“Apa-apaan ini?”
Aura menggelegar bagai petir seolah melindungi Yongchun dari dalam dan luar. Aliran tenaga dalam yang sebelumnya tenang berubah menjadi saling berbenturan, terus mengalir keluar dengan deras seolah mengamuk. Kedua mata yang Wang Xian lihat hanyalah kelopak tanpa bola mata. Namun ia merasakan sesuatu di dalamnya.
Semua pendekar termasuk para pemimpin kultus 7 Surgawi seketika itu menyadari keberadaannya yang luar biasa. Yongchun sedikit tersentak, ia mengerutkan kening lalu merebut sehelai kain itu kembali.
“Apa yang kau lakukan, pemimpin Wang? Ini benar-benar tidak sopan,” ketus Yongchun yang kembali menutup penglihatannya.
“Yongchun. Sebelumnya maaf kalau bertindak kurang ajar seperti tadi, tapi jika aku benar apa yang kukatakan ini ...” Wang Xian berdeham. “Apa mungkin kau meluluh lantahkan mereka dengan kedua mata itu?” Wang Xian bertanya.
Namun, sepertinya Yongchun tidak berniat untuk mengatakan hal yang berkaitan dengan kedua matanya yang seharusnya tidak ada. Ia pergi berpamitan lantaran enggan melanjutkan pelajaran dari Wang Xian.
“Sudah kuduga, ada sesuatu yang tidak asing dengan mata itu. Tapi apa, ya? Aku masih belum menerkanya,” pikir Wang Xian membatin.
Entah kenapa perasaan Yongchun menjadi buruk setelah pelajaran yang ia pelajari bersama Wang Xian. Kemudian ia memutuskan pergi dengan bersungut-sungut, Nia yang melihatnya pun segera ia hampiri dan bertanya sesuatu.
“Kakak, apa yang dilakukan orang itu? Dia melukaimu? Aku merasakan kekuatan kakak mengalir lagi,” ujar Nia merasa khawatir.
Mulutnya terdiam, wajah itu menunjukkan masih memendam perasaan amarah yang berkecamuk. Hendak ia lampiaskan pada siapa pun yang kini mendekatinya namun tak mungkin ia lakukan itu pada istrinya sendiri.
Yongchun masih cemberut. Daripada melampiaskan amarah seolah sesuatu baru saja direnggut darinya, ia pun memilih untuk memeluk istri kecilnya, Nia.
“Kak? Apa kakak baik-baik saja? Kakak tidak mungkin terluka juga. Lalu apa paman yang tadi melakukan suatu hal buruk padamu?” tanya Nia seraya ia menepuk-nepuk punggung Yongchun untuk menenangkan.
“Iya. Dia membuka kedua mataku, padahal aku merasa mual kalau tiba-tiba dibuka seperti itu. Kau tahu apa yang aku lihat jika kedua mata ini dibuka, tapi saat ditutup pun masih saja melihat sesuatu yang lebih dari sekadar aura ataupun tenaga dalam. Tapi setidaknya saat ditutup itu tidak separah saat dibuka,” ungkap Yongchun.
“Ternyata begitu. Lagipula kenapa kakak repot-repot mendatangi wilayah ini untuk menyatukan negeri timur? Padahal kakak bisa saja menggulingkan kekuasaan kaisar, tapi kenapa tidak dilakukan?” tanya Nia.
“Ada hal yang ingin aku lakukan di sini. Setidaknya sebelum menggulingkan kekuasaan. Ugh ...” Tiba-tiba Yongchun merasa sakit di bagian kedua matanya itu.
Terlihat Wang Xian menunjukkan kembali batang hidungnya, ia menatap ke arah mereka lalu membiarkannya sebentar. Sementara ia masuk ke dalam rumah.
“Dasar, orang itu bahkan tidak ada niatan untuk minta maaf,” gerutu Nia.
Setelah beberapa saat, Yongchun berniat keluar lagi sebentar. Nia pun mengikuti. Dari kejauhan, Wang Xian tahu apa yang ia lakukan.
“Dia berniat keluar dari sini? Atau nanti dia akan kembali?” Tatapannya penuh akan kecurigaan terhadap seorang seperti Yongchun.
Menilai dari sikap Yongchun yang marah dalam diam, Wang Xian berpikir bahwa Yongchun benar-benar orang yang lembek. Persis seperti perkiraan Kaisar Ming.
***
Keluar dari kediaman pemimpin Wang, Yongchun merasa tenang walau hanya sesaat saja. Semerbak daun dan pepohonan bambu tercium olehnya. Harum dan segar, perasaan berkecamuk itu mulai mereda.
