Sandya Atmo Kuncoro

Tangan lembut mengelus puncak rambut Sela membuat sang empu mendongak.

"Dika! " ucap Sela segera memeluknya. Tangisan piku terdengar lirih.

"Tenang... " ucap Dika menepuk-nepuk pundak Sela.

"Aku capek... " ucap Sela.

Dika terus menenangkan Sela tanpa berbicara sepatah kata apapun. Hanya aliran kasih sayang yang ia berikan untuk menenangkan kekasihnya tersebut.

"Ceritain dulu.. " ucap Dika.

Sela duduk berikut dengan Dika. Ia menceritakan semua kejadiannya yang diceritakan oleh dokter Siska.

"Apa kamu gak ingat kalau kakakmu pernah melakukan sesuatu atau apapun itu yang aneh, " ucap Dika.

"Semenjak mbak pulang dari camping 8 tahun yang lalu, ia menjadi seperti ini. Aku tak mengetahui alasannya dan ia selalu mengucapkan kata yang aneh, " balas Sela.

"Apa kakakmu pernah pergi ke suatu tempat yang jauh sebelum itu? " tanya Dika.

"Ada!" jawab Sela.

Saat itu juga mereka berangkat menuju tempat yang dimaksud oleh Sela. Dika memegang kemudi dengan arahan Sela, mereka tiba di suatu tempat kawasan tak berpenghuni.

"Semenjak desa ini dilewati lahar panas, maka dikosongkan karena membahayakan. Sisa puing-puing rumah terlihat bukan. Di desa ini ada dua rumah megah yang konon pemilik dari tanah ini, " ucap Sela menceritakan apa yang ia ketahui.

"Untungnya jembatan gantung telah di pugar, jadi mobil bisa lewat, " balas Dika diangguki oleh Sela.

Mereka berhenti disebuah rumah mewah tak berpenghuni dengan arsitektur tradisional yang penuh akam syarat makna.

"Rumah ini adalah rumah keluarga Atmo, salah satu dari juragan tanah desa ini, " ucap Sela.

Dika tiba-tina heran lantas bertanya kepada Sela.

"Kenapa kamu tahu banyak? " tanya Dika.

"Karena mbak Sandya yang bilang, " jawab Sela.

Mereka masuk ke dalam rumah tersebut. Pintu mereka dorong dengan suara khasnya. Beberapa perabotan tertinggal dipenuhi oleh jaring laba-laba.

"Disini adalah tempat dimana Mbak Sandya dilahirkan. Ia lahir dalam keluarga terhormat yakni keluarga Atmo. Keturunan mereka semuanya perempuan, " ucap Sela.

Dika terkejut ketika mendengar ucapan Sela yang mengatakan bahwa Sandya bukan kakak kandungnya.

"Jadi dia bukan kakakmu! " ucap Dika terkejut.

Sela menggelengkan kepalanya pelan.

"Mbak Sandya adalah kakak angkatku, " jawab Sela mengajak Dika berkeliling di dalam rumah megah tersebut. Beberapa pintu kamar tertutup maupun terbuka dengan ruangan tengah yang luas.

"Kita akan kemana? " tanya Dika ketika melihat Sela mulai membelah rumput mengajaknya ke suatu tempat di belakang.

"Ke tempat dimana Mbak Sandya merenung, " jawab Sela.

Dika mengikuti Sela dari belakang. Sebuah pohon beringin kembar menarik perhatian Dika.

"Itu apa? " tanya Dika.

"Pohon beringin kembar adalah batas dari rumah ini. Disana letak rumah penguasa tanah selain keluarga Atmo, mereka dikenal sebagai keluarga Joyo, " jawab Sela sesaat kemudiam berhenti.

"Itu tempatnya, " ucapnya menunjuk sebuah bangunan tua.

Dika mendorong pintu tersebut dan Sela masuk ke dalamnya. Banyak batu nisan terjejer di atas meja.

"Pemakaman! " ucap Dika terkejut.

"Bukan. Ini adalah ruang tenang keluarga Atmo dan dimana Mbak Sandya merenung, " ucap Sela berjalan membuka kain putih lusuh yang menutupi salah satu batu nisan tersebut.

Terpampang dengan jelas bahwa tertulis nama Atmo Suryo Dirjo.

"Beliau adalah kakek buyut Mbak Sandya, "ucap Sela. Ia menatap kain putih tersebut sesaat sebelum kepalanya nyeri akibat pusing. Tubuhnya tidak bisa ia kondisikan. Saat dirasa kepalanya membaik, ia membuka mata.

Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat sosok dirinya tergantung di langit-langit. Seorang anak kecil dan dua perempuan bersimbah darah di lantai. Sela terkejut lantas berbalik namun ia terkejut ketika menabrak sesuatu.

Ia mendongak dan berteriak ketakutan saat melihat sosok monster mengerikan tepat berada di depan wajahnya sendiri.

