Selamat membaca ...
——————————
Max POV.
Untuk beberapa detik aku terdiam mematung, tidak menyangka bahwa akan mendapatkan serangan secepat itu dari Lisa, sahabat adikku sendiri. Lalu kembali tersadar dan menoleh pada pintu mobilku yang tidak sempat untuk ia tutup. Dan bayangan dirinya pun sudah menghilang di balik pintu rumahnya.
Drrtt ddrrrtt!
Suara getaran ponselku yang sebelumnya aku letakkan di atas dashboard mobil. Aku mengerjabkan mataku, agar aku bisa kembali ke dunia nyata. Sebab mendapatkan perlakuan seperti tadi, tidak pernah terlintas sekalipun dalam benakku.
Aku meraih ponsel itu lalu menekan kunci layar hingga lampu layar menyala dan mendapati pesan singkat yang dikirimkan oleh adikku, Tika. Dia menanyakan keberadaanku saat ini. Hanya aku pandangi saja pesan itu, tidak segera aku balas. Lalu kuletakkan kembali ponsel itu ke tempat semula. Keluar dari mobil untuk menutup pintu di sisi satunya. Kali ini ponselku berdering saat aku hendak menutup pintu mobil yang terbuka tadi.
🎶
My location unknown tryna find a way back home to you again
I gotta get back to you gotta gotta get back to you
My location unknown tryna find a way back home to you again
I gotta get back to you gotta gotta get back to you
🎶
Aku menjangkau benda yang berbunyi itu melalui kursi penumpang dan mendapati nama Tika yang muncul di layar ponselku. Aku menerima panggilan telepon darinya itu.
“Apa?” ucapku pelan sambil melirik ke arah jam tanganku, waktu sudah menunjukkan pukul enam sore.
Aku mendengarkan adikku ini yang sedang menanyakan posisi sahabatnya itu dan ia juga memintaku untuk memberikan ponselku pada Lisa, sebab ia ingin berbicara padanya. Tika juga mengatakan jika ponsel Lisa tidak bisa dihubungi.
“Bentar,” jawabku menyahuti permintaannya. Aku meraih kunci mobilku, keluar dari sana dan menutup pintu yang sebelumnya memang ingin aku tutup. Kemudian melangkah berjalan menuju ke depan pintu rumah Lisa.
Tokk! Tokk! Tookk!
Aku mengetuk pintu rumah Lisa, sebab aku tidak melihat adanya bel di sekitaran kusen pintu rumahnya itu. Sekali, tidak ada jawaban. Kedua kali, juga tidak ada jawaban. Ketiga kali, masih belum ada jawaban. Baru yang keempat kalinya, daun pintu terbuka perlahan.
“Kalian di mana sih?” sewot Tika saat aku baru melepaskan ponsel dari telingaku lalu menyodorkannya pada Lisa yang sudah muncul dari balik pintu. Berdiri dengan pandangan mata yang tiba-tiba saja ke arah bawah, seperti sedang melihat ujung kakinya.
Aku bisa mengerti mengapa sikapnya seperti ini, pasti karena malu dengan apa yang sudah ia lakukan padaku di mobil tadi. Sambil memandangi kepalanya yang ikut tertunduk, aku memberikan ponselku ke depan wajahnya yang sontak membuatnya mendongakkan kepala membalas tatapan mataku saat ini.
“Tika mau ngomong,” ucapku memberitahukan maksud dari sikapku yang menyodorkan benda tipis itu padanya.
Lisa menyambut benda itu, sedangkan aku langsung masuk ke dalam rumahnya tanpa meminta izin padanya terlebih dahulu. Sebab aku pikir mereka pasti akan mengobrol lama sampai lupa waktu, jadi lebih baik jika aku masuk dan mempersilakan diriku sendiri untuk duduk serta bersantai di sana.
Aku melangkah masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Lisa yang masih berdiri terdiam di ambang pintu. Lalu tak lama kemudian aku mendengar sayup-sayup suaranya yang mulai mengobrol dengan Tika melalui sambungan telepon itu. Semakin dalam aku melangkah masuk, dengan pandangan mataku yang menyebar ke segala sudut ruangan yang ada di sana. Tidak ada yang berubah!
Ya, semua perabotan serta tata letaknya masih sama dengan yang dulu, saat terakhir kali aku ke sini. Terlihat bersih dan sangat rapi. Ruangan ini juga sangat wangi. Aku memutuskan untuk menjatuhkan bokongku duduk pada sebuah sofa yang mengarah tepat di depan televisi.
Namun tiba-tiba begitu aku menoleh, aku sudah mendapati Lisa yang berdiri di depanku dan kembali menyodorkan ponsel itu, untuk mengembalikannya padaku. Aku menyambut benda itu.
“Gak ada yang berubah, semua masih pada tempatnya,” ucapku sambil melemparkan senyumanku padanya.
“Karena memang sudah semestinya begitu.” Lisa menyahut dan memutuskan untuk ikut duduk di satu sofa yang sama denganku. Ya, sofa itu memang lumayan panjang dan lumayan nyaman, cukup untuk duduk 4 orang.
Aku masih mengedarkan pandangan mataku, hingga menemukan sebuah foto yang memperlihatkan Lisa saat menggunakan pakaian seragam saat SMP. Mengingatkanku dengan Tika. Saat itu mereka berdua kembali akrab. Bagaikan saudara kembar. Padahal sejak kecil mereka memang sudah bersama.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Yus Riana
kan udah dibilang cinta itu bagus kalau apa adanya
2020-04-21
1
M.angg
thor koq disini org tua lisa meninggal krn kebakaran dan rmh nya hangus, tapi kecelakaan pesawat.
2020-04-16
2
Anna Navissa Putri
geli ih mami papi 😝
2020-04-15
3