragu," senyum Susan sambil melanjutkan pekerjaannya kembali.
"Mbak Susan kenapa menyimpulkan seperti itu," tanya Rania hati-hati.
"Mbak ini udah lebih dewasa dari kamu. Sebelum bertunangan mbak juga merasakan beberapa kali jatuh cinta. Mbak bisa melihat gelagat si bos," jelas Susan kembali memandang Rania.
"Tapi kan nggak mungkin mbak. Si bos itu udah keren, ganteng, tajir, sukses pula. Wanita manapun, bahkan sekelas selebriti bisa dia dapatkan," tolak Rania.
"Nia.....nia....cinta itu buta tahu. Dia tidak akan memandang kita siapa, dia siapa, kita apa, dia apa. Jatuh cinta.....yah, jatuh cinta aja," jelas Susan kembali.
Rania terdiam, entah apa yang bergelombang di fikirannya.
"Apa semua karena ustad idolamu itu," tanya Susan penasaran.
"Apa Nia bisa menjelaskan kenapa bisa menyukai si ustad. Bahkan hingga detik ini masih mengharap cintanya," tebak Susan kembali.
"Karena jatuh cinta memang tidak perlu dijelaskan. Karena mencintai itu masalah ini," Susan menunjuk hatinya.
"Bang Fakhri itu adalah awan bagiku, begitu indah dan ingin selalu kusentuh. Sedangkan aku baginya adalah senja, hanya sebatas ada dan menarik namun tak pernah bisa membuatmu melirik," ujar Rania sendu hampir tidak terdengar
"Wuihh ini anak kata-katanya, keren tapi pesimis," ejek mbak Susan
"Trus si bos ibarat apa?" tanyanya kembali menyelidik
"Karena aku adalah senja, yang menunjukkan bahwa si bos, adalah tentang cinta yang tak mungkin bisa di raih," ucap Rania kembali." Rania menatap Susan kembali.
"Daripada terus memendam cinta dalam diam, mencintai awan yang tidak mungkin di raih. Kenapa tidak mencintai senja, dia memang pergi, tapi dengan setia pasti akan kembali," nasehat mbak Susan dalam.
"Nia pasti mengerti. Cobalah membuka hati untuk seseorang yang jelas-jelas mencintai, ketimbang menutup diri demi cinta yang tidak mungkin dimiliki," ujarnya lagi tanpa menyebutkan nama.
Rania menatap mbak Susan. Lidahnya terasa kelu. Semua yang dikatakan mbak Susan terasa menancap di ulu hatinya. Bertahun-tahun Rania setia pada satu nama, pada cinta yang bahkan tidak jelas ujungnya. Apakah sudah saatnya membuka hati, untuk seseorang yang mungkin saja bisa memberikan pelangi. Menabur warna-warni indah akan rasa cinta yang bahagia. Rania masih terus bertanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Al Maulana
kata2nya kereeen hbis👍👍
2022-03-01
0
Rinjani
lanjut
2022-01-14
0
Masfufah
kata kata nya itu lhoooo... ohhh
2021-03-15
0