“Kupikir aku akan tetap mengamuk. Tapi beruntung ada kau, Nia dan harumnya pepohonan dari bambu pun membuat hatiku tenang,” tutur Yongchun tersenyum lega.
Nia ikut tersenyum mendengar hal itu. “Aku pun akan takut kalau kakak tiba-tiba mengamuk. Coba saja ada hewan singa itu, pasti dia yang akan menggantikan kakak marah seperti waktu itu,” ucapnya menghibur.
Yongchun tertawa lalu berkata, “Hah, benar-benar ya. Kalau ada dia nanti kediaman pemimpin Wang akan hancur berantakan. Aku jadi tidak tega nanti,” kata Yongchun.
“Oh iya kak. Aku masih bingung kenapa kakak dipanggil Yongchun?” tanya Nia.
“Oh, itu karena aku harus menyembunyikan identitas. Makanya sekarang panggil aku Yongchun saja, Nia. Entah berapa lama harus seperti ini,” jelas Yongchun. Nia mengerti.
Mereka berjalan-jalan di sekitar menikmati suasana hidup di wilayah yang sangat tentram. Tidak lama mereka berjalan di jalanan yang terbentuk, Nia mengajak ke dalam hutan dengan semangat.
“Sepertinya aku tidak bisa membahas soal apa yang dimaksud oleh kakak dengan wanita itu. Tapi aku masih cemburu karena kakak terlihat senang saat bersamanya.” Inilah isi hati dari Nia sebagai istri yang sebenarnya masih terpikirkan sejak tadi.
Istri kedua Yongchun memiliki karakter semangat dan ceria. Karena itulah ia mampu menyembunyikan apa yang hendak ia sembunyikan. Tetapi mengingat dia sangat semangat begitu, pasti lambat laun ia akan mengutarakan semua isi hatinya dengan jujur.
Dari dalam hutan, luas dan sunyi. Hanya ada beberapa serangga yang berkeliaran serta burung-burung yang berterbangan di langit. Dengan pohon yang tumbuh alami itu jauh lebih indah.
“Tanah yang subur.”
Setelah beberapa langkah mereka masuk ke dalam. Terutama Nia yang sibuk dengan kesenangannya sendiri dengan bermain pada tumbuhan-tumbuhan. Ketika hutan kembali sunyi dan hanya terdengar desiran angin menghembus, mereka berdua terdiam.
Merasa bahwa ada seseorang mengawasi. Yang kemudian ia muncul tepat di hadapan mereka. Sosok pria bertopeng dengan rambut panjang berwarna putih. Ia unjuk diri begitu kehadirannya disadari oleh Yongchun dan Nia.
“Kakak kenal dia?” tanya Nia berbisik seraya kembali ke sisi Yongchun.
“Tidak kenal. Dia ...aku tak melihat apa pun. Kosong,” tutur Yongchun.
Kemudian sosok pria bertopeng itu menyeringai. Begitu ia melangkah maju, tiba-tiba saja pria ini melesat cepat seolah angin mendorongnya dengan kuat. Membuat wajah Yongchun tergores sedikit.
“Tidak kusangka ada Mata Dewa di sini.” Suara dari pria jangkung itu terdengar menggema seolah-olah bukan suara miliknya.
Entah Yongchun terluka karena apa, karena yang ia lihat hanyalah pria berdiri di hadapannya tanpa senjata. Ini sungguh aneh, tak mengerti apa yang sebenarnya pria itu inginkan.
Nia berdecak kesal, ia mengayunkan pisau kecil ke arahnya lalu pria tersebut menghindar. Saat Nia hendak maju kembali menyerang, Yongchun menepuk pundak dan berkata untuk menghentikan itu.
Melihat dan mendengar, segera saja pria bertopeng kembali melesat maju. Yongchun menjauhkan Nia darinya dengan mendorong tubuhnya menyamping, lalu sebuah pedang berupa bayangan itu terbentuk di udara.
Pedang bayangan diayunkan dan menggores tubuh bagian depan Yongchun dengan sangat dalam namun di saat yang sama Yongchun telah menarik pedangnya dan melakukan hal yang sama.
“Siapa kau?! Seenaknya saja menganggu kami,” amuk Yongchun, perasaan berkecamuk itu pun kembali lagi. Tampaknya tak bisa dihindari apalagi dihentikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
kenta jaya
hajarr/Sleep/
2024-06-10
0