Hanya Cerita?

Semua orang mati. Sandya yang melihat itu semua mencengkram kepalanya sendiri merasakan trauma yang amat hebat. Jantungnya berdebar. Kain putih tiba-tiba datang menjerat leher Sandya membawanya naik ke atap rumah. Sandya berusaha melepaskan ikatan tersebut tanpa memerdulikan sosok makhluk yang ada di atasnya. Rambutnya panjang beserta lidahnya keluar layaknya ular dan mendesis. Kepalanya terbalik serta berjalan merayap di dinding-dinding serta atap rumah.

Sandya menatap maya makhluk tersebut yang berwarna merah menyala. Sandya terkejut hingga ia menutup matanya. Ia membuka matanya kembali setelah ia merasa aman.

Tubuh Sandya dirantai. Ia merasakan sakit diseluruh tubuhnya. Disekitarnya ia melihat teman-temannya dalam keadaan yang sama. Ibu Sri dan Abimanyu memiliki keadaan yang sama.

"Dimana ini! " ucap Sandya.

Getaran terjadi disekelilingnya hingga sosok raksasa mendekati Sandya.

"Kau telah mati dan menjadi budakku! " ucapnya sesekali mengeram.

Sandya berusaha melepaskan ikatannya. Ia menatap nyalang makhluk tersebut.

"Tak akan pernah! " balasa Sandya marah.

"HAHAHAHA!! "

"Apakah kau tak melihat dirimu sendiri! " ucapnya menunjuk pada sebuah peti yang berada di dalam air.

Tujuh peti tenggelam di dasar yang kemudian terbuka menampilkan tubuh mereka semua. Tersisa satu peti yang belum terbuka.

"Apa! " ucap Sandya terkejut.

"Kalian semua telah mati dan mati! Tidak akan pernah hidup lagi dan selamanya menjadi pelayanku!"Ucapnya dengan tawa renyah.

" Tidak! Aku masih hidup! "balas Sandya marah meronta-ronta dan berhasil lepas dari jerat rantai tersebut.

Sandya terjatuh. Ukuran tubuhnya sangat jauh dengan makhluk tersebut.

" Lihatlah diriku!! "ucap Sandya memukul-mukul dadanya.

" Apakah kau tak ingat?"ucap makhluk tersebut membuat Sandya terdiam.

"Maksudmu, " balas Sandya.

"Lihatlah peti itu! " ucapnya disusul dengan tutup peti yang kosong tanpa isi di dalamnya.

"Orang-orang terdekatmu harus mati mengisi peti itu! " ucap makhluk tersebut menyulut emosi Sandya.

"Aku tak akan pernah tunduk padamu. Aku berhak atas nyawa dan tubuhku sendiri! " ucap Sandya mengeluarkan kalung emas biru yang bersinar terang menyilaukan makhluk tersebut.

Makhluk tersebur marah meninju Sandya hingga ia terpental jauh dan terluka. Sandya berlari sekuat tenaga menghindarinya. Makhluk tersebut mengaum hingga tanah bergetar. Sandya berada di tengah hutan. Ia berlari dengan terluka parah bersandar pada batang pohon. Perutnya terluka parah dengan darah bersimbah serta wajahnya yang pucat.

"Aku tak kuat... " ucap Sandya perlahan menutup matanya.

Sandya terbangun dari tidurnya dengan nafas yang terengah-engah. Ia melihat sekelilingnya dimana seorang wanita digotong oleh beberapa warga yang mengenakan pakaian sederhana dan tradisional. Sandya mengikuti orang tersebut. Sesekali ia mencuri-curi pandang siapa wanita yang tengah digotong tersebut. Sandya mengikuti hingga mereka masuk ke dalam goa. Mereka terlihat sudah biasa dengan medan terjal tersebut. Jalan semakin kecil dan mereka begantian masuk sebelum sebuah tempat di dalam goa yang luas serta terdapat sebuah kolam dengan air jernih. Mereka memasukkan wanita tersebut ke dalam peti sebelum ditutup dan diceburkan ke dalam kolam tersebut.

Sandya terkejut ketika sebuah peti diterjukan ke dalam air. Ia berusaha meneriakki warga tersebut namun tak ada satupun yang terdengar. Saat akan berlari, sebuah dinding penghalang transparan menghalangi Sandya.

Sandya memukul-mukul dinding transparan tersebut berusaha berteriak kepada para warga tersebut. Dada Sandya terasa sesak hingga ia kesulitan bernafas. Ia memegangi dadanya mencoba menghirup nafas namun naas, ia tiada saat itu juga untuk kedua kalinya.

Sandya terbangun kembali seakan telah mengalami mimpi buruk. Ia berada di gerbang desa dengan orang-orang berjalan bersama-sama menuju suatu arah. Mereka berjalan dengan tatapan kosong. Salah satu diantara mereka dikenali oleh Sandya yakni Aldi sahabatnya sendiri

Sandya menerobos kerumunan tersebut sembari memanggil-manggil nama Aldi.

"Aldi!

" Aldi! "

Sandya memanggil nama Aldi namun tak diindahkan olehnya. Sandya menepuk pundak Aldi dan membalikkan badannya. Betapa terkejutnya ketika Sandya melihat wajah Aldi yang rusak.

"Arkhhh!!! " teriak Sandya mendorong tubuh Aldi.

Sandya ketakutan membiarkan Aldi berjalan menjauh darinya. Ia melihat sekeliling tak lama kemudian ia menyadari bahwa orang tersebut adalah Risti. Sandya berlari menghampiri Risti dan melakukan hal yang sama yakni kulitnya berair serta wajah mengerikan. Sandya reflek berjalan mundur berbalik berniat kabur. Namun ia menabrak seseorang.