"Apakah kau ingat? Aku yang memberimu kesempatan ini, " ucap makhluk tersebut berubah menjadi dirinya sendiri mencengkeram dagu Sela.

"Aku ada ketika kau tak menerima, " ucapnya sebelum menghilang.

"Sela! " panggil Dika menepuk-nepuk tangan Sela.

Sela terbangun melihat Dika yang tengah khawatir dengan dirinya sendiri.

"Aku pusing, " ucap Sela.

Dika membantu Sela duduk. Batu nisan Atmo Suryo Dirjo terjatuh membentur kepala Sela ketika ia terjatuh.

"Kamu gak apa-apa kan? " tanya Dika.

"Enggak. Cuma sedikit pusing, " jawab Sela.

"Kita pergi dulu, " ucap Dika mengajak Sela pergi dari tempat itu.

Sela berdiri dibopong oleh Dika, matanya tanpa sengaja melihat benda di balik batu nisan yang jatuh tersebut. Sela berjalan mendekatinya mengambil benda tersebut. Sebuah buku diambil oleh Sela yang kemudian ia tunjukkan kepada Dika.

"Kita baca di rumah, " ucap Sela.

Mereka pergi meninggalkan tempat tersebut menuju rumah Sela. Dika mengendarai mobil keluar dari desa tersebut. Di sepanjang jalan, Sela tak henti-hentinya menatap buku tersebut yang membuat Dika heran.

"Kenapa gak kamu buka? " tanya Dika.

"Firasatku mengatakan tidak untuk sekarang. Aku hanya merasa seperti tak asing dengan buku ini, " jawab Sela.

Mobil memasuki pekarangan rumah Sela. Ia mengajak Dika untuk masuk. Buku ia letakkan di meja. Sela dengan hati-hati membuka buku tersebut. Halaman pertama adalah identitas dari pemilik buku. Tertera atas nama Sandya Atmo Kuncoro. Sela terkejut namun ia menutupinya dari Dika.

Sela dengan teliti membaca isi dari buku tersebut hingga berada di halaman terakhir. Sebuah foto bersama menarik perhatian Sela. Ia mengambil foto tersebut dan terkejut ketika melihat dirinya sendiri ada di dalam foto tersebut. Dika yang penasaran mengambil foto yang dibuang oleh Sela. Ia melihat wajah Sela ada di dalam foto tersebut.

"Aku siapa! " ucap Sela ketakutan.

Dika segera memeluk Sela menenangkan wanita tersebut. Kondisi psikis Sela memang tak baik akibat trauma entah karena apa.

"Itu bukan kamu... Apa kamu pernah dengar mengenai tujuh orang di dunia yang mirip dengan kita? " ucap Dika.

Sela mengambil kembali foto tersebut melihat dibaliknya dimana nama-nama dari orang-orang yang ada di dalam foto tersebut. Aldi, Risti dan Rini merupakan nama yang tertera di balik foto tersebut. Sela menyadari sesuatu mencari halaman yang menjelaskan ketiga orang tersebut.

"Sahabat sekaligus kekasihku adalah Aldi. Sahabat terbaik di dunia ini adalah Risti dan juga orang yang aku anggap sebagai adikku adalah Rini. Mereka telah kuanggap sebagai keluargaku sendiri. Kita tak lagi sama karena aku dan mereka berbeda, " ucap Sela membacakan halaman yang menurutnya berhubungan dengan foto tersebut.

Dika yang mendengarkan Sela hanya diam tanpa memberikan respon apapun membiarkan kekasihnya berpikir.

"Foto ini dan... Seperti aku dan mereka. Kekasihku adalah Dika, sahabat terbaikku adalah Silvi dan orang yang aku anggap sebagai adikku adalah Keyla, " batin Sela.

"Pyarrr!! "

Suara benda pecah menganggetkan Sela. Dika hanya tersenyum tak bersalah menengok ke arah Sela.

"Maaf, " ucap Dika.

Sela membersihkan piring yang dipecahkan oleh Dika dengan ia membantu kekasihnya tersebut.

"Gimana hasilnya? " tanya Dika.

"Buku yang aku temukan adalah buku harian Mbak Sandya, " jawab Sela.

"Lah kok bisa! Kakakmu umurnya gak jauh beda sama aku mungkin beberapa tahun lebih tua darinya. Tapi buku itu lebih tua dibandingkan dengan semuanya, " balas Dika heran dan bingung.

"Ya emang benar aku bingung tapi namanya sama. Sandya Atmo Kuncoro. Foto itu adalah foto sahabat Mbak Sandya, " ucap Sela.

"Lah bukannya beberapa tahun yang lalu kakakmu camping sama temen-temennya?" ucap Dika mengingat Sela pernah bercerita mengenai Sandya.

"Itu yang ingin aku pastikan, " balas Sela.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!