Selamat membaca ...
——————————
Lisa POV.
Aku menghela napasku saat melihat Tika memasuki sebuah mobil dari kejauhan sana. Berlalu dengan sebuah mobil sedan yang membawanya. Entah dengan siapa dia pergi dan ke mana, aku tidak mengerti.
Kembali aku menghela napas dengan berat saat kakaknya kini muncul di hadapanku. Ya, Max, dia muncul dengan membawakan sepasang bagel yang diletakkan di atas sebuah piring. Ia meletakkannya di atas meja di depanku lalu juga menyuruhku untuk memakannya.
"Makan dong. Masih kenyang ya?" tanya Max padaku, ia mengambil salah satu bagel itu dan menyantapnya tanpa malu di depanku.
Jelas saja tanpa malu, lagi pula untuk apa dia malu jika hanya untuk menggigit sebongkah gandum hasil dari panggangan oven itu? Aku terlalu berlebihan menilainya. Sesekali aku melemparkan pandangan mataku menatap Max, yang sambil menatap layar ponselnya. Seperti ada yang sedang ia baca dengan penuh konsentrasi.
Namun secara tiba-tiba saja, Max menoleh melihatku, membuatku merasa malu karena sudah ketahuan sedang memerhatikannya. Aku segera membuang pandanganku ke arah lain, sambil membenarkan rambutku yang tertiup angin.
"Kamu mau cepet pulang?" Max kembali bertanya, kali ini ia berpindah tempat duduk menjadi berhadapan denganku. Lalu menatapku sambil menghirup isi dari secangkir kopi hangat miliknya.
Aku menggelengkan kepala dengan cepat, membuatnya kembali duduk bersandar dan memainkan ponselnya lagi.
Kalau boleh jujur, aku tidak ingin pulang lebih cepat. Tapi aku juga tidak tahu harus melakukan apa di sini. Apa terus-terusan membiarkannya terlarut pada ponselnya? Kemudian lagi-lagi aku mencuri pandang, secara diam-diam memerhatikannya dari tempatku duduk, tenggelam bersama khayalanku.
Atau aku harus mengajaknya mengobrol? Tapi apa yang akan aku tanyakan? Apa yang menjadi minatnya dalam sebuah obrolan? Masa aku harus menanyakan tentang wanita seksi di kaefce tadi? Aku menghela napas panjang lalu ikut mengambil ponselku dan mulai terhanyut pada ponsel masing-masing.
Sudah hampir 2 jam aku dan Max duduk di tempat ini dan berkutat pada ponsel masing-masing. Aku mulai merasa bosan dan sangat jenuh. Aku layangkan pandanganku, melihat ke sekitar meja kami. Sedangkan Max masih tetap dengan ponselnya dan satu tangannya yang lain sedang memegang rokok. Entah sudah berapa banyak batang rokok yang ia habiskan sejak tadi.
Aku meraih gelas ice latte-ku lalu meminumnya. Ternyata gerakan kecil yang aku lakukan itu mampu mengalihkan pandangan Max dari layar gadget-nya. Aku yang tidak sengaja meliriknya merasa jadi tidak nyaman, saat pandangan mata kami saling bertabrakkan.
"Udah bosen?" tanyanya dengan lembut, membuatku hampir saja tersedak. Aku meletakkan kembali gelas kopiku lalu menganggukkan kepalaku.
Max berdiri dari tempat duduknya lalu menyuruhku untuk menunggunya. Pandangan mataku mengikuti arah langkah kaki yang membawanya untuk masuk ke dalam café menuju ke meja kasir. Entah apa lagi yang dilakukannya, aku kembali membenarkan posisi dudukku lalu mengambil bagel yang tersisa satu untukku dari atas piring dan memakannya.
"Aku pikir kamu gak mau makan di sini, jadi aku mintakan ini," ucap Max secara tiba-tiba, membuatku terpekik kaget. Untung saja aku tidak tersedak saat itu. Dia menyodorkan sebuah paper bag kecil khusus untuk membungkus bagel yang baru saja aku gigit. Untuk menghargainya, aku berdiri dari tempat dudukku lalu memasukkan bagel itu ke dalam paper bag dan memperlihatkan senyuman lebar—mirip iklan salah satu pasta gigi.
Tidak ada ekspresi balasan darinya selain berbalik badan kemudian berjalan duluan meninggalkanku jauh di belakang. Aku masih terheran-heran dengan sikapnya itu lalu berlari kecil untuk menyamaratakan langkah kaki di sampingnya.
Lagi-lagi tidak ada satu kalimat pun yang keluar dari mulut seorang Max. Hanya alunan musik yang menemani kami di dalam mobil, saat perjalanan menuju pulang. Max membelokkan arah setir mobilnya, memasuki sebuah kompleks perumahan. Dan aku mengenali wilayah ini, sebab di sinilah rumahku berada.
Max memberhentikan mesin mobilnya saat memasuki pekarangan samping rumah. Menoleh padaku tapi aku malah sibuk melihat ke arah ujung kedua sepatuku sambil sesekali meliriknya.
"Udah sampai." Max memberitahukan. Aku menoleh menatapnya dengan pandangan mataku yang menyusuri detail wajahnya. Hingga yang tadinya aku berniat ingin mengucapkan terima kasih, menjadi membeku. Lidahku seakan kelu dengan kedua bibir yang mengunci rapat mulutku.
Aku pegangi dengan erat paper bag yang membungkus sisa bagel yang tadi sempat aku makan. Lalu entah apa yang merasuki tubuhku hingga aku berani memajukan tubuhku, lalu mencium kilat ujung bibir Max. Kemudian segera keluar dari mobilnya, berlari membuka pintu rumah lalu masuk dan menutup kembali pintu itu. Aku bahkan lupa untuk menutup pintu mobilnya!
Jantungku berdegup dengan kencangnya, napasku tersengal karena berlari secepat kilat untuk masuk ke dalam rumah. Sebab setelah menciumnya, barulah aku merasa malu. Tadinya saat menatapnya, ia sempat memandang ke arah lain tapi tiba-tiba saja kepalanya kembali bergerak, membuat bibirku dengan cepat mendarat di ujung sudut bibirnya, bukan di pipi!!
"Bodoh! Bodoh!" Aku merutuki kelakuanku yang tidak sopan itu sambil memejamkan mata lalu menyandarkan kepalaku pada daun pintu.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 144 Episodes
Comments
Nineng Oneng
lisaaaaa,,,,,knpa aq jd membenarkan tindakan lisa,,,😁
2020-06-10
1
Sekar Ayu
LISA I LIKE YOU
2020-05-08
1
Tari Nasiregar
ku suka gaya mu lisa..
2019-12-15
4