Tubuh Aldi di seret oleh rambut dari makhluk halus yaitu kuntilanak. Makhluk tersebut melayang di udara dengan rambut panjangnya tergerai layaknya ular yang dapat bergerak leluasa dan mengikat mangsa. Sandya berlari melompat menangkap Aldi yang ingin di bawa pergi.
"Pergi! Manusia lemah, aku membutuhkannya! " ucap makhluk tersebut.
"Manusia lemah! Aku bukan manusia lemah!! " marah Sandya.
Amarah Sandya meluap dengan sosok iblis bersemayam di tubuhnya terbangun kembali. Bayangan hitam raksasa berada di belakang Sandya. Risti menghentikan Rini yang mencoba menyadarkan Sandya.
"Jangan, Sandya tengah dirasuki iblis, " ucap Risti.
"Demit keluarga Atmo! Sopo kowe!! " teriak makhluk tersebut.
"Setan keluarga Atmo! Siapa kamu!! "
"Mati! " ucap Sandya.
Bayangan hitam raksasa tersebut mencekik kuntilanak yanh berusaha mencuri tubuh Aldi. Matanya melotot, rambut panjangnya mengikat tubuh Sandya berusaha saling membunuh.
"Aku akan membunuh siapapun!! " teriak Sandya.
Makhluk halus tersebut hancur dan tubuh Aldi terjatuh ke tanah. Sandya mengalami pingsan. Risti dan Rini menghampiri Sandya.
"Siapa mbak sebenarnya mbak Sandya? " tanya Rini.
"Atmo, keluarga Atmo. Itu tadi adalah salah satu pasukan setan keluarga Atmo. Sandya berasal dari sana dan kemungkinan inilah takdirnya, " jawab Risti.
Kakek Risti adalah orang yang sakti, dan sebagai cucunya Risti pun mewarisi ilmu dari kakeknya.
"Aku merasakan perasaan mencekam ketika mbak Risti kerasukan dan kalung emas biru bereaksi, " ucap Rini.
"Boleh aku pegang kalungnya? " tanya Risti.
Rini mengangguk. Risti sedikit ragu melakukannya namun hal mendesak mau tak mau harus ia lakukan. Memegang kalung emas biru memejamkan matanya menyelami rahasia di balik kalung emas biru. Risti berpesan kepada Rini bahwa bila terjadi sesuatu maka ia harus pergi mengabaikan dirinya dan juga Sandya maupun Aldi. Meskipun khawatir akan ucapan Risti, Rini pun menyetujuinya. Rini merasa kantuk tak dapat ia tahan hingga menyenderkan kepala ada sebuah batu.
"Nak, ayo cepat jangan sampai kita ketinggalan bus, " ucap seorang ibu melambai-lambaikan tangannya.
"Iya buk, " balas Abimanyu.
Ibu Sri membawa Abimanyu menuju bus tempat pemberangkatan tujuan mereka. Kampung halaman atau rumah nenek dari Abimanyu adalah tujuan mereka.
"Koran! Koran! "
Ibu Sri sekilas melihat berita mengenai misteri hilangnya mahasiswa delapan tahun yang lalu yang diubah menjadi cerita misteri. Penjual koran turun dari bus yang diperhatikan oleh Ibu Sri.
"Kenapa buk? " tanya Abimanyu.
"Enggak apa-apa. Nanti di rumah nenek kamu jangan nakal ya, nenek kamu orangnya berbudi luhur dan selalu menjaga martabatnya, " ucap Ibu Sri.
Abimanyu menganggukkan kepalanya. Bus melaju keluar dari terminal. Sepanjang jalan Abimanyu menikmati pemandangan indah yang di suguhkan oleh alam. Pertama kali merasakan perjalanan jauh membuatnya lelah hingga tertidur. Bus melewati tol hingga berhenti pada salah satu halte yang di lewati. Ibu Sri membangunkan Abimanyu untuk segera turun.
Ibu Sri sedang menunggu jemputan dari seseorang. Kedatangannya ke kampung halaman telah di rencanakan jauh sebelumnya. Sebuah mobil tua berhenti di depan Ibu Sri.
"Ayo masuk! " ucal pria di dalamnya.
"Itu pembantunya nenekmu, " ucap Ibu Sri kepada Abimanyu yang terlihat waspada.
Mereka masuk ke dalam mobil. Pembantu dari nenek Abimanyu yang bernama Harno merupakan orang yang dikenal baik oleh Ibu Sri sendiri. Mobil tua melewati gerbang desa tempat dimana kejadian bersejarah dahulu. Jalan yang mulus namun menembus hutan serta kabut yang menutupi jalan membuat suasana tampak menyeramkan. Abimanyu meringkuk ke dalam pelukan ibunnya.
"Ora usah wedi, kabeh neng kene tunduk karo nyai, " ucap Pak Harno.
"Tidak usah takut, disini semuanya tunduk pada nyai"
Mereka berbelok ke jalan yang lain, Ibu Sri dapat melihat dimana ada jalan lurus yang benar-benar tertutup oleh kabut tebal.
