Selamat membaca ...
——————————
Still Lisa POV.
Max mengangguk lalu tersenyum sambil mengangkat tangan dan membalas Tika dengan gerakkan memperlihatkan kelima jari serta telapak tangannya. Tika dapat memahami isyarat itu lalu berbalik dan kembali duduk di sampingku setelah sebelumnya melemparkan senyuman lesung pipinya padaku.
Aku menghela napas lalu menyandarkan punggungku pada sandaran kursi. Melipat kedua tanganku di depan dada. Dengan tangan bersedekap, aku kembali memerhatikan tingkah laku lelaki yang berhasil membuatku merasa badmood seketika.
Max memberikan ponselnya pada wanita itu, lalu wanita itu seperti sedang menekan-nekan layar kaca benda tipis tersebut kemudian mengembalikannya pada Max. Dia menerimanya kemudian melakukan hal yang sama, hingga sang wanita itu membuka dompetnya dan mengeluarkan benda tipis serupa dari dalam sana. Lalu mereka berdua saling bertukar senyuman. Hingga akhirnya Max melambaikan tangannya tanda perpisahan.
Dalam hati aku sungguh kesal melihat kejadian itu.
“Cooling down, Lisa. Cooling down!” gumamku saat melihat Max membuka pintu dan berjalan ke arah kami duduk.
“Lu ngomong apaan?,” tegur Tika mengejutkanku. Spontan aku menggelengkan kepalaku lalu terpaksa memberikan senyumanku padanya.
Belum lagi Max menjatuhkan bokongnya pada kursi, Tika langsung mengajaknya untuk segera pergi dari sini lalu berdiri, menarik lenganku dan mengajakku berjalan beriringan dengannya sambil merangkul lenganku. Meninggalkan Max, yang sempat aku mendengarnya mengembuskan napas dengan berat.
Dari kejauhan Max membukakan kunci mobilnya secara otomatis, Tika kembali mendesakku untuk duduk di kursi depan. Sedangkan dia memilih kursi belakang. Dari dalam mobil aku dapat melihat Max yang berjalan dengan santai sambil meyipitkan kedua matanya, akibat sinar matahari yang sangat menyilaukan mata.
Dengan cepat Tika mengulurkan tangannya menekan tombol power engine mobil lalu memutar pengendali AC (bukan pengendali api kek cerita kartun yaa, hihihi) sesaat sebelum Max membuka pintu mobil dan masuk.
Aku hanya diam, sedangkan Tika masih saja dengan lihai menekan-nekan beberapa tombol di sana. Hingga ia menyalakan audio untuk mendengarkan beberapa lagu. Setelah selesai dengan keinginannya, barulah Tika duduk dengan manis di kursinga di belakangku. Lalu Max bersiap untuk menjalankan mobilnya.
Setelah keluar dari zona parkiran Kaefce dan memasuki jalan raya, tidak banyak yang terjadi. Semuanya terhanyut dalam pemikiran masing-masing. Suasana begitu sepi tanpa kata. Tanpa keramaian sebelumnya yang dilakukan oleh Tika.
Semua tampak tidak seperti biasanya. Hingga akhirnya Max membuka suara, menanyakan pada adiknya, tentang ke mana lagi tujuan mereka setelah perut terisi penuh.
Entah Tika menjawab apa, aku tidak tahu, sebab aku tidak menoleh ke belakang untuk melihatnya, sedangkan Max bisa dengan mudah melihat ke posisi duduk adiknya dengan sekali lirikan pada cermin spion yang terletak di tengah atas yang menghadap kepadanya.
Aku kembali sibuk dengan beberapa persoalan yang ada di dalam otakku. Ditambah lagi kekesalanku yang tadi melihat Max dengan akrab bersenda gurau bersama seorang wanita. Sampai pada akhirnya, Tika tiba-tiba memunculkan wajahnya di antara tempat duduk kami berdua.
“Max!” panggilnya yang disahuti hanya dengan dehaman oleh kakaknya itu, sambil masih terfokus pada kemudinya.
“Yang tadi siapa?” Pertanyaan adiknya ini sontak membuat telingaku melebar. Aku segera menegakkan dudukku pada sandaran kursi lalu memasang telinga dengan benar. Mendengarkan dengan saksama jawaban yang akan keluar dari mulut lelaki pujaan hati.
“Yang mana?! Cewek tadi?” Max balas bertanya untuk memastikan arah pertanyaan adiknya ini sesuai dengan pemikirannya. Aku hanya mendelik pada Tika, sambil mengangkat tangan kiriku, meletakkan siku pada pintu mobil dan menyelipkan jemariku pada tengkuk leher bagian belakang. Bersiap mendengarkan pengakuan dari Max secara langsung.
“Iya, cewek seksi yang ngomong sama kamu tadi. Yang sambil ketawa haha-hihi.” Tika menekan kalimat akhirnya sambil mencondongkan mulutnya ke depan telinga kakaknya.
Aku mencoba bersikap normal, seolah tak acuh pada obrolan sepasang kakak dan adik ini. Dengan arah pandangan mataku yang sengaja aku layangkan ke luar jendela. Aku benar-benar menunggu jawaban dari mulut Max, hingga tanpa sadar jantungku berdegup dengan kencangnya, seperti genderang mau perang~
Salah! Itu lagu. Oke kembali pada situasi saat ini.
Aku menghela napasku dengan hati-hati. Mencoba perlahan menenangkan detak jantung ini.
“Dia temen kuliah. Sudah lama gak liat, tahunya dia pindah fakultas.” Max dengan santai menjawabnya.
Jawaban dari Max itu seolah membawa angin segar untuk jantungku. Aku dapat bernapas dengan lega, pelan-pelan aku keluarkan dari mulut yang sengaja kukerucutkan.
Berbeda dengan Tika yang menjawabnya hanya dengan huruf 'O'.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Triyani Muafa
murahan gampangan banget Tika dah kayak jalang
2020-04-12
2
Waseng Susanti
kenapa gak nahan sih Tik?? nti jefri malah milih Paula, kan kasihan kamunya sndr Tika
2020-03-27
1
ahaha
si cewek murahan banget mau-maunya digituin padahal Uda tau Jefri Uda ada yg punya.. huff
2020-02-01
7