Selamat membaca ...
——————————
Still Lisa POV.
Ucapannya itu seketika membuatku menoleh menatapnya, sedangkan yang ditatap seakan cuek, terus saja melahap kentang goreng milikku lalu mencocolkannya ke tempat saos yang kini ia pegang. “Mau sama abang gua?” ucapnya sekali lagi, kali ini diikuti dengan lirikkan matanya yang sungguh dapat memikat hati. Untungnya aku wanita normal, jadi tidak akan terpesona melihat matanya.
“Apaan, sih? Engga kok! Gimana bisa ngeliatin doang jadi suka. Lu ada-ada aja deh!" Aku memberikan alasan. Kali ini sepertinya Tika membenarkan alasanku itu. Buktinya dia kembali menjadi diam dan tidak bersuara lagi.
Kemudian aku berdiri, beranjak dari dudukku menuju ke tempat pencucian tangan. Membersihkan tanganku di sana sekaligus bercermin, memerhatikan penampilanku. Selesai mengeringkan tangan pada mesin pengering tangan yang menempel di dindind sekitar sana, aku merogoh tas selempangku. Lalu mencari sesuatu di sana.
Ketemu! Lip balm!
Aku menggunakannya. Saat ini aku hanya mengenal benda ini sebagai alat perias wajah. Belum mengenal benda ajaib lainnya dan tidak mau mengenalnya. Karena yang aku tahu, benda-benda itu memiliki harga yang fantastis dan aku belum memiliki cukup uang untuk membelinya. Mungkin suatu saat nanti aku akan memiliku semua benda ajaib itu.
Sekali lagi aku mengecek penampilan di depan cermin, sudah oke menurutku. Kemudian aku kembali menuju tempat dudukku dan mendapati Tika yang masih mencoba menghabiskan kentang goreng di atas piringku.
Namun seketika aku terkejut, saat melayangkan pandanganku ke arah luar, tepat di mana Max berdiri sedang menikmati rokoknya. Tubuhku seolah membeku melihat lelaki itu sedang asyik bercengkrama dengan seorang wanita. Jika dilihat dari sosok wanita itu, mungkin dia lebih setara dengan umuran Max, dibandingkan dengan umuran aku dan Tika.
Lagi-lagi Tika menyenggol lenganku, membuatku harus terpaksa menoleh padanya. Dengan mulut yang penuh dengan kentang goreng dan sambil mengunyah, Tika mengatakan padaku jika kakaknya itu playboy. Bisa dengan mudah menggoda wanita lain bahkan wanita yang tidak dikenalnya sekalipun. Tika juga mengatakan jika Max bukanlah lelaki yang cocok untukku.
“Loh, kenapa gak cocok?” selidikku menanggapi pernyataannya itu.
Tika menyedot minuman orange jusnya untuk segera meluncurkan isi dalam mulutnya lalu berkata, “Max itu umurnya udah tua, lu masih muda. Masih banyak cowo lain di luaran sana yang bakalan tertarik sama lu,” jelasnya lalu kembali menyedot minumannya lagi.
“Lu liat aja tuh, dia tuh pecicilan,"
” unjuk Tika dengan memonyongkan mulutnya lalu melahap lagi sisa kentang goreng yang ada. “Tapi ya kalo lu mau sama bandot tua kek dia yang kegatelan sih, silakan. Gua gak peduli! Paling yang ada ntar dia dikirain pedofil kalo jalan sama lu." Tika bersiap berdiri saat mengatakan kalimat terakhirnya. Dan seketika aku menoleh padanya, tapi dengan gesit ia tertawa sambil pergi berlalu.
Sambil menghirup orange jus-ku melalui sedotan, aku menatap kakak Tika itu. Yang sedang tergelak tawa berbincang bersama wanita di hadapannya. Seperti sedang membicarakan hal yang begitu menarik. Dan wanita itupun terlihat begitu senang.
Jika dibandingkan dengan aku, wanita itu memang lebih unggul, aku akui itu. Sebab tubuhnya begitu seksi dengan kaos putih dan celana jeans yang pas dan nyaman dipandang. Terkesan santai tapi juga feminim yang terlihat dari high heels serta dompet di tangannya. Belum lagi bagian bokongnya yang kencang, pinggangnya yang melekuk berbentuk serta bagian bukit kembarnya yang semakin membuat tubuhnya sempurna. Dan sialnya lagi, wanita itu menggunakan beberapa benda ajaib di wajahnya yang membuat wajahnya terlihat lebih segar tapi tetap natural. Aku berdecak kesal menyadari kekalahanku.
Hingga akhirnya Tika kembali datang lalu duduk di sampingku. Aku mengalihkan pandanganku menatap Tika yang sedang meminum lagi orange jusnya hingga habis dan menimbulkan bunyi di gelasnya. Kemudian ia menunjukkan senyuman gigu peposoden-nya padaku.
“Udah? Yuk balik!” ajakku padanya spontan. Tika melirikku lalu melirik kakaknya. Kemudian senyuman jahilnya kembali muncul.
“Lu cembokur ya Max ngobrol sama tu cewe?” goda Tika padaku.
Dan sialnya itu benar!
Lebih tepatnya kesal melihat Max bisa seakrab itu dengan wanita lain, sedangkan denganku tidak. Tidak lagi aku menyahuti perkataan Tika, tapi dia seakan mengerti jika suasana hatiku yang tiba-tiba berubah menjadi badmood.
Dia menggelengkan kepalanya sambil terkekeh lalu berdiri, melangkah menuju pintu kaca yang menjadi sekat di antara ruangan ber-AC dan ruangan luar yang memang dikhususkan untuk smoking area. Tanpa membuka pintunya, Tika hanya mengetukkan jemarinya pada pintu itu hingga membuat Max menoleh lalu Tika memberikan tanda dengan menunjukkan jarinya ke arah jam tangannya.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Diah Agustin II
udh tau jefri pnya pacar masih ngajak k.luar kota sgala si tika
2020-04-13
2
Triyani Muafa
yee kenapa Tika masih nekat dekat jepri sij
2020-04-12
1
Maya Ummu Ghifari
udah ga lbh dr 5 kali baca😃😃
2020-02-25
3