Di kedai yang sama, Wang Yongchun menjadi pusat perhatian sekali lagi. Akan tetapi ia dibicarakan bukan sebagai seorang yang mirip dengan penguasa wilayah timur tengah melainkan sebagai seorang pria yang hampir mencapai tahap nirwana.
Yongchun dipandang sebagai orang hebat. Meski dirinya saat ini sedang asik makan tanpa memperhatikan sekitar.
Brak!
Datang seorang anak muda yang mengambil tempat duduk di sebelah Yongchun. Anak yang sangat bersemangat sampai datang pun harus menggebrak meja.
“Huh, lagi-lagi Yan! Yan! Yan! Bisa tidak, perhatikan aku sekali saja?! Aku merasa lama-lama seperti disingkirkan olehnya. Ugh, membuatku kesal saja!” gerutunya.
“Apa yang membuatmu kesal sampai anak sepertimu merajuk seperti ini? Coba ceritakan kalau kau mau,” sahut Yongchun yang kemudian menyuap makanan terakhirnya.
“Hah? Kau? Ternyata paman yang berhasil menang dari Yan? Tak kusangka aku bertemu denganmu semudah ini.” Anak itu tersentak.
“Iya? Aku ingin makan di sini semenjak pertama kali datang tapi tak kusangka baru kesampaian hari ini juga,” ujar Yongchun.
“Uh, ya. Begitu rupanya. Aku Yun Hei, pengikut Pemimpin Luo. Tetapi Yan itu selalu merebut posisi hati Pemimpin Luo setiap saat. Pemimpin Luo juga tak pernah melirik diriku dan lainnya yang kemampuannya berada di bawah Yan. Walau aku tahu dia adalah anak angkat Pemimpin Luo, tapi tetap saja itu curang,” jelas Yun Hei, tampaknya ia selalu mengerutu setiap kali terpikirkan dengan masalah sensitif seperti ini.
“Iya, jelas saja. Dia anak angkat, 'kan? Anak angkat selalu butuh perhatian pada Ayahnya. Kau bisa cemburu juga rupanya, apakah tidak ada orang tua yang sedang mendampingimu saat ini?” tanya Yongchun.
“Ya, tentu saja ada. Ayah dan Ibuku mendukungku. Yang kumaksud adalah, Pemimpin Luo punya pengikut tapi seperti tidak punya. Tidak pernah sekali pun beliau menatap kami. Yang dia lihat hanyalah si Yan itu,” tuturnya kesal.
Brak!
Seseorang datang dan menggebrak meja lagi. Pria tersebut menggerutu kesal seraya ia mengacak-ngacak rambutnya sendiri.
“Argh! Membuatku kesal. Pemimpin Luo sama tidak punya celah! Lantas bagaimana aku harus membunuhnya? Benar-benar bikin kesal saja.”
Namun tampaknya ada sedikit perbedaan dari pria itu dan Yun Hei. Yun Hei hanya butuh perhatian dari orang yang ia ikuti lalu pria ini mengatakan, "Bagaimana aku harus membunuhnya?", tertuju pada Pemimpin Luo. Entah apa masalah yang terjadi.
“Kalau dipikir-pikir Yun Hei dan pria yang barusan datang selalu menggebrak meja setiap kali. Apakah mungkin saat pertama kali aku ke sini, orang yang memukul meja juga bagian dari pengikut Luo? Hah, tampaknya masalah mereka sedikit rumit, ya.”
“Psstt ...pelankan suaramu, paman. Ada banyak orang di sini. Bagaimana kalau kita ketahuan. Bisa-bisa kepala kita menjadi taruhan,” bisik Yun Hei yang terdengar oleh Yongchun.
“Dan sekarang apa? Yun Hei sepertinya juga terlibat. Apakah mereka berencana untuk membunuh Luo? Kalau begitu pasti menarik.” Yongchun tersenyum seraya ia meneguk segelas airnya.
Yongchun mendekat pada mereka setelah ia menghabiskan airnya.
“Yun Hei, apakah kau segitunya ingin mendapat perhatian dari orang itu? Jika iya, maka kau harus berlatih lebih keras dari si bocah Luo itu. Suatu saat nanti, pasti kau akan melampauinya dan Pemimpin Luo juga akan menaruh harapannya padamu.”
Tiba-tiba Yun Hei menjadi tertarik dengan apa yang dibicarakan oleh Yongchun.