Sandya mendongak melihat siapa orang yang ia tabrak tersebut. Seketika suara benda jatuh terdengar. Sandya terkejut dan berteriak melihat orang yang ia kenal. Sandya berlari tak tentu arah mencoba kabur dari orang-orang tersebut. Suara dahan patah terdengar membuat Sandya mendongak ke atas seketika pandangannya buram.

Ia membuka matanya lagi berada di tempat semula dimana ia terikat oleh rantai. Sosok tersebut tertawa melihat wajah pucat Sandya.

"Apa yang kau lakukan!!! " teriak Sandya histeris.

"Kau adalah budakku yang selamanya tak bisa lepas dariku, " ucap makhluk tersebut.

Sandya meronta-ronta berteriak layaknya orang gila dengan rambut acak-acakan ia berteriak dengan lantang di depan makhluk tersebut.

"Aku mati! Aku menerimanya!! " teriak Sandya yang seketika pandangannya buram.

"Brakk!! "

Suara meja digebrak oleh seseorang membuatnya terkejut.

"Apalagi yang kamu baca. Cerita horor? " tanya orang tersebut.

"Betul. Aku lagi baca cerita hororr. Menurutku lumayan, " jawab orang tersebut.

"Yaampun Sela... Kamu gak bosen apa baca horror terus? "

"Enggak bakal Silvi... " balas Sela dengan sengaja mencubit lengan Sela membuat sang empu mengaduh.

"Ceritanya tentang apa nih. Ceritain dong... " pinta Silvi.

"Agak gak masuk akal sih masak ceritanya kayak gak nyambung tapi di akhir aku cukup tahu kesimpulannya. Kayaknya temen-temen dari pemain utama itu mati semuanya dan hanya dirinya sendiri. Karena tidak terima mati, ia diperlihatkan kejadian-kejadian yang mengerikan hingga menerima bahwa dirinya telah mati, " ucap Sela menarik kesimpulan cerita yang ia baca.

"Kejadian berulang-ulang dan mati secara berbeda? Dan ketika ia rela bahwa dirinya telah mati kayak semacam keadaan psikis gak sih? " balas Silvi.

"Maksudmu? " tanya Sela.

"Kayak ituloh. Seseorang yang mengalami luka batin dan kehilangan orang-orang terkasih. Ia membayangkan bagaimana mereka mati dan menyalahkan dirinya sendiri. Baru setelah ia merelakan bahwa telah mati maka dia baru terbebas, " jawab Silvi.

"Masak sih. Kalau begitu bukannya yang nulis orang yang butuh pendampingan dokter dong?" balas Sela.

"Ya aku kan gak tahu, lagipula cuma cerita. Gak masuk akal kan kalau beneran ada, " ucap Silvi.

"Ya juga sih. Serem kalau ada, " balas Sela bergidik ngeri.

Mereka berdiri berniat berpamitan masing-masing untuk pulang. Sela berada di parkiran menaiki mobilnya kemudian menyalakannya. Mobil berjalan keluar dari cafe. Sela tak berniat pulang melainkan pergi ke suatu tempat.

Rumah sakit jiwa merupakan tempat tujuan Sela. Ia memarkirkan mobilnya di parkiran yang disediakan. Berjalan menuju lobi rumah sakit sebelum dipandu menuju suatu ruangan. Sela menghirup nafas panjang kemudian membuka pintu tersebut. Seorang wanita dengan rambut acak-acakan menatap ketakutan terhadap Sela.

"Mbak Sandya kenapa? " tanya Sela bingung dimana ketika ia melihatnya maka ketakutan hingga badannya bergetar.

Sela berjalan mendekati wanita yang ia panggil mbak Sandya. Ketakutan terlihat jelas di wajahnya. Sela terpaksa mundur menjaga jarak dan duduk di kursi.

"Gimana kabarnya mbak.. Tiga tahun mbak keadaan gini, apa gak bosan? " tanya Sela.

Sela menghela nafas pasrah. Kakaknya Sandya mengidap gangguan jiwa secara mendadak tanpa tahu apa penyebabnya. Berbanding terbalik dengan Sela yang sukses dalam berkarir. Sela memberikan kertas kosong dan pulpen menyodorkannya ke arah Sandya.

"Kalau mbak gak ingin bicara, coba tulis apa yang mbak ingin sampaikan, "ucap Sela.

Sandya meraih gemetar pulpen tersebut dan perlahan menuliskan huruf satu per satu hingga tertulis dua kata yang membuat Sela bingung dan heran.

" Lahir dan Mati, "ucap Sela membaca tulisan tersebut.

" Brak!! "

Pintu terbuka seakan di dobrak. Seorang perawat langsung meminta maaf kepada Sela karena tidak sengaja membuka pintu terlalu keras. Sela memaafkannya kemudian ia keluar dari ruangan tersebut.

"Gimana perkembangan kakak saya dok? " tanya Sela.

"Sandya selalu mengucapkan kalimat aneh yang saya saja dibuat bingung, " jawab dokter Siska.

"Kalimat apa dok? " tanya Sela.

"Selalu mengucapkan kata 'lahir dan mati' ataupun kalimat terakhir kali sebelum menyesal" jawab dokter Siska.

"Apa mbak juga bilang mengenai kutukan dan angka tujuh? " tanya Sela.

"Benar saya bingung karena semuanya aneh, " jawab dokter Siska.

Sela keluar dari ruangan dokter. Ia duduk merenung sembari memegang erat kepalanya.

"Aku pusing... " gumam Sela.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!