"Itu jalan apa pak? Saya baru nyadar sekarang, " ucap Ibu Sri.
"Jalan orang mati, " jawab Pak Harno.
Mereka menembus hutan berkabut di tengah malam sepi. Abimanyu telah tertidur lelap di dalam pelukan Ibu Sri. Suasan hutan nampak lebih sunyi dari sebelumnya. Pak Harno memberhentikan mobil mengucapkan beberapa patah kata kepada Ibu Sri.
Pak Harno keluar dari dalam mobil berjalan agak menjauh. Kabut seakan bergerak ke arah mobil dengan suara-suara aneh yang terdengar di telinga Ibu Sri. Merasa sedang di awasi, membuatnya benar-benar tak nyaman.
"Buk,,, Abi takut... " ucap Abimanyu.
"Tenang, gak ada apa-apa, " jawab Ibu Sri mengelus-ngelus rambut Abimanyu.
Abimanyu berusaha memejamkan matanya kembali. Matanya terbuka tiba-tiba merasakan sesuatu mendekat.
"Buk,,, " panggil Abimanyu.
"Ada apa nak? " tanya Ibu Sri.
"Dibelakang, " jawab Abimanyu menunjuk ke arah bagasi mobil.
"Brakk!!" pintu mobik tertutup dengan Pak Harno yang telah kembali.
Ibu Sri yang terkejut dalam hatinya hanya bisa memendamnya.
"Biasa, kebelet, " ucap Pak Harno.
Pak Harno menyalakan mobilnya. Perjalanan mereka seakan jauh hingga suara air terdengar di telinga. Jembatan kayu yang terlihat rapuh dilewati mobil membuat goyangan yang cukup kuat. Mobil berada di ujung jembatan hingga tak jauh darinya gapura desa yang terbuat dari kayu terlihat.
Rumah-rumah kuno dengan penduduk yang tengah tertidur lelap dirumahnya. Mobil yang dikendarai Pak Harno menuju suatu rumah megah dengan ornamen penuh kayu jati. Seorang wanita tua berkebaya menyambut kedatangan Ibu Sri dan Abimanyu.
"Eyang! " panggil Abimanyu yang langsung keluar dari dalam mobil menghampiri neneknya.
"Buk,, " ucap Ibu Sri.
"Ayo ke dalam, " ucap nenek dari Abimanyu.
Nenek dari Abimanyu atau yang dikerap di panggil Nyai oleh warga sekitar adalah pemimpin desa tersebut yang bernama asli Mirati Ayu Jayani. Eyang Mirati sangat senang dengan kedatangan Ibu Sri dan Abimanyu.
"Abimanyu ikut Pak Harno dulu ya, istirahat di kamar. Eyang mau bicara sama Ibumu, " ucap Eyang Mirati.
Abimanyu mengangguk dan mengikuti Pak Harno yang membawa barang-barang bawaan Ibu Sri ke dalam kamar.
"Gimana kabarmu? " tanya Eyang Mariti.
"Baik buk," jawab Ibu Sri.
Eyang Mariti mendekati Ibu Sri berniat memeluknya. Layaknya seorang Ibu yang tengah memeluk anaknya, Ibu Sri yang tiba-tiba merasa sedih.
"Yang tenang, kamu kuat. Ada ibuk disini yang akan bantu kamu, " ucap Eyang Mariti.
"Buk,, Dewi.... " ucap Ibu Sri menangis.
Eyang Mariti telah mengetahui berita dimana Dewi menghilang ketika kebakaran di tempat kerjanya. Ibu Sri demi menghidupi Abimanyu, ia terus bertahan sekuat tenaganya. Lampu petromax menerangi samar-samar wajah Eyang Mariti.
"Kamu tahu bukan, Adikmu selama lima tahun dilindungi kakaknya. Pengorbanan yang dilakukan Dewi demi Abimanyu, kamu membawanya kemari adalah pilihan yang paling tepat, " ucap Eyang Marti.
"Ibuk tahu sebenarnya? " tanya Ibu Sri.
"Apa yang tidak ibu tahu, setan keluarga Atmo sudah menculik Dewi membuatnya dalam keadaan yang terdesak hingga segala keputusan yang diambil sama buruknya, " jawab Eyang Mariti.
"Aku mau mereka mati buk! " ucap Ibu Sri marah.
"Tenang, ibuk akan mengurusnya nanti. Kamu rawat Abimanyu dengan tenang tanpa perlu memikirkan hal lainnya. Segala yang kamu dan Abimanyu perlukan, cukup bilang kepada Pak Harno atau ibuk langsung, " ucap Eyang Mariti.
Eyang Mariti menyayangi Ibu Sri setelah adanya Abimanyu. Semenjak kelahiran Abimanyu, sikap Eyang Mariti berubah hingga meminta Ibu Sri tidak perlu memanggilnya sebagai Eyang Putri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments