Di suatu kedai yang tempatnya luas, ramai akan pelanggan yang mengantri menunggu makanan datang. Suatu waktu, terdapat dua orang pendekar tengah berbincang-bincang. Mereka sedang membicarakan seseorang.
“Kau tahu kabar burung yang tersebar, bukan? Dia katanya adalah pria kolot dengan rambut panjang tipis berwarna hitam. Kemudian kedua matanya terikat kain, dia itu buta! Tapi anehnya dia juga menyimpan dua pedangnya,” ucap pria itu antusias sekali menceritakannya. Pria yang disebelahnya pun mengangguk-ngangguk paham.
Tidak lama setelah mereka membicarakan seseorang itu, orangnya datang. Pria dengan segala ciri-ciri yang barusan disebutkan itu datang dan ikut mengantri makanan yang ia pesan.
Dahulu, perang yang terjadi di wilayah timur tengah adalah perang saudara. Suatu pulau yang dikenal sebagai pulau KT, Ketingkatan Pendekar itu diluluh lantahkan oleh pemuda yang bernama Asyura. Dan sekarang pemuda tersebut masih hidup dan dikenal sebagai penguasa wilayah timur tengah yang bengis.
Tak seorang pun tahu wujudnya, tak banyak orang pula yang tahu akan kebenarannya. Namun, kabar burung yang tersebar dari mulut ke mulut pun akhirnya mulai terungkap begitu kedatangan seorang pria yang benar-benar mirip dengan penguasa wilayah timur tengah yang kejam.
“Paman, aku pesan 1 makanan di sini. Dan aku harap itu yang paling enak dari semua yang ada.” Asyura memesan makanan untuknya yang lapar. Kemudian ia berbicara lagi, “Hei, boleh aku tahu di mana aku harus bertemu dengan penguasa wilayah timur laut?” tanya pria itu. Sontak membuat semua orang yang mendengarnya terkejut dalam keheningan.
Semua orang di sana menatap tajam pada satu-satunya pria yang berdiri dan membicarakan tentang penguasa di wilayah itu.
“Tidak mungkin itu adalah dia!” pekik salah seorang pria berjenggot tipis, menggebrak meja dengan keras lalu pergi.
“Tidak, sepertinya kita harus menangkap dia dahulu agar tahu bahwa itu benar atau tidak,” sahut pria yang memakai akalnya.
Begitu ia bicara, semua mata tertuju pada pria itu sekali lagi. Menatap Asyura dengan tajam dan bersiap menangkapnya. Senjata yang mereka pegang pun kini siap untuk diasah kembali.
“Hanya seorang diri? Heh, mana mungkin dia bisa kabur!”
Dan itu benar! Ada puluhan orang di dalam kedai, belum lagi yang ada di luar jika mereka tahu hal ini. Asyura yang sadar jika dirinya telah diincar, ia pun segera melarikan diri dari sana secepat mungkin.
“Ya, ampun. Jangan lagi, memangnya aku sebengis itu? Mau makan saja susahnya minta ampun,” keluhnya dengan mengerutkan kening.
Asyura berlari sekencang mungkin, keluar dari kedai. Puluhan orang mengejarnya sembari mengacungkan pedang di tangan mereka, sorakan juga terdengar seolah-olah perang terjadi.
“Kejar dia!”
Berlari melewati banyak penduduk biasa, menerobos kawasan pasar yang sama ramainya. Di kala, ia berlari dikejar mereka tanpa henti, perutnya keroncongan karena lapar. Karena sebelum ini ia tak sempat makan, terbesit olehnya untuk mengambil satu buah yang dijual di pasar.
“Bi, nanti aku bayar!” ucapnya sambil mencuri buah itu.
Di tengah perjalanan dirinya dikejar, seraya ia memakan buah yang tadi dicuri, tampak ada sebuah pondok kecil yang terlihat sekilas olehnya. Ia memutuskan untuk mengumpat di dalam sana sebentar.
“Tadi dia berlari ke arah sini.”
“Hei, bukankah ini aneh?” tanya seorang pendekar. “Itu, dia 'kan buta. Tapi kenapa bisa berlari sekencang itu tanpa tongkat?” Pertanyaan yang ia lontarkan sungguh logis. bahkan Asyura sedikit tersentak saat mendengarnya.