“Apa? Berlatih lebih keras, caranya? Aku 'kan sudah mati-matian berlatih. Apa kau bercanda?” pikir Yun Hei.
Yongchun menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Aku hanya memberi saran ini padamu saja. Kalau kau selalu dikalahkan oleh seseorang maka itu artinya kau lemah dalam fisik dan juga mental. Maka dari itu kau harus merubah dirimu menjadi lebih kuat,” jelas Yongchun memberi nasehat.
Tatapan Yun Hei menunduk lemah. Selama ini ia telah mati-matian berlatih lebih keras, meski sudah hampir mencapai dengan tahap yang sama dengan Luo Yan, dirinya tak pernah sekalipun dilirik oleh Pemimpin Luo. Sikapnya acuh tak acuh, jadi Yun Hei tidak termotivasi sama sekali.
Kacau.
“Dulu, aku juga pernah bersaing dengan temanku. Aku berebut perhatian guruku dengannya sampai-sampai masuk ke dalam sumur. Aku tidak begitu ingat kenapa aku menginginkan perhatian dari guruku. Tapi ya, mungkin itulah yang menjadi tantanganku sendiri saat berhadapan dengan teman seperguruan,” ucap Yongchun mulai bercerita.
“Apa kau ingin berkata kalau aku harus begitu? Cih, menyebalkan. Sama sekali bukan caraku,” gerutu Yun Hei, melengos dan tidak merasa tertarik lagi padanya.
“Dulu sekali kalau tidak salah ingat.” Yongchun menghela napasnya. “Aku dan temanku itu saling membunuh sampai dewasa hanya karena seorang guru saja. Dan inilah hasil perbuatannya,” ungkap Yongchun meraba penglihatannya.
Begitu kata, "Membunuh", itu dilontarkan semua para pengikut Luo yang ada di dekat Yun Hei melirik ke arah Yongchun. Seolah mereka mendapatkan motivasi, wajah mereka tak lagi sama seperti saat sebelumnya. Aura membunuh itu terpancar namun mereka berusaha menekannya.
Satu-satunya orang yang dapat melihat kemarahan melalui mata ghaib adalah Yongchun. Ia melihat kemarahan dengan asap mengepul-ngepul di sekeliling.
“Hm, apa mereka mulai tertarik dengan ceritaku?” Tidak terlalu lihat namun saat ini Yongchun menyunggingkan senyum.
***
Keesokan harinya. Di kediaman Pemimpin Luo. Beberapa pengikut yang ikut tinggal di sana dan beberapa yang lain berada di luar kini masuk ke dalam.
Diawali dengan bocah bernama Yun Hei, amarah yang ia keluarkan tidak biasa. Sungut-sungut itu juga merupakan tenaga dalam yang membunuh temannya sendiri.
Pedang yang berlumuran darah. Tatapan tanpa sedikit pun belas kasih, seolah memaki dengan puasnya ia menghela napas setelah semua yang dilakukan selesai.
Yun Hei meninggalkan jasad Luo Yan yang terbaring di ruang peristirahatan. Terdapat juga beberapa jejak pedang, goresan dan hal lainnya di dalam ruangan.
Hal yang sama telah terjadi pada kubu yang membela Pemimpin Luo dan termasuk Pemimpin Luo sendiri. Ditusuk oleh seseorang yang ia percayai namun berhasil bertahan.
“Benar, ini kediamannya bukan?” Yongchun datang karena agaknya ia khawatir dengan keadaan di kediaman Pemimpin Luo.
Melihat pintu gerbang itu terbuka, Yongchun pun dengan mudah menyelinap masuk ke dalam. Berharap ada seseorang yang datang tapi ia hanya disambut oleh lautan darah dari beberapa tumpukan mayat.
“Sepertinya mereka benar-benar gila. Membantai habis-habisan. Tapi ini bukan salahku, ya? Lagipula aku hanya sekadar bercerita saja tentang apa yang terjadi padaku dulu,” gumam Yongchun seraya ia kembali masuk lebih dalam lagi.
Tak disangka, begitu masuk ia melihat Pemimpin Luo merangkak keluar dari kediaman utamanya. Ia terlihat seperti orang yang meminta bantuan dengan mengangkat lengan. Yongchun pun menghampirinya.
“Pemimpin Luo, apa kabar?” tanya Yongchun dengan wajah senang.
“Kau ...kau ya, yang melakukan hal ...ini?!” tuding Pemimpin Luo menunjuk dan menatap geram ke arahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
kenta jaya
/Drowsy/
2024-06-10
0