“Duh, itu ada benarnya. Mana ada orang buta bisa berlari sekencang itu. Tapi ini aku, aku memang buta tapi di satu sisi juga tidak,” batin Asyura. Merasa sudah tak nyaman lagi, ia segera mengendap-ngendap keluar menghindari mereka.
“Hei, ternyata dia di dalam? Kurang ajar sekali!” seru salah seorang pendekar yang memergoki Asyura.
Entah mengapa keberadaan dirinya benar-benar mencolok, Asyura kembali berlari sekuat tenaga karena memang tidak ada keinginan untuk melawan. Banyak dari mereka berpikir bahwa ia lemah setelah perang saudara itu, tapi siapa yang tahu bahwa itu tidak benar?
Berlari mengikuti arus sungai, menyebrangi jembatan kecil yang kemudian ia buat setengah rusak dengan pedangnya. Begitu mereka melewati jalan yang sama dengannya, otomatis jembatan itu akan ambruk dan menceburkan mereka ke sungai.
Namun, masih ada beberapa orang yang gigih mengejar Asyura. Jengkel karena tak bisa beristirahat, begitu matanya melihat ke arah sungai yang sedikit berbeda, tanpa berpikir panjang ia melompat menceburkan dirinya.
Byurrr!
Sesaat gelombang sungai menjadi besar lalu kembali tenang. Orang-orang yang tadi mengejarnya mulai kebingungan.
“Hei, ke mana lagi dia?”
“Mana aku tahu. Mungkin dia ada di sekitar sini? Mana mungkin juga, kalau dia jatuh ke sungai ini? Sungai ini 'kan dalam,” pikirnya.
Samar-samar mendengar mereka pergi, Asyura hendak kembali ke daratan namun tatapannya terfokus pada seorang wanita bergaun panjang tengah tenggelam ke dasar sungai. Asyura berenang ke arahnya dan menarik tubuhnya ke daratan.
“Huh, apa yang dia lakukan di sini? Bermain air sampai jatuh tenggelam?” pikir Asyura. Napasnya terengah-engah lantaran tenaga yang ia pakai untuk selama ini berlari mulai habis.
“Hei, kau! Siapa kau! Berhenti di sana!” seru seorang pria, tampaknya ia adalah pendekar yang punya kuasa dan harta jika dilihat dari pakaian yang ia kenakan.
Saat itu, setelah para pendekar kalangan biasa sudah tidak terlihat, ia justru bertemu dengan orang yang pangkatnya lebih tinggi. Tidak hanya satu, ada dua orang.
Angin mengelilingi mereka, samar-samar dedaunan yang jatuh terpotong seolah ada sesuatu yang menyelimuti diri mereka. Keduanya berparas sedikit lebih tua dari Asyura, menatap tajam dan bersiap menerjang.
“Tunggu, aku tidak begitu! Dia tenggelam bukan karena aku! Jadi, dengarkan!” kata Asyura meninggikan nada suaranya. Ia mulai kelabakan, berdiri menghadap mereka dengan basah kuyup.
“Menjauhlah dari Putri Yu Jie sekarang!” pintanya bernada tinggi.
Keduanya maju dan mengacungkan pedang mereka. Menyerang Asyura yang tengah dilanda kebingungan, secara tak sadar ia menghindar. Mengambil langkah mundur begitu angin dari pedang hendak menggores titik vital di setiap tubuh.
Di dekat sungai ada hutan kecil, namun tak bisa jika ia ke sana. Sebab yang ia khawatirkan bukan karena mereka yang akan mengejar di lapangan terbuka melainkan takut jika suatu waktu ia akan tersesat dan tak tahu jalan pulang.
Karena itulah, Asyura sebisa mungkin menghindarinya dan tetap berada di antara sungai dan hutan. Menghindari setiap gerakan mereka yang selaras dan terkadang menangkisnya kembali.
“Cu ...cukup! Berhenti di sana! Uhuk, uhuk ...” Wanita yang tenggelam itu berbicara dan seketika gerakan dari kedua orang penting itu berhenti.
Lalu mereka menghampirinya. “Putri Yu Jie! Anda tidak apa?” tanya salah satu dari mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
kenta jaya
sipp/Sleep/
2024-06-10
0
fariezka
bersembunyi tor. kalau mengumpat itu menggerutu
2024-01-